Terungkap, Facebook Pelihara Berita Hoaks di Rezim Donald Trump

26 Oktober 2021 13:01 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi pengguna Facebook. Foto: Reuters
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi pengguna Facebook. Foto: Reuters
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Facebook ternyata sengaja memelihara berita hoaks di platform media sosial selama pemerintahan Presiden Donald Trump. Laporan terbaru menyebut langkah tersebut diambil Facebook supaya Partai Republik dan rezim presiden Donald Trump tidak marah dengan mereka.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan diskusi internal perusahaan yang dibocorkan The Wall Street Journal, karyawan Facebook telah mendorong agar perusahaannya menghapus Beritbart News dari kolom News Tab di situs web Facebook. Breitbart News sendiri merupakan media sayap kanan di AS yang dipimpin oleh penasihat Donald Trump, Steve Bannon.
Dokumen-dokumen internal Facebook yang juga dilaporkan The Wall Street Journal termasuk dalam pengungkapan yang dibuat kepada Komisi Sekuritas dan Bursa di AS dan diberikan dalam bentuk file yang telah disunting kepada Kongres AS. Dokumen ini diberikan oleh penasihat hukum Frances Haugen, mantan manajer di Facebook yang kini menjadi 'whistleblower' alias pengungkap skandal perusahaan untuk mengungkap praktik sesat Facebook menjalankan bisnis mereka.
Selain The Wall Street Journal, setidaknya ada 16 media AS lain yang mendapatkan dokumen internal ini.
ADVERTISEMENT
Breitbart News — yang pernah digambarkan oleh Bannon sebagai “platform” untuk faksi “alt-right” — dikenal sebagai media yang secara eksplisit rasis dan fanatik terhadap mantan presiden Donald Trump. Media ini telah lama memiliki reputasi pemberitaan keliru yang berfokus pada “kejahatan kulit hitam”, yang artikelnya sering di-posting oleh Donald Trump di akun Twitter-nya yang kini sudah diblokir.
Sejumlah karyawan Facebook dilaporkan pernah meminta Breitbart News dicoret dari kelompok outlet berita tepercaya di fitur News pada pertengahan 2020. Pada saat itu, AS tengah mengalami demonstrasi besar-besaran dari komunitas kulit hitam yang meminta keadilan rasial usai pembunuhan George Floyd oleh seorang perwira polisi di kota Minneapolis.
Ilustrasi pengguna Facebook. Foto: Reuters
Seorang karyawan Facebook disebut posting "keluarkan Breitbart dari Tab Berita" dalam chat internal perusahaan. Ia mencatat beberapa berita utama di Breitbart News saat itu memiliki tendensi negatif terhadap komunitas kulit hitam di AS.
ADVERTISEMENT
Beberapa judul berita provokatif dari Breitbart News yang dipermasalahkan karyawan itu di antaranya "Minneapolis Mayhem: Riots in Masks," "Massive Looting, Building in Flames, Bonfires!" dan “BLM Protesters Pummel Police Cars on 101.”
Karyawan tersebut menulis bahwa berita-berita semacam itu adalah “simbol dari upaya bersama di Breitbart dan sumber-sumber hiperpartisan yang serupa (tidak ada yang termasuk dalam News Tab) untuk melukiskan gerakan-gerakan yang dipimpin oleh orang kulit hitam Amerika dan yang dipimpin oleh orang-orang kulit hitam dengan cara yang sangat negatif.”
Banyak pegawai Facebook dikabarkan setuju dengan sentimen karyawan tersebut. Di sisi lain, ada karyawan lain yang menyebut bahwa menghapus Breitbart News dari fitur News di Facebook akan menjadi "diskusi kebijakan yang sangat sulit" karena kedekatan Donald Trump saat itu dengan Breitbart.
ADVERTISEMENT
Facebook memang telah lama dikritik karena tidak peduli dengan konten ujaran kebencian dan hoaks di platformnya. Salah satu penyebab ketidakpedulian tersebut disebabkan oleh ketakutan Facebook terhadap reaksi politik dari Partai Republik di AS.
"Kami takut akan reaksi politik jika kami menegakkan kebijakan kami tanpa pengecualian,” ujar seorang karyawan dalam chat internal perusahaan.
Ilustrasi Facebook dan Amerika Serikat. Foto: REUTERS/Dado Ruvic
Partai Republik dan kelompok sayap kanan di AS sering mengeklaim (secara salah) bahwa pandangan konservatif mereka didiskriminasi oleh Facebook lewat moderasi konten ujaran kebencian. Dokumen internal Facebook mengungkap bahwa eksekutif Facebook menanggapi keluhan mereka dengan membuat pertimbangan politik sebagai faktor utama dalam pengambilan keputusan perusahaan.
“Kami membuat pengecualian khusus untuk kebijakan tertulis kami untuk mereka, dan kami bahkan secara eksplisit mendukung mereka dengan memasukkan mereka sebagai mitra tepercaya dalam produk inti kami,” jelas karyawan Facebook yang lain dalam sebuah memo perpisahan kepada rekan kerja akhir tahun lalu.
ADVERTISEMENT
Selain memelihara konten hoaks dan berita provokatif, sorotan ke Facebook juga termasuk kedekatan tim kebijakan mereka terhadap faksi ideologi politik sayap kanan. Contohnya adalah Kepala Kebijakan Publik Global Facebook yang diisi oleh Joel Kaplan, mantan pejabat di era pemerintahan presiden George W. Bush sekaligus tokoh konservatif di AS.
The Independent melaporkan bahwa banyak saksi yang mengaku bahwa Joel Kaplan menjadi tokoh penting di Facebook yang melindungi konten hoaks dan provokatif dari moderasi konten. Menurut laporan The Washington Post, seorang whistleblower Facebook baru-baru ini mengaku bahwa Kaplan membela Breitbart News dari aturan perusahaan.
Kaplan dilaporkan memberi tahu seorang karyawan yang mempertanyakan kebijakan tersebut: "Apakah Anda ingin memulai pertengkaran dengan Steve Bannon?"
ADVERTISEMENT
Dalam sebuah pernyataan kepada The Washington Post, eksekutif Facebook mengatakan dia telah “secara konsisten mendorong perlakuan yang adil dari semua penerbit, terlepas dari sudut pandang ideologis, dan menyarankan bahwa ketelitian analitis dan metodologis sangat penting ketika menyangkut perubahan algoritmik.”
***
Jangan lewatkan informasi seputar Festival UMKM 2021 kumparan dengan mengakses laman festivalumkm.com. Di sini kamu bisa mengakses informasi terkait rangkaian kemeriahan Festival UMKM 2021 kumparan, yang tentunya berguna bagi para calon dan pelaku UMKM.