5 Suku di Berbagai Negara yang Lakukan Ritual Adat Menggunakan Jenazah

15 Juni 2020 7:09 WIB
·
waktu baca 6 menit
clock
Diperbarui 18 Januari 2022 10:14 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sekte Aghori, India  Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Sekte Aghori, India Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Berbagai suku di dunia memiliki keyakinan bahwa kematian adalah jalan menuju kekekalan. Maka dari itu, suku-suku di berbagai negara banyak yang melibatkan jenazah atau orang yang telah meninggal dalam menjalankan ritual adat.
ADVERTISEMENT
Ritual ini pun dilakukan bukan tanpa alasan. Sebab, banyak dari masyarakat yang percaya bahwa ritual tersebut bagian dari momen penghormatan dan memuliakan jenazah.
Beberapa ritual ini dilakukan dengan praktik yang tidak masuk akal dan tergolong keji. Meski begitu, banyak dari masyarakat yang percaya bahwa ritual seperti ini bisa memberikan kekuatan dan keselamatan akhirat untuk orang yang telah meninggal.
Untuk itu, berikut kumparan rangkum lima ritual yang melibatkan orang meninggal di berbagai negara.

1. Aghori Shadus, India

Suku Aghori India Foto: Shutterstock
Sekte Aghori Sadhus merupakan kelompok pemuja Dewa Siwa di India yang masih melakukan praktik kanibalisme. Sekte Aghori memakan mayat manusia dalam berbagai kondisi tanpa terkecuali, baik segar, busuk, terbakar ataupun mentah.
ADVERTISEMENT
Sekte Aghori menggunakan kanibalisme sebagai cara untuk merangkul kematian dan menolak sikap, serta kebiasaan duniawi yang diyakini akan membantu mereka menjadi jelmaan Dewa Siwa. Sekte Aghori memakan mayat manusia baik dalam keadaan segar dan mentah, busuk, maupun yang sudah terbakar karena proses kremasi.
Untuk mendapatkan 'hidangan makannya', sekte Aghori mencari jenazah di Sungai Gangga yang tercemar di India. Lokasi tersebut dianggap strategis, karena dekat dengan tempat kremasi atau pembakaran manusia.
Suku Aghori India Foto: Shutterstock
Sekte Aghori tinggal di tepi Sungai Gangga, tepatnya di kota Varanasi. Sebagai kota favorit Dewa Siwa, Varanasi dipercaya memberikan keselamatan akhirat kepada jenazah yang dikremasi di kota tersebut. Akibatnya, ribuan jenazah setiap tahunnya dibawa ke Varanasi untuk dikremasi.
Selain praktik kanibalisme, ada ritual lain yang dijalani suku ini, seperti melakukan hubungan badan dengan wanita yang sedang menstruasi di tengah-tengah kerumunan mayat. Mereka meyakini, melakukan hal tersebut membuat mereka memiliki kekuatan supranatural.
ADVERTISEMENT
Tak hanya untuk dimakan, abu mayat hasil kremasi juga kerap mereka gunakan sebagai aksesoris. Salah satunya adalah dengan menaburkannya di seluruh tubuh

2. Ritual Ma'Nene, Tana Toraja

Para anggota keluarga sedang mengganti pakaian jasad leluhur Foto: Shutterstock
Tana Toraja, Sulawesi Selatan merupakan salah satu destinasi yang bisa kamu kunjungi untuk melihat keberagaman budaya Indonesia. Salah satu tradisi yang paling unik di Tana Toraja adalah Ma'Nene.
Ritual unik dan misterius ini merupakan kegiatan membersihkan jasad para leluhur yang sudah meninggal dunia ratusan tahun lalu. Walaupun saat ini ritual tersebut sudah jarang dilakukan, beberapa daerah seperti Desa Pangala dan Baruppu masih rutin melaksanakan ritual tersebut setiap tahunnya.
Upacara ritual yang dilaksanakan setiap bulan Agustus ini diartikan sebagai penguasa kekerabatan di antara mereka. Bahkan, ritual Ma'Nene sudah menjadi aturan standar tak tertulis yang selalu dipatuhi oleh setiap warga negara.
Ritual Ma'Nene, mengganti pakaian jasad leluhur Foto: Shutterstock
Prosesi ritual adat ini diawali dengan berkunjungnya anggota keluarga ke pemakaman leluhur yang dinamakan Patane. Kemudian para anggota keluarga mengambil jasad anggota keluarga yang tersimpan selama ratusan tahun.
ADVERTISEMENT
Selanjutnya, setelah dikeluarkan dari kuburan, jasad tersebut dibersihkan. Lalu, pakaian yang digunakan jasad tersebut digantikan dengan menggunakan kain atau pakaian baru. Setelah pakaian baru terpasang, jasad dibungkus dan dimasukkan kembali ke Patane.
Ritual Ma’Nene tidak hanya sekadar ritual memandikan jasad dan memakaikan pakaian baru. Ritual ini memiliki makna lebih, yakni mencerminkan betapa pentingnya hubungan antar-anggota keluarga bagi masyarakat Toraja, terlebih bagi sanak saudara yang telah terlebih dahulu meninggal dunia.

