5 Suku dengan Tradisi Perkawinan Unik di Indonesia, Ada Kawin Culik

29 Agustus 2023 9:03 WIB
ยท
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi pernikahan suku Sasak di Lombok Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi pernikahan suku Sasak di Lombok Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Di Indonesia, pernikahan bukan hanya menjadi ajang menyatukan sepasang kekasih dalam ikatan resmi. Lebih dari itu, ada banyak tradisi pernikahan unik yang masih dilakukan hingga sekarang.
ADVERTISEMENT
Tradisi tersebut dilakukan sebagai bentuk syukur dan juga untuk memperoleh kebaikan bagi calon mempelai. Apa saja? Yuk, simak ulasannya.

1. Pingitan, Suku Jawa

Ilustrasi pernikahan adat Jawa. Foto: farhankudosan/Shutterstock
Suku Jawa dikenal sebagai salah satu suku yang masih memegang teguh nilai-nilai luhurnya. Salah satunya adalah tradisi yang dilakukan menjelang pernikahan, yakni pingitan.
Tradisi ini biasanya dilakukan oleh para mempelai sebelum melangsungkan pernikahan. Dalam tradisi ini, calon mempelai wanita dilarang bertemu dengan calon mempelai pria.
Pada masa itu, calon pengantin wanita dilarang keluar rumah. Momen tersebut juga dijadikan sebagai waktu untuk melatih dan merawat diri sebelum resmi menjadi istri.
Calon pengantin wanita melakukan perawatan tubuh di rumah, seperti luluran, berpuasa, dan minum jamu-jamuan.
Tradisi ini telah menjadi budaya turun-temurun bagi masyarakat Jawa. Masa pingitan biasanya berkisar satu sampai dua bulan bagi calon mempelai perempuan.
ADVERTISEMENT

2. Kawin Colong, Suku Osing (Banyuwangi)

Ilustrasi pernikahan. Foto: SasinTipchai/Shutterstock
Selain pingitan, masyarakat Jawa juga memiliki tradisi perkawinan yang tak kalah unik lainnya. Tradisi tersebut dilakukan oleh Suku Osing di Banyuwangi, Jawa Timur.
Dalam tradisi ini, si perempuan akan "diculik" oleh laki-laki yang hendak menikahinya. Selanjutnya, pihak laki-laki akan menunjuk seseorang yang lebih tua sebagai 'colok', untuk membujuk orang tua perempuan.
'Colok' ini adalah seorang penengah yang mana tugasnya mewakili si pihak pria untuk meminta izin kepada orang tua si wanita.
Ketika 'colok' sudah datang, orang tua perempuan pasti akan menyetujui pernikahan itu.
Sejarah munculnya tradisi ini karena ada kejadian ketidaksetujuan orang tua perempuan pada pernikahan anaknya, sehingga calon pengantin melakukan kawin colong.
ADVERTISEMENT

3. Kawin Culik, Suku Sasak (Lombok)

Ilustrasi pernikahan di Lombok Foto: Shutter Stock
Bergeser ke Nusa Tenggara Barat (NTB), Suku Sasak di Dusun Sade, Desa Rambitan, Kecamatan Puju, Kabupaten Lombok juga punya tahapan unik dalam prosesi pernikahan. Tradisi unik ini mengharuskan calon suami menculik kekasihnya.
Keduanya akan membuat 'perjanjian' kapan proses penculikan ini akan dilaksanakan. Aksi penculikan yang boleh dilakukan pada malam hari saja harus ditutup rapat-rapat, termasuk tidak boleh diketahui oleh orang tua dari pihak perempuan.
Yang mengetahui aksi ini hanya laki-laki dan perempuan itu saja, serta beberapa kerabat dekat yang akan membantu proses penculikan. Ketika hari H, saat malam hari sang wanita akan mencari cara supaya dapat keluar rumah, dan saat ini sang kekasih serta beberapa kerabat dekatnya akan menunggu di luar, kemudian menculiknya.
ADVERTISEMENT
Setelah berhasil, keduanya akan lari keluar desa, mereka akan bermalam di rumah saudara atau kerabat. Mengutip Antara, aksi penculikan atau 'Merani' didasari oleh rasa suka sama suka.
Walau sang gadis banyak disukai pria lain, namun yang berhasil membawa lari pertama, dia akan mendapatkannya. Maka dari itu, baik pihak pria dan wanita harus menyiapkan rencana dengan matang dan tidak boleh terdengar orang lain agar tidak gagal.
Jika sudah dibawa lari, maka keduanya harus sesegera mungkin dinikahkan.

4. Sinamot, Suku Batak

Ilustrasi perkawinan adat Batak. Foto: EPHRAIM JUANDA/Shutterstock
Mirip-mirip dengan uang panai, sinamot adalah tradisi unik Suku Batak yang mengharuskan mempelai melakukan negosiasi mahar pernikahan. Besarnya mahar ini tergantung pada status sosial, tingkat pendidikan, dan karier pihak perempuan.
ADVERTISEMENT
Sebagai contoh, perempuan yang memiliki gelar sarjana tentu akan dihargai dengan nilai lebih tinggi ketimbang mereka yang hanya lulus Sekolah Menengah Atas (SMA).
Pemberian sinamot dalam pernikahan Suku Batak adalah sebuah kewajiban sebab Sinamot tak hanya dilihat sebagai syarat sah nikah namun juga sebuah perjuangan.
Sinamot dipandang sebagai bukti nyata kesungguhan pria, terutama bagi seluruh keluarga besar. Tak hanya itu, tradisi ini juga bertujuan untuk meyakinkan orang tua mempelai perempuan bahwa sang anak bisa mendapat pria yang baik dan mau berjuang untuknya.

5. Ngekeb & Mendeng-Dengenan, Suku Bali

Ilustrasi venue pernikahan di Bali. Foto: Dok. Jerry Aurum/asset.indonesia.travel
Terakhir, Ngekeb dan Mendeng-Dengenan merupakan adat perkawinan yang dilakukan oleh Suku Bali.
Dalam tradisi ini, kedua pihak laki-laki dan perempuan menentukan tanggal yang tepat untuk melaksanakan pernikahan. Ngekeb adalah adat yang dilakukan setelah tanggal pernikahan sudah ditentukan.
ADVERTISEMENT
Mempelai wanita diberikan waktu untuk mempersiapkan diri sebelum hari H di mana mereka diwajibkan untuk tampil secantik mungkin dengan dandanan lengkap. Sementara pihak pria diberikan waktu untuk menyiapkan keranjang berisi pemberian sebagai simbol kedua pihak saling memberikan pujian.
Terakhir, Mendeng-dengenan adalah tradisi di mana kedua mempelai melakukan prosesi penyucian.