news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

7 Ritual Pemakaman Terunik di Indonesia, Ngaben hingga Brobosan

23 Juli 2018 19:02 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tengkorak di  Desa Trunyan, Bali. (Foto: Flickr / ketut bolank)
zoom-in-whitePerbesar
Tengkorak di Desa Trunyan, Bali. (Foto: Flickr / ketut bolank)
ADVERTISEMENT
Ritual pemakaman menjadi sebuah proses akhir untuk mengantarkan seseorang yang sudah meninggal dunia ke tempat peristirahatan terakhirnya. Isak tangis dan kesedihan biasanya mengiringi proses pemakanan seseorang yang telah meninggal dunia.
ADVERTISEMENT
Namun, bagi beberapa daerah, kesedihan tersebut diubah menjadi sebuah ritual untuk melakukan penghormatan terakhir. Selain itu, ritual tersebut biasa dilakukan sebagai simbol ikhlas dalam melepaskan sanak saudara atau keluarga yang meninggal dunia.
Berbagai upacara dan ritual pemakaman unik bahkan masuk ke dalam budaya setiap suku di Indonesia. Untuk itu, berikut kumparanTRAVEL rangkum enam ritual pemakaman yang hadir di Indonesia:
1. Ngaben, Bali
Ngaben. (Foto: Flickr/Ghost_tea)
zoom-in-whitePerbesar
Ngaben. (Foto: Flickr/Ghost_tea)
Salah satu ritual pemakaman yang terkenal unik di Indonesia adalah Ngaben. Ritual pemakaman yang dilakukan penduduk di Pulau Dewata itu merupakan salah satu aktivitas budaya masyarakat yang menjelma jadi atraksi unik bagi wisatawan dalam dan luar negeri.
Dalam upacara Ngaben, jenazah akan dibakar dalam sebuah patung. Patung yang digunakan umumnya berbentuk lembu.
Ngaben Keluarga Puri Ubud, Gianyar, Bali (Foto: Twitter @Kemenpar_RI)
zoom-in-whitePerbesar
Ngaben Keluarga Puri Ubud, Gianyar, Bali (Foto: Twitter @Kemenpar_RI)
Upacara pembakaran ini dilakukan untuk melepas roh manusia dari segala hal duniawi, sekaligus simbol ikhlas keluarga untuk melepas kepergian. Ngaben juga berguna untuk mengembalikan unsur Panca Maha Butha ke alam semesta.
ADVERTISEMENT
Dalam acara pemakaman, jenazah tak hanya dibakar dalam patung, tetapi juga dibakar dengan bunga dan persembahan lainnya.
2. Mepasah, Bali
Sisa Tulang dan Tengkorak dari Mepasah. (Foto: Flickr / Sura Ark)
zoom-in-whitePerbesar
Sisa Tulang dan Tengkorak dari Mepasah. (Foto: Flickr / Sura Ark)
Masih dari Bali, sebuah desa bernama Trunyan, Kintamani punya ritual unik lain untuk memakamkan sanak saudaranya yang meninggal. Yaitu dengan membiarkan jenazah berada di alam terbuka atau diberi nama Mepasah.
Dalam tradisi Mepasah, jenazah akan diletakkan di dalam lubang sedalam 10-20 sentimeter dekat pohon Taru Menyan. Jenazah tersebut akan diberikan penghalang bambu berbentuk segitiga yang dinamai Ancak Saji.
Acak Saji di Desa Trunyan, Bali. (Foto: Flickr / Petter Thorden)
zoom-in-whitePerbesar
Acak Saji di Desa Trunyan, Bali. (Foto: Flickr / Petter Thorden)
Salah satu aturan dalam tradisi Mepasah yaitu hanya diperuntukkan bagi mereka yang meninggal dengan wajar. Sebelum diletakkan di dekat pohon, jenazah harus melalui sebuah upacara pembersihan yang akan dilanjutkan dengan pemandian menggunakan air hujan. Uniknya, jenazah tersebut nantinya akan membusuk seiring dengan waktu tanpa menimbulkan bau busuk.
ADVERTISEMENT
3. Waruga Sawangan, Minahasa
Waruga Sawangan di Sulawesi Utara  (Foto: Flickr/Eko Septiono Diharjo)
zoom-in-whitePerbesar
Waruga Sawangan di Sulawesi Utara (Foto: Flickr/Eko Septiono Diharjo)
Tradisi Waruga Sawangan merupakan tradisi pemakaman kuno yang dilakukan oleh Suku Minahasa. Berasal dari dua kata, yaitu 'Waru' yang berarti 'Rumah' dan 'Ruga' yang diartikan sebagai 'Raga'.
Jenazah dimakamkan dalam posisi duduk melipat lutut, seperti bayi dalam kandungan di dalam Rumah Raga tersebut. Suku Minahasa percaya bahwa dalam posisi seperti itulah seharusnya manusia kembali pada sang pencipta.
Kata Waruga Sawangan sendiri berasal dari lokasi Waruga yang berada di Desa Sawangan, Kabupaten Minahasa Utara, Sulawesi Utara. Sedangkan Waruga atau Rumah Raga merupakan tempat pemakaman yang berbentuk sarkofagus berbahan batu.
