5 Kapal Tradisional Asli Indonesia Warisan Nenek Moyang, Sandeq hingga Bidar

28 Agustus 2024 9:00 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Festival Pacu Jalur di Riau. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Festival Pacu Jalur di Riau. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Saat masih kecil mungkin traveler pernah mendengarkan lagu 'nenek moyangku, seorang pelaut'. Dalam lagu anak-anak populer tersebut, dijelaskan bahwa nenek moyang bangsa Indonesia adalah seorang pelaut.
ADVERTISEMENT
Itu karena, konon sejak 65.000 tahun lalu mereka sudah pergi berlayar menggunakan kapal. Tak mengherankan jika Indonesia dikenal sebagai negara maritim, dan perahu atau kapal menjadi salah satu transportasi andalannya.
Hal ini makin diperkuat dengan banyaknya perahu atau kapal-kapal tradisional Indonesia yang sudah ada sejak zaman dahulu kala. Kapal-kapal tersebut tak hanya tangguh, tapi juga memiliki ciri khas yang menggambarkan fungsi dan dari mana kapal tersebut berasal.
Dilansir dari laman Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf), berikut kapal-kapal tradisional khas Indonesia yang telah ada sejak dulu.

1. Pinisi

Kapal Pinisi. Foto: Shutterstock
Kamu tentu sudah tidak asing lagi dengan kapal satu ini. Ya, kapal pinisi sangat sering kita jumpai di beberapa daerah di Indonesia, salah satunya adalah di kawasan Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur (NTT).
ADVERTISEMENT
Menariknya, kapal tradisional satu ini berasal dari Bulukumba, Sulawesi Selatan yang digunakan pelaut Suku Konjo, Suku Bugis, dan Suku Mandar. Konon, kapal pinisi menjadi salah satu bukti bahwa nenek moyang bangsa Indonesia adalah seorang pelaut. Sebab, kapal pinisi diperkirakan sudah berlayar mengarungi lautan sejak tahun 1500-an.
Kapal pinisi sangat mudah dikenali, karena memiliki ciri khas berupa tujuh layar yang berkibar, serta dua tiang utama pada bagian di depan dan belakang kapal.
Kapal pinisi tersebut dari kayu-kayu pilihan yang sangat kuat dan kokoh. Umumnya ada empat jenis kayu yang biasanya digunakan untuk membuat kapal pinisi, yaitu kayu besi, kayu bitti, kayu kandole, dan kayu jati. Kalau dulunya kapal ini digunakan untuk perdagangan, saat ini kapal pinisi kerap digunakan sebagai daya tarik wisata.
ADVERTISEMENT

2. Sandeq

Kapal tradisional sandeq. Foto: Shutterstock
Masih dari daerah Sulawesi tepatnya Sulawesi Barat, kapal sandeq merupakan kapal khas Suku Mandar. Ciri kapal ini adalah bentuknya yang langsing dan mungil, karena hanya memiliki lebar satu meter serta panjang sekitar 7 meter. Uniknya, walau bentuknya kecil, sandeq punya tiang layar yang tinggi mencapai 20 meter, dengan bentangan layar hingga 5 meter.
Walau bentuknya mungil, sandeq tetap memiliki kemampuan mengarungi lautan dengan sangat tangguh. Bahkan, sandeq dapat berlayar melawan arah angin, dengan teknik berlayar zigzag atau dalam bahasa Mandar disebut sebagai Makkarakkayi.
Bentuk sandeq yang ramping memang membantu perahu layar bercadik ini lebih lincah dan memiliki kecepatan dibandingkan perahu layar lainnya.

3. Jalur

Festival Pacu Jalur di Riau. Foto: Shutterstock
Riau juga memiliki perahu tradisional lainnya yang cukup unik, yakni jalur. Keunikan perahu ini ialah karena menggunakan kayu gelondongan, alias kayu utuh tanpa sambungan.
ADVERTISEMENT
Konon, perahu jalur sudah diwariskan secara turun-temurun oleh nenek moyang masyarakat Kuansing sejak ratusan tahun silam, dan digunakan sebagai alat transportasi masyarakat yang tinggal sepanjang aliran Sungai Kuantan.
Kini, perahu jalur menjadi salah satu daya tarik wisata dari Kabupaten Kuantan Singingi yang dikenal dengan Festival Pacu Jalur.
Hebatnya lagi, festival ini berhasil masuk dalam Top 10 Karisma Event Nusantara (KEN) 2024. Tak sekadar berlomba menjadi yang tercepat dalam kompetisi balap perahu tradisional saja, festival yang rencananya digelar pada 20-25 Agustus 2024 ini menjadi salah satu bentuk upaya melestarikan budaya dan tradisi leluhur.

4. Bidar

Perahu bidar. Foto: Shutterstock
Perahu tradisional khas Indonesia berikutnya bisa kamu jumpai di Palembang, Sumatra Selatan. Bernama bidar, perahu ini memiliki panjang sekitar 24-30 meter, lebar 75-100 sentimeter, dan tinggi 60-100 sentimeter.
ADVERTISEMENT
Dengan ukuran tersebut, perahu bidar bisa menampung hingga 45-58 orang. Namun, menurut kepercayaan masyarakat Palembang, perahu bidar hanya bisa dinaiki pria saja.
Dalam bahasa Palembang, bidar berarti biduk lancar. Konon, zaman dahulu perahu ini digunakan untuk memperebutkan putri cantik bernama Putri Dayang Merindu.
Legenda ini pun menjadi inspirasi sebuah festival budaya yang masuk dalam kalender Karisma Event Nusantara 2024: Festival Perahu Bidar, yang rencananya akan digelar pada 14-18 Agustus 2024 di Sungai Musi.

5. Pencalang

Ilustrasi perahu tradisional. Foto: Shutterstock
Sesuai namanya, kapal ini berasal dari kata pencalang atau pantchiallang dalam bahasa melayu berarti mengintai atau mengintip. Kapal tradisional satu ini kerap digunakan masyarakat Riau dan Semenanjung Melayu untuk berlayar dan memata-matai musuh.
ADVERTISEMENT
Menurut catatan sejarah dan relief pada Candi Borobudur, perahu pencalang sudah digunakan pada masa Kerajaan Majapahit. Kala itu digunakan untuk berdagang dan perang, karena melalui layar tinggi yang cocok untuk memata-matai musuh. Bahkan kapal pencalang juga menjadi simbol dan kendaraan resmi Kesultanan Siak Sri Indrapura. Kini, kapal pencalang menjadi maskot Provinsi Riau.