5 Suku dengan Tradisi Ekstrem di Indonesia, Ada yang Berburu Kepala Manusia

16 April 2022 8:39 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Suku Dayak dan Sumpitnya. Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Suku Dayak dan Sumpitnya. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dengan 17.508 pulau yang dihuni lebih dari 360 suku bangsa, Indonesia kaya akan keragaman budaya dan tradisi. Selain keunikannya, suku-suku di Indonesia ternyata juga punya tradisi yang terbilang ekstrem.
ADVERTISEMENT
Bagaimana tidak? Beberapa tradisi mengerikan ini bahkan tidak bisa diterima akal sehat. Mulai dari berburu kepala manusia hingga potong jari, berikut suku dengan tradisi paling ekstrem di Indonesia.

1. Suku Toraja - Membersihkan Jasad Para Leluhur

Salah satu anggota keluarga berfoto dengan jenazah kerabat yang diawetkan selama ritual adat yang disebut Ma'Nene di Panggala, Toraja Utara, Jumat (28/8). Foto: Hariandi Hafiz/AFP
Ritual unik sekaligus ekstrem pertama bisa kamu temui di Tana Toraja, Sulawesi Selatan. Suku ini memiliki tradisi atau ritual membersihkan jasad para leluhur yang sudah meninggal dunia ratusan tahun lalu.
Upacara ritual yang dilaksanakan setiap bulan Agustus ini diartikan sebagai penguasa kekerabatan di antara mereka. Bahkan, ritual Ma'Nene sudah menjadi aturan standar tak tertulis yang selalu dipatuhi oleh setiap warga negara.
Selanjutnya, setelah dikeluarkan dari kuburan, jasad tersebut dibersihkan. Lalu, pakaian yang digunakan jasad tersebut digantikan dengan menggunakan kain atau pakaian baru. Setelah pakaian baru terpasang, jasad dibungkus dan dimasukkan kembali ke Patane.
ADVERTISEMENT
Ritual Ma’Nene tidak hanya sekadar ritual memandikan jasad dan memakaikan pakaian baru. Ritual ini memiliki makna lebih, yakni mencerminkan betapa pentingnya hubungan antar-anggota keluarga bagi masyarakat Toraja, terlebih bagi sanak saudara yang telah terlebih dahulu meninggal dunia.
Walaupun saat ini ritual tersebut sudah jarang dilakukan, beberapa daerah seperti Desa Pangala dan Baruppu masih rutin melaksanakan ritual tersebut setiap tahunnya.

2. Suku Mentawai - Meruncingkan Gigi

Ilustrasi tato suku Mentawai, Suamtera Barat. Foto: Shutterstock
Setiap wanita tentunya memilki standar kecantikan masing-masing. Bagi wanita Suku Mentawai, kecantikan dapat diukur dari gigi yang runcing. Tradisi kerik gigi salah satu cara warga Mentawai untuk mempertahankan tradisi yang ada sejak lama.
Tradisi ini sebenarnya memiliki makna untuk mengendalikan diri dari enam sifat buruk manusia yang sudah tertanam sejak dulu, atau yang dikenal dengan nama Sad Ripu. Enam sifat buruk ini adalah hawa nafsu (Kama), tamak (Lobha), marah (Krodha), mabuk (Mada), iri hati (Matsarya), dan bingung (Moha).
ADVERTISEMENT
Penduduk Suku Mentawai percaya bahwa wanita yang memiliki gigi runcing seperti hiu memiliki nilai lebih, daripada yang tidak bergigi runcing. Hal ini kemudian membuat wanita Suku Mentawai melakukan tradisi tersebut meski harus menahan sakit yang luar biasa ketika proses peruncingan gigi.
Alat yang digunakan pun terbuat dari besi atau kayu yang sudah diasah hingga tajam. Tentunya proses ritual ini menyakitkan, maka dari itu sebelum proses, biasanya wanita Suku Mentawai mengigit pisang hijau. Proses kerik gigi dilakukan oleh ketua adat.

