Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.2
Bak One Piece, 'Pulau Perempuan' Ternyata Juga Ada di Papua
16 Juli 2022 11:57 WIB
·
waktu baca 3 menit
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Bedanya, kalau di Papua yang kamu temukan adalah hutan adat yang dikhususkan untuk kaum hawa. Dilansir berbagai sumber, nama Hutan Perempuan mengacu pada hutan bakau di Desa Enggros, Teluk Youtefa, Papua.
Hutan ini terbilang unik, karena hanya perempuan yang dapat mengunjunginya. Para lelaki haram hukumnya untuk menginjakkan kaki di hutan ini.
Hutan bakau seluas kurang lebih delapan hektare ini dirawat oleh para perempuan Desa Enggros, dengan kearifan lokal secara turun-temurun. Biasanya, para perempuan Enggros datang ke hutan ini untuk berburu bia atau kerang.
Aktivitas ke hutan ini disebut dengan 'Tonotwiyat'. 'Tonot' yang artinya hutan bakau, dan 'Wiyat' yaitu ajakan untuk datang.
Para perempuan akan masuk ke hutan ini untuk mencari kerang dengan cara berkelompok. Dengan mengayuh kole-kole atau sejenis perahu kayu, mereka akan mencari kerang yang akan dijual di pasar tradisional terdekat atau dikonsumsi secara pribadi.
ADVERTISEMENT
Tahukah kamu kenapa hutan ini terlarang hukumnya bagi para laki-laki? Salah taunya adalah karena aktivitas Tonotwiyat yang mengharuskan para perempuan untuk menanggalkan seluruh pakaiannya, alias telanjang saat mencari kerang.
Karena itulah laki-laki tidak diperbolehkan dan tidak ada yang berani untuk mengintip aktivitas para perempuan Enggros.
Selain merupakan tempat mencari kerang, hutan adat ini juga menjadi tempat untuk bercengkrama dan mengobrol ria. Selama aktivitas tersebut, mereka akan saling bercerita mengenai kehidupan sehari-hari mulai dari soal keluarga, urusan dapur, hingga anak.
Lalu, bagaimana jika ada seorang laki-laki yang tiba-tiba masuk ke hutan ini?
Hutan Keramat