Waruga Sawangan digunakan pada abad 9 Masehi dan berakhir pada tahun 1800-an, karena dianggap menyebarkan penyakit tifus dan kolera oleh pemerintah Belanda saat itu. Saat ini Waruga Sawangan tak lagi menjadi tempat pemakaman, tetapi cagar budaya sekaligus spot Instagramable bagi pemburu feed Instagram.
ADVERTISEMENT
4. Rambu Solo, Tana Toraja
Rambu Solo. (Foto: Flickr/Arian Zwegers)
zoom-in-whitePerbesar
Rambu Solo. (Foto: Flickr/Arian Zwegers)
Rambu Solo adalah sebuah ritual pemakaman yang dilakukan oleh penduduk Toraja untuk menyempurnakan kematian para jenazah. Upacara ini bertujuan mengantarkan arwah keluarga atau sanak keluarga yang meninggal, untuk kembali dan berkumpul dengan arwah nenek moyang dalam satu kawasan peristirahatan.
Dalam praktiknya, Rambu Solo menjadi salah satu upacara adat terbesar penduduk Toraja. Keluarga jenazah yang melakukan perayaan ini akan menyembelih kerbau dalam jumlah banyak dan membuat perayaan secara besar-besaran.
Ritual Suku Toraja (Foto: REUTERS/Darren Whiteside)
zoom-in-whitePerbesar
Ritual Suku Toraja (Foto: REUTERS/Darren Whiteside)
Alasan Rambu Solo disebut sebagai tradisi penyempurnaan kematian adalah karena seseorang hanya akan dianggap sudah benar-benar meninggal apabila tradisi ini telah dilakukan.
Jika Rambu Solo belum dilaksanakan, maka jenazah akan dianggap seperti orang yang sakit atau lemah. Mereka akan diperlakukan selayaknya manusia yang masih hidup, seperti diajak mengobrol, diberi makan dan minum.
ADVERTISEMENT
5. Saur Matua atau Cawir Metua, Sumatera Utara
Jika kematian identik dengan kesedihan, maka ada pengecualian bagi suku Batak yang telah meninggal dunia tanpa meninggalkan satu pun anak yang belum menikah. Bagi suku Batak, mereka yang telah menikahkan semua anaknya dan mempunyai cucu sebelum meninggal dianggap telah berhasil mencapai kepuasan dalam hidup.
Karena memiliki ketentuan yang didasarkan pada anak dan cucu, umumnya orang-orang yang dimakamkan dengan ritual ini biasanya sudah sangat tua.
Ketentuan tersebut juga yang membuat tidak semua orang bisa melakukan ritual Saur Matua atau Cawir Metua saat meninggal. Yang menjadi ciri saat ritual ini adalah penggunaan lagu yang mengiringi upacara adatnya.
Jika biasanya menggunakan lagu atau iring-iringan musik duka, maka dalam upacara ini iring-iringan yang digunakan merupakan musik gembira atau suka cita. Perbedaan penyebutan Saur Matua dan Cawir Metua hanya berdasarkan suku yang menggunakan. Biasanya Batak Toba menggunakan penyebutan Saur Matua, sedangkan Karo menggunakan istilah Cawir Metua.
ADVERTISEMENT
6. Brobosan, Jawa Timur
Dari Jawa Timur, terdapat sebuah ritual pemakaman unik bernama Brobosan yang dilakukan dengan cara berjalan mondar-mandir sebanyak tiga kali.
Brobosan merupakan ritual unik yang menyimbolkan sebuah bentuk penghormatan terhadap jasa mendiang semasa hidup di dunia. Dilakukan sebelum berangkat ke pemakaman, seluruh anggota keluarga akan berjalan secara berurutan melewati peti mati yang berada di atas mereka.
Brobosan dilakukan mulai dari sisi sebelah kanan keranda, menerobos bagian bawah keranda jenazah yang diangkat tinggi-tinggi. Selain menyimbolkan penghormatan pada mendiang, Brobosan dilakukan untuk menghormati tuah atau ilmu dan mengambilnya dari jenazah, sehingga tuah tersebut dapat menurun ke anak-anaknya.
7. Kuburan di Atas Tanah Dayak Banuaq, Kalimantan
Masyarakat Dayak Banuaq di Kalimantan tidak melakukan penguburan terhadap jenazah keluarga atau sanak saudaranya yang meninggal.
ADVERTISEMENT
Sebaliknya, jenazah tersebut akan dimasukkan ke dalam kayu berbentuk bulat dan digantung di sekitar rumah, hingga akhirnya berubah menjadi tumpukan tulang. Setelah menjadi tulang, jenazah akan dimasukkan ke dalam kotak kayu ulin yang disangga beberapa tiang.
Kuburan di atas Tanah Dayak Banuaq (Foto: Flickr/Wanto B-Hunter)
zoom-in-whitePerbesar
Kuburan di atas Tanah Dayak Banuaq (Foto: Flickr/Wanto B-Hunter)
Masyarakat Dayak Banuaq percaya bahwa tempat 'menyimpan' jenazah ini akan menjadi tempat roh jenazah akan bersemayam. Sebelum dipindahkan ke dalam kotak kayu ulin, jenazah akan melalui sebuah upacara pemberkatan. Upacara tersebut akan dipenuhi dengan nyanyi-nyanyian yang mendoakan mendiang yang telah meninggal.