3. Suku Dayak - Berburu Kepala Manusia

Suku Dayak dan Sumpitnya Foto: Shutter Stock
Tradisi ngayau atau kayau merupakan salah satu tradisi mengerikan yang pernah dilakukan masyarakat Suku Dayak, Kalimantan. Di masa lalu, saat para kelompok masih memuja Dewa, mereka melakukan Ngayau alias tradisi berburu kepala manusia.
ADVERTISEMENT
Bagi kepercayaan masyarakat Suku Dayak, memenggal kepala manusia merupakan cara untuk membuktikan keberanian dan kemenangan. Namun, tak semua Dayak menjalankan tradisi ini, hanya Suku Dayak Ngaju, Dayak Kenyah, dan Dayak Iban.
Namun, tradisi mengerikan itu ditinggalkan beberapa Suku Dayak pada 1874. Saat itu, Damang Batu, Kepala Suku Dayak Kahayan mengumpulkan sub-sub Suku Dayak untuk mengadakan musyawarah yang diberi nama Tumbang Anoi.
Isi pertemuan itu adalah perjanjian mengakhiri tradisi Ngayau, karena dianggap menimbulkan perselisihan di antara Suku Dayak. Tetapi pada 2001 saat bentrokan di Sampita antara Suku Dayak dengan Suku Madura yang merupakan pendatang, membuat tradisi mengerikan itu seperti kembali dilakukan.
Hasilnya ratusan korban berupa tubuh tanpa kepala berjatuhan akibat perburuan yang tiada henti. Praktik tersebut tidak meluas dan berlanjut, sehingga hanya pada konteks perselisihan kedua suku tersebut saja. Kini tradisi tersebut sudah punah dan tidak dilakukan lagi.
ADVERTISEMENT

4. Suku Naulu - Penggal Kepala untuk Persembahan

Ilustrasi suku pedalaman. Foto: Sergey Uryadnikov/shutterstock
Suku Naulu merupakan suku yang mendiami pedalaman Pulau Seram, Maluku, dan dikenal memiliki tradisi yang mengerikan, memenggal kepala manusia sebagai persembahan.
Suku Naulu tersebar di dua dusun, yakni Dusun Nuanea dan Dusun Sepa. Salah satu yang khas dari suku Naulu ialah ikat kepala berwarna merah (kain berang)
Tradisi memenggal kepala ini dilakukan sejak zaman dulu, ketika perang antarsuku masih marak terjadi. Selain itu, raja-raja suku Naulu zaman dulu menggunakan tradisi ini untuk memilih menantu laki-laki dan saat melakukan ritual Pataheri, yakni meresmikan kedewasaan seorang laki-laki.
Tradisi yang awalnya sudah hilang di awal tahun 1900-an ini kembali berlanjut hingga 1940-an. Namun, saat ini tradisi mengerikan itu tidak terdengar lagi. Adapun, ritual Pataheri yang masih berlangsung hingga saat ini, persembahannya diganti dengan burung kuskus.
ADVERTISEMENT

5. Suku Dani - Potong Jari dan Daun Telinga

Suku Dani yang menjalani tradisi Iki Palek dengan memotong jarinya Foto: Shutter stock
Suku yang bermukim di Lembah Baliem, Papua, ini memiliki cara yang ekstrem untuk mengekspresikan bukti cinta kepada kerabat atau keluarga yang meninggal. Mereka memotong satu ruas jarinya sebagai bentuk kesetiaan terhadap orang terdekatnya yang meninggal.
Pemotongan jari juga diartikan sebagai rasa sakit yang luar biasa. Tradisi ini disebut dengan Ritual Iki Palek. Mereka pun sadar jika ritual ini sangat menyakitkan. Namun, mereka rela melakukan apa saja demi bukti cinta terhadap pasangan.
Iki Palek dilakukan oleh wanita saja. Jadi, ketika kerabat dekat, suami atau anak meninggal, maka jari mereka akan dipotong. Jangan heran jika melihat jari ibu-ibu di sini banyak yang terputus. Hal ini menandakan jika banyak kerabat dekat yang telah meninggal.
ADVERTISEMENT
Untuk memotong ruas jari, mereka menggunakan kapak atau pisau tradisional. Bahkan tak jarang mereka menggigit jari mereka sendiri hingga terputus. Bagi Suku Dani, jari diartikan sebagai simbol kerukunan, kesatuan, dan kekuatan dalam diri manusia maupun keluarga.
Sedangkan, Nasu Palek adalah tradisi di mana beberapa anggota suku Dani memotong daun telinga mereka sebagai ungkapan belasungkawa.