7 Tradisi Lebaran Unik di Indonesia, Pukul Sapu Hingga Perang Topat

11 Mei 2021 7:59 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Umat Muslim di Medan seusai melaksanakan Salat Idul Fitri. Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Umat Muslim di Medan seusai melaksanakan Salat Idul Fitri. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
Lebaran menjadi salah satu momen yang ditunggu-tunggu oleh Muslim di seluruh dunia, tak terkecuali di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Meski tahun ini suasana Lebaran sedikit berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, karena adanya pandemi virus corona, ternyata ada beberapa tradisi Lebaran unik di Indonesia yang menarik kamu ketahui, lho.
Mulai dari tradisi Meugang hingga Perang Topat alias perang ketupat, berikut tujuh tradisi unik yang mewarnai perayaan Lebaran di Indonesia.

1. Meugang, Aceh

Calon pembeli memilih daging sapi pada hari meugang pertama atau meugang kecil di pasar daging tradisional Lhokseumawe, Aceh. Foto: ANTARA FOTO/Rahmad
Lebaran di Aceh diwarnai dengan Tradisi Meugang atau tradisi memasak daging dan menikmatinya bersama keluarga, kerabat, hingga anak-anak yatim piatu.
Meugang atau Makmeugang adalah tradisi menyembelih kurban berupa kambing atau sapi dan dilaksanakan tiga kali setahun, yakni Ramadhan, Idul Adha, dan Idul Fitri.
Selain kambing dan sapi, masyarakat Aceh juga menyembelih ayam dan bebek. Tradisi Meugang di desa biasanya berlangsung satu hari sebelum bulan Ramadhan atau hari raya, sedangkan di kota berlangsung dua hari sebelum Ramdhan atau hari raya.
ADVERTISEMENT
Biasanya masyarakat memasak daging di rumah, setelah itu membawanya ke masjid untuk makan bersama tetangga dan warga yang lain.

2. Festival Tumbilotohe, Gorontalo

Tradisi Tumbilotohe. Foto: Antara/Adiwinata Solihin
Tradisi unik menyambut Lebaran lainnya juga bisa kamu temukan di Gorontalo. Bernama Tumbilotohe, tradisi ini dikenal sebagai malam pasang lampu.
Tumbilotohe berasal dari bahasa Gorontalo, 'Tumbilo' yang berarti memasang dan 'Tohe' yang berarti lampu. Lampu-lampu yang digunakan adalah lampu tradisional dengan minyak tanah yang disebut sebagai Tohetutu.
Dalam perayaan ini, penduduk setempat akan memasang lampu di halaman rumah, dan jalan menuju masjid sebagai penanda berakhirnya bulan Ramadhan di Kota Gorontalo. Tradisi ini dilakukan pada tiga malam terakhir jelang Hari Raya Idul Fitri.
Dahulu, festival ini dimaksudkan untuk memudahkan masyarakat melakukan zakat di malam hari. Kini, tradisi ini menjadi salah satu acara yang ditunggu-tunggu. Tak hanya lampu dan lentera yang menghiasi kota, Festival Tumbilotohe juga dimeriahkan dengan berbagai kegiatan, seperti meriam bambu dan festival bedug.
ADVERTISEMENT

3. Perang Topat, Lombok

Perang Topat merupakan tradisi masyarakat Lombok Barat yang sudah berlangsung ratusan tahun. Foto: dok. Kemenparekraf
Perang Topat merupakan tradisi yang dilakukan oleh masyarakat Lombok pada enam hari setelah Lebaran. Meski disebut Perang Topat alias perang ketupat, sama sekali tidak tersirat rasa benci di dalamnya. Malahan, tradisi ini justru melambangkan rasa syukur serta kerukunan umat beragama di Lombok.
Tradisi ini dilakukan dengan mengarak berbagai hasil bumi, kemudian dilanjutkan dengan selebrasi saling melempar ketupat antara Suku Sasak dan Bali. Yang menarik, event ini dilakukan di sebuah pura, yaitu Pura Lingsar di Lombok Barat.

