Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
ADVERTISEMENT
Sejumlah peneliti dan jurnalis menemukan fakta bahwa sebagian besar wilayah Israel dan Palestina yang muncul di Google Earth tampak buram atau blur. Jika kamu melihat lebih detail gambar citra satelit wilayah Israel dan Palestina di Google Earth memiliki resolusi rendah.
ADVERTISEMENT
Saking buramnya gambar, hampir tidak bisa melihat jelas bangunan hingga mobil-mobil di wilayah Israel dan Palestina . Wilayah jalur Gaza pun tampak buram dan gedung-gedung di daerah itu hampir tidak terlihat.
Para peneliti dan jurnalis ingin menemukan lokasi serangan dan mendokumentasikan kehancuran yang terjadi di Gaza dengan memanfaatkan sumber terbuka atau informasi yang tersedia untuk umum, termasuk data pemetaan. Namun, sumber tersebut yakni Google Earth, platform pemetaan yang paling banyak digunakan, menampilkan citra terbaru untuk Gaza dengan resolusi rendah dan buram.
Bandingkan dengan Pyongyang, ibu kota Korea Utara, yang terkenal terisolasi dari dunia luar masih bisa terlihat jelas di Google Earth. Pengguna bisa melihat gedung-gedung dan mobil di kota Pyongyang dengan tajam, bahkan orang-orangnya pun masih tampak jelas.
ADVERTISEMENT
"Saya tahu ini adalah masalah terbaru yang terjadi di Gaza sekarang, tetapi tidak masuk akal bahwa Google (dan Bing dan bahkan Yandex) menolak memberikan citra satelit yang terbaik untuk beberapa tempat terpadat di bumi, dan secara teratur terkena serangan udara Israel," Aric Toler, seorang jurnalis untuk Bellingcat dalam tweet-nya.
Alasan wilayah Israel dan Palestina diburamkan
Dikutip BBC, hingga tahun lalu pemerintah Amerika Serikat membatasi kualitas citra satelit yang boleh diberikan oleh perusahaan AS secara komersial melalui keputusan Kyl-Bingaman Amendment (KBA) yang telah diperkenalkan pada tahun 1997 untuk mengatasi masalah keamanan Israel.
Meski putusan itu hanya merujuk pada Israel, namun juga diterapkan pembatasan gambar pada wilayah Palestina. Kualitas gambar KBA terbatas sehingga objek seukuran mobil terlihat sebagai gambar yang sangat buram, sehingga objek yang lebih kecil akan sangat sulit diidentifikasi.
ADVERTISEMENT
"Kami (Israel) akan selalu memilih untuk difoto dengan resolusi serendah mungkin," kata Amnon Harari, kepala program luar angkasa di Kementerian Pertahanan Israel tahun lalu, yang dilaporkan oleh Reuters.
"Itu selalu lebih baik untuk dilihat buram, daripada terlihat jelas."
Aturan KBA hanya berlaku untuk perusahaan AS, sehingga Airbus asal Prancis dapat memasok gambar-gambar citra satelit dengan resolusi yang lebih tinggi. Hal ini membuat AS semakin mendapat tekanan untuk mengakhiri pembatasannya.
Pada Juli 2020, KBA dibatalkan, dan sekarang pemerintah AS mengizinkan perusahaan Amerika untuk memberikan gambar wilayah yang jauh lebih berkualitas. Namun, hingga berita ini ditulis wilayah Israel dan Palestina masih tampak buram.
Google dan Apple yang memiliki aplikasi pemetaan buka suara. Apple mengatakan sedang berupaya memperbarui petanya ke resolusi yang lebih tinggi. Sementara, Google berdalih bahwa gambar yang ditampilkan di platform-nya berasal dari berbagai penyedia dan mempertimbangkan untuk memperbaiki kembali citra satelit dengan resolusi lebih tinggi.
ADVERTISEMENT
Platform pemetaan publik, seperti Google Earth dan Apple Maps, mengandalkan perusahaan yang memiliki satelit untuk memasok citra. Maxar dan Planet Labs, adalah dua yang terbesar, sekarang menyediakan gambar resolusi tinggi dari Israel dan Palestina. Gambar dengan kualitas yang jauh lebih tinggi dapat menampilkan detail hingga setengah meter atau kurang.
"Sebagai hasil dari perubahan baru-baru ini pada peraturan AS, citra Israel dan Gaza ditampilkan dengan resolusi 40 centimeter," kata Maxar dalam sebuah pernyataan.
Planet Labs mengkonfirmasi kepada BBC bahwa mereka memasok citra dengan resolusi 50 centimeter. Informasi citra satelit dapat digunakan untuk banyak tujuan, termasuk melacak deforestasi dan kebakaran hutan, serta menyelidiki pelanggaran hak asasi manusia di seluruh dunia.
Contohnya, para peneliti di Human Rights Watch bekerja sama dengan penyedia satelit Planet Labs pada 2017 untuk menunjukkan penghancuran desa Rohingya oleh militer di Myanmar.
ADVERTISEMENT