3. Suku Dani, Papua

Suku Dani di Papua Foto: Shutterstock
Mengawetkan mayat bukanlah hal baru dalam kebudayaan Indonesia. Suku-suku di Indonesia punya cara sendiri untuk ‘mengabadikan’ tubuh kerabatnya.
Suku Dani di Papua misalnya. Suku yang mendiami Lembah Baliem, Wamena, Papua ini punya cara yang unik sekaligus ‘sadis’ dalam mengawetkan mayat.
ADVERTISEMENT
Setelah jenazah meninggal, mereka membongkarnya untuk mengeluarkan organ tubuh. Mayat itu dilumuri minyak babi untuk kemudian dimasukkan ke Honai, rumah kecil di depan desa yang digunakan untuk mengasapi jenazah.
Ya, jenazah itu diasapi di atas perapian hingga darah dan cairan lainnya mengering. Setelah proses itu selesai, kerangka tulang mayat itu akan menjadi hitam pekat. Mumi itu kemudian didudukkan di depan rumah, seakan masih mampu mengawasi penduduk desa yang masih hidup.
Tradisi pengawetan mayat Suku Dani diduga telah berlangsung lebih dari 300 tahun. Namun, hanya dilakukan pada tokoh penting yang dianggap sebagai pembawa berkah. Pengawetan mayat merupakan bentuk penghormatan bagi Suku Dani.

4. Suku Yanomami, Brasil

Suku Yanomami di hutan Amazon Foto: . REUTERS/Carlos Garcia Rawlins
Sama seperti sekte Aghori, Suku Yanomani juga melakukan praktik kanibalisme dalam ritual adatnya. Suku yang tinggal jauh dalam hutan Amazon di Brasil ini diduga berasal dari Selat Bering yang bermigrasi 1.500 tahun yang lalu.
ADVERTISEMENT
Endo kanibalisme atau budaya memakan jasad orang-orang yang dicintai adalah cara Suku Yanomami membagikan rasa sayang, memberi penghiburan, atau memuliakan keluarga dan kerabat yang dicintai.
Suku Yanomami meyakini bahwa jiwa manusia perlu dilindungi dan dapat kembali ke bumi setelah kematian dalam bentuk berbeda selayaknya reinkarnasi. Oleh sebab itu, suku ini tidak memburu beberapa jenis burung yang dirasa dapat menjadi bentuk reinkarnasi.
Dukun Yanomami yang juga juru bicara Yanomami dari India di Brasil, Davi Kopenawa Yanomami. Foto: Martin BUREAU / AFP
Sesuai dengan kepercayaannya, suku ini mempercayai bahwa manusia tidak dapat diselamatkan dan memasuki surga Yanomami apabila tidak memiliki jiwa yang murni. Jiwa dari orang yang meninggal hanya dapat diselamatkan secara utuh jika mayatnya dibakar dan abunya dimakan oleh keluarga, serta saudara-saudaranya sebagai pertanda bahwa mereka yang meninggal telah benar-benar melepaskan hal duniawi.
ADVERTISEMENT
Tidak hanya itu, Suku Yanomami percaya bahwa dengan memakan abu orang yang dicintai akan membuat jiwa mereka terbebas dari kutukan, yang mengharuskan mereka tinggal di dunia peralihan yang berada di antara kehidupan dan kematian.
Jasad keluarga yang meninggal akan ditutupi dengan dedaunan dan didiamkan selama 35-40 hari di hutan di dekat pondok pemukiman Yanomami. Sisa jasad akan dikumpulkan oleh para pria dalam keluarga tersebut dan disimpan di dalam labu. Setelah setahun, sisa jasad akan dikremasi.

5. Tradisi Tiwah, Dayak

Masyarakat Dayak Ngaju di Kalimantan punya sebuah kepercayaan tentang kematian. Yakni bahwa ketika manusia meninggal, rohnya tak akan mati, melainkan beralih tempat ke dunia roh sampai kematian kedua tiba.
ADVERTISEMENT
Untuk itu, mereka yang telah meninggal perlu diantar ke dunia akhirat melalui tradisi Tiwah agar bisa bersama dengan Sang Pencipta. Tiwah merupakan upacara pemakaman yang dilakukan secara turun-temurun oleh Suku Dayak Ngaju dengan membakar tulang-belulang leluhur atau keluarga yang telah meninggal dunia.
Menurut kepercayaan Kaharingan yang dianut Dayak Ngaju pada masa lampau, rangkaian upacara ini akan mengantarkan arwah (Liaw) menuju dunia akhirat (Lewu Tatau). Sampainya arwah manusia di Lewu Tatau dianggap sebagai puncak kehidupan manusia, karena mereka dapat hidup secara sempurna bersama Sang Pencipta.
Suku Dayak dan Sumpitnya. Foto: Shutterstock
Salah satu rangkaian upacara dalam tradisi Tiwah adalah Nganjang yang dilakukan keluarga dengan cara menyanyi sambil menari mengelilingi jenazah. Sementara itu pemimpin upacara akan mengucapkan mantera-mantera. Setelah itu, ada pula penyembelihan kerbau yang akan dilakukan dengan cara ditombak.
ADVERTISEMENT
Upacara pembakaran jenazah pada masyarakat Dayak Ngaju dan Manyaan lebih bersifat simbolis, sehingga tidak semua tulang belulang leluhur atau anggota keluarga akan habis terbakar. Sisa abu pembakaran tulang akan dibungkus dalam kain merah dan kemudian diletakkan ke dalam gong, sebelum akhirnya akan diangkat dan disimpan dalam sandong.