4. Grebeg Syawal, Yogyakarta

Grebeg Syawal yang diadakan KKeraton Yogyakarta saat Idul Fitri. Foto: Shutter stock
Keraton Yogyakarta atau Surakarta umumnya melakukan pesta Grebeg Syawal. Tradisi yang dilakukan setiap tanggal 1 Syawal ini dilangsungkan dengan cara mengarak berbagai gunungan dari hasil bumi, seperti sayuran dan buah-buahan.
ADVERTISEMENT
Gunungan hasil bumi tersebut terbagi menjadi dua, yaitu Gunungan Kakung dan Gunungan Putri. Gunungan ini menjadi simbol sedekah sultan kepada rakyatnya.
Gunungan berbentuk kerucut tersebut kemudian diarak oleh pengawal keraton dan akan dibagikan pada warga setelah didoakan. Cara pembagiannya juga unik, bukan dibagi-bagikan secara harafiah, tetapi diperebutkan oleh warga. Konon, yang bisa mendapatkan bagian dari gunungan ini akan mendapat kesejahteraan dan berkat.

5. Festival Meriam Karbit, Pontianak

Menjelang Hari Raya Idul Fitri, masyarakat Pontianak memiliki tradisi unik dengan menyalakan sebuah meriam karbit. Festival Meriam Karbit merupakan tradisi yang sudah dijalankan sejak ratusan tahun yang lalu.
Dalam tradisi ini, masyarakat akan menyalakan sebuah meriam yang terbuat dari bambu besar yang diletakkan di pinggir Sungai Kapuas. Menjelang malam takbiran, warga Pontianak akan berkumpul di sekitar pinggir sungai untuk menyalakan meriam-meriam besar tersebut sebagai tanda datangnya hari kemenangan.
ADVERTISEMENT
Kerasnya suara yang dihasilkan meriam karbit tersebut tak jarang mengundang rasa penasaran para wisatawan untuk menyaksikan, dan mendengar langsung bunyi permainan tradisional ini.

6. Baku Pukul Manyapu atau Pukul Sapu, Maluku Tengah

Sejumlah peserta bersiap mengikuti atraksi Pukul Sapu di Malama, Maluku Tengah. Foto: ANTARA FOTO/Atika Fauziyyah
Pada hari ketujuh Lebaran atau yang disebut juga sebagai 7 Syawal, warga di Desa Mamala dan Morella, Maluku Tengah, melakukan tradisi Baku Pukul Manyapu.
Tradisi yang juga dikenal sebagai tradisi pukul sapu ini, dilakukan para pria yang menjadi perwakilan dari masing-masing desa. Menggunakan lidi dari pohon enau, para pria akan bertarung dengan menggunakan lidi mereka untuk menyabet badan lawan.
Perang sabet dengan lidi enau yang berlangsung selama 30 menit ini biasanya akan melukai tubuh peserta dengan guratan di kulit.
ADVERTISEMENT

7. Tradisi Bedulang, Belitung

Bedulang merupakan tradisi unik yang dilakukan masyarakat Bangka Belitung untuk merayakan Hari Raya Idul Fitri. Berasal dari kata 'dulang', yang artinya nampan besar, tradisi ini dapat diartikan berupa makan bersama dalam satu nampan besar.
Menariknya, ada etika yang perlu diperhatikan sebelum melakukan Bedulang, di mana orang yang paling tua akan membuka tudung saji, sementara orang yang paling muda bertugas dalam pembagian piring. Tradisi ini juga biasanya dilakukan setelah bersilahturahmi dan bermaaf-maafan.
Makanan yang disajikan terdiri dari empat hingga enam macam lauk, lengkap dengan nasi putih dan sambal. Salah satu menu utamanya adalah gangan, ikan berkuah kuning khas Belitung.
***
(Simak panduan lengkap corona di Pusat Informasi Corona)
ADVERTISEMENT