Tiga Anak Muda Indonesia di Balik Inovasi Hebat yang Lahir di ID Tech HQ - Grab

15 Agustus 2022 17:52 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sesi presentasi dan wawancara mengenai produk teknologi yang dikembangkan di Grab Tech ID seperti GrabMaps, GrabMerchant dan Ovo Invest di Kantor Grab, Jakarta. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Sesi presentasi dan wawancara mengenai produk teknologi yang dikembangkan di Grab Tech ID seperti GrabMaps, GrabMerchant dan Ovo Invest di Kantor Grab, Jakarta. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
ID Tech HQ - Grab, pusat inovasi regional Grab di Indonesia untuk UMKM dan pedagang pasar memiliki talenta digital Indonesia dengan kemampuan luar biasa yang karya inovasinya telah dimanfaatkan bukan hanya di dalam negeri, namun juga di ekosistem Grab di Asia Tenggara
Hal ini diakui oleh Neneng Goenadi, Country Managing Director Grab Indonesia. Dia mengatakan para talenta teknologi lokal yang memotori ID Tech HQ - Grab, telah melakukan transfer knowledge dan transfer teknologi ke dalam ekosistem Grab di Asia Tenggara.
Dari ratusan talenta yang ada di ID Tech HQ - Grab, ada tiga anak muda Indonesia yang punya peran besar dalam mengembangkan inovasi produk yang sesuai kebutuhan masyarakat, termasuk UMKM dan pedagang pasar tradisional di Indonesia. Mereka adalah Ariek Wibisono, Senior Map Operations Manager, GrabMaps Indonesia; Audry Nyonata, Senior Software Engineer, GrabMerchant; dan Wilson Cristian, Senior Product Manager, OVO I Invest.
Mari mengenal lebih jauh tiga talenta hebat di ID Tech HQ - Grab.

Ariek Wibisono, Senior Map Operations Manager, GrabMaps Indonesia

Senior Map Operatios Manager GrabMaps Indonesia, Ariek Wibisono. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Sesuai dengan titelnya sebagai Senior Map Operations Manager GrabMaps Indonesia, Ariek Wibisono adalah salah satu otak di balik pengembangan peta di aplikasi Grab agar bisa beroperasi dengan baik. Lewat GrabMaps, ia bersama tim lainnya memastikan mitra driver dan penumpang mudah berjumpa satu sama lain, dan dapat memangkas waktu pengantaran ke tempat tujuan.
Ariek merupakan lulusan Sarjana di bidang Kartografi dan Geografi dari Universitas Gadjah Mada (UGM). Ia juga memegang gelar Master di bidang Pengelolaan Sumber Daya Air di UGM.
Dia mengawali karier sebagai Geographic Analyst di HERE, perusahaan data mapping milik Audi, BMW, dan Daimler, yang memberikan layanan terkait pemetaan data khusus bagi sektor otomotif, konsumen, dan enterprise. Namun, kantornya resesi pada 2016, sehingga Ariek harus mencari peruntungan di tempat lain.
Di saat yang bersamaan, startup ride hailing sedang gencar-gencarnya masuk di Indonesia pada waktu itu. Ariek memutuskan untuk menjadi sopir taksi online sembari mencari pekerjaan baru.
Sebelum bergabung dengan Grab, Ariek adalah mantan mitra pengemudi GrabCar. Selama menjadi mitra GrabCar, dia mengaku pernah mengalami kesulitan untuk menemukan titik lokasi di aplikasi saat akan menjemput pelanggan. Banyak sekali kendala terkait hal ini, antara lain lokasi titik yang kurang akurat hingga titik yang belum ada.
Sederet kejadian unik inilah yang akhirnya membantu Ariek dalam membangun GrabMaps agar dapat meningkatkan layanan Grab khususnya, dan memberikan dampak positif bagi masyarakat secara luas.
GrabMaps adalah peta digital hyperlocal –sesuai dengan kebutuhan tiap lokasi operasional– yang dibuat dengan tujuan mempermudah konsumen, terutama mitra pengemudi, mitra UMKM, dan para pengguna Grab.
Di bawah kepemimpinannya, Ariek anggota tim Map Operations di Indonesia telah berhasil mengembangkan GrabMaps hingga mencakup 22 juta Points of Interest atau titik lokasi di lebih dari 200 kota di Indonesia. GrabMaps sendiri telah memetakan lebih dari 500.000 kilometer jalanan yang sama dengan mengelilingi bumi 12,5 kali. Kini, GrabMaps sudah dipakai di 7 dari 8 negara operasional Grab.

