Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Alasan Kenapa Pesawat Komersial Tak Bekali Parasut untuk Penumpang
24 Januari 2021 7:56 WIB
Diperbarui 22 Maret 2021 21:04 WIB
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Parasut biasanya berfungsi sebagai alat penyelamat awak pesawat. Para penumpang nantinya akan melakukan pendaratan saat pesawat mengalami kondisi bahaya. Dalam situasi seperti itu, melompat keluar dari pesawat bisa jadi merupakan satu-satunya pilihan untuk bertahan hidup.
Jika dilihat dari fungsinya, parasut secara umum dapat digunakan untuk memperlambat gerak turun seseorang. Sehingga, ketika berada pada kondisi darurat di ketinggian tertentu, setidaknya dapat menolong penumpang, salah satunya saat pesawat jatuh.
Lantas, apa alasannya pesawat komersial tidak ada parasut di dalamnya?
Dilansir Conde Nast Traveler, salah satu alasan pesawat terbang komersial tidak dilengkapi dengan parasut dikarenakan penumpang tidak terlatih menggunakan parasut ketika menyelamatkan diri saat kondisi darurat. Tak hanya itu, penumpang juga tidak dibekali bagaimana cara mendarat dengan benar.
ADVERTISEMENT
Bahkan, seorang penerjun payung pun membutuhkan pelatihan dan beberapa persiapan sebelum melakukan aksinya.
"Ketika seorang penerjun payung jatuh dari pesawat dan parasut dikembangkan (dalam keadaan terikat ke pesawat), biasanya membutuhkan waktu empat hingga lima jam pelatihan," kata Director of Safety and Training for the U.S Parachute Association, Jim Crouch.
"Bahkan apabila seseorang sudah terlatih untuk menggunakan parasut, dalam kondisi pesawat komersial yang biasanya melintas di ketinggian 35.000 kaki, hal itu pun juga tidak pantas dilakukan," lanjutnya.
Di sisi lain, parasut juga tak bisa dipakai semudah menggunakan pelampung penyelamat yang tersedia di bawah kursi pesawat. Selain itu ukurannya juga harus pas dengan tubuh masing-masing penumpang.
Terjun dengan parasut tidak semudah dibayangkan orang awam. MenurutUSPA USParachute Association, cara tandem adalah cara termudah dan paling popular untuk melakukan terjun payung atau sky diving untuk pertama kalinya. Peserta yang belum pernah melakukan terjun payung sebelumnya perlu waktu setengah jam untuk mengikuti instruksi di darat.
ADVERTISEMENT
Setelah itu,penerjunan terjun payung akan dilakukan dari ketinggian 13.000 kaki, bersama berimpitandengan instruktur berpengalaman. Sementara itu, pada penerjunan Accelerated Freefall, penerjun dengan sistem parasut yang terpasang harus ditemani oleh dua instruktur di sisi kiri dan kanannya.
Pada tahap ini,penerjun pemula harus menghabiskan empat hingga lima jam kelas pelajaran di darat sebelum terbang. Hal ini termasuk mempelajari manuver tubuh, serta cara komunikasi menggunakan tangan dengan instruktur saat di udara.
Para instruktur akan memegangi tali pengamanpenerjun pemula, hingga ia mengembangkannyaparasutnya. Selanjutnya,pemanduan akan dilakukan melalui instruksi radio agar pendaratan dapat dilakukan dengan selamat.
Tak hanya itu, penerjunpenerjun berpengalaman juga hanya bisa melakukan terjun payungpenerjunan pada ketinggian tidak lebih dari 15.000 kaki. New Zealand Parachute Industry Association bahkan tidak mengizinkan anggotanya penerjunnyauntuk terjun pada ketinggian lebih dari 16.500 kaki.
ADVERTISEMENT
Uniknya, perusahaan penerbangan pada awalnya pernah menyediakan parasut bagi penumpangnya untuk pesawat berkecepatan 90 knot atau 166 kilometer per jam. Salah satu penerbangan dengan parasut sebagai alat keselamatan dilakukan di atas pesawat Boeing Model 40 yang hanya memuat dua orang. Akhirnya, pada 1920-an parasut tak lagi digunakan untuk para penumpang.
***
Saksikan video menarik di bawah ini.
(Simak panduan lengkap corona di Pusat Informasi Corona ).