Audry Nyonata, Senior Software Engineer, GrabMerchant

Senior Software Engineer GrabMerchant, Audry Nyonata. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Muda, cerdas, dan energik. Itu kira-kira kata yang pantas untuk menggambarkan sosok Audry Nyonata. Di usia 25 tahun, wanita lulusan Institut Teknologi Bandung (ITB) Jurusan Informatika ini sudah dipercaya menjadi bagian penting dari Tim GrabMerchant Experience di Grab Indonesia.
Menjadi satu-satunya web engineer perempuan di tim Merchant Onboarding GrabMerchant, Audry tak kalah dengan talenta lokal lainnya yang bernaung di ID Tech HQ - Grab. Ia pun tergabung dalam tim inti yang mengembangkan Fitur Pendaftaran Mandiri di aplikasi GrabMerchant yang memangkas durasi pendaftaran calon merchant dari 3 minggu atau lebih menjadi 1-3 hari. Inovasi buatannya ini pun juga telah go international dan digunakan di Negeri Seribu Pagoda, Thailand.
Sebelum bergabung dengan Grab, ia pernah bekerja untuk mengembangkan website di Kadoqu selama 6 bulan serta menjadi Apprentice Moderator di Brainly.co.id. Audry juga pernah bergabung sebagai intern di Huawei dan perusahaan digital Pakaruto.
Ia bergabung dengan Grab pada 2019 sebagai Software Engineer - Web, dan dalam jangka waktu satu tahun dia dipercaya untuk menjadi Senior Software Engineer - Web. Audry mahir dalam berbagai jenis bahasa pemrograman, termasuk Javascript, PHP, MySQL, Apolio, GraphQL (full stack) dan lain sebagainya. Audry bergabung dengan Grab karena ingin pekerjaannya bisa berdampak dan membantu masyarakat Indonesia.
Di GrabMerchant, Audry menjadi salah satu yang termuda di timnya. Dia ditugaskan untuk membangun fitur self-onboarding atau pendaftaran mandiri di aplikasi GrabMerchant, termasuk memastikan kenyamanan pengguna melalui rancangan UI/UX yang optimal.
Dengan fitur Pendaftaran Mandiri yang dirancang Audry, proses registrasi UMKM hingga pedagang pasar tradisional sebagai mitra merchant Grab dapat dilakukan secara praktis sehingga mereka bisa segera menjual produknya di Grab. Pendaftaran merchant yang sebelumnya dilakukan semi-manual melalui portal web, sekarang bisa lebih cepat, nyaman, dan mudah diakses kapanpun dan di manapun hanya dengan membuka aplikasi GrabMerchant.

Wilson Cristian, Senior Product Manager OVO I Invest

Senior Product Manager Ovo Invest, Wilson Cristian. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Wilson Cristian, talenta muda berusia 25 tahun lulusan Universitas Indonesia (UI) Jurusan Sistem Informatika ini bergabung dengan OVO pada 2020 sebagai Product Designer. Kini, Wilson menjabat sebagai Senior Product Manager OVO.
Wilson menjadi bagian tim inti OVO yang berperan mengemas OVO Invest dari hanya sekadar konsep hingga menjadi produk investasi yang dilengkapi dengan fitur Pencairan Cepat. Inovasi yang menjadi terobosan di dunia investasi Indonesia ini memungkinkan pengguna untuk dapat mencairkan dananya hanya dalam hitungan detik saja. Dana yang telah dicairkan pun dapat langsung digunakan untuk bertransaksi.
Sebelum bergabung dengan OVO, Wilson bekerja di bidang sales/commercial di L’Oreal dari 2018 hingga 2020. Ia juga pernah terlibat dalam proyek social enterprise untuk Amantha di Boston Consulting Group (BCG), serta pengalaman magang di Accenture, Aminan Mineral, dan Kudo.
Selama kariernya, Wilson mendapatkan sejumlah penghargaan, termasuk dinobatkan sebagai peserta dalam program Young Leaders for Indonesia (McKinsey), menjadi perwakilan Indonesia dalam kompetisi P&G CEO Challenge Asia Pacific, dan memenangkan berbagai kompetisi business case di ajang nasional maupun internasional. Dia pernah menjabat sebagai Chief Operating Officer di StudentsxCEOs, yaitu platform yang menghubungkan perusahaan dan student leaders.
Ada tips menarik yang dikemukakan Wilson untuk para milenial yang ingin berkarier di bidang produk management. Dia mengatakan bahwa ada tiga prinsip yang harus dimiliki agar dapat menjadi seorang Product Manager (PM) yang baik. Pertama punya empati ke pengguna.
Kedua, punya sense of ownership tinggi. Artinya, seorang PM harus punya rasa kepemilikan yang tinggi atas produk yang menjadi tanggung jawabnya.
Ketiga, harus punya skill kolaborasi, karena seorang PM dalam kesehariannya dituntut untuk bekerja sama dengan berbagai macam pihak, baik di satu perusahaan maupun pihak eksternal lainnya.
“Jadi di sini dibutuhkan skill kolaborasi dan dituntut menyelesaikan permasalah yang dinamis di setiap harinya. Oleh karena itu kita butuh skill complex problem solving,” tutup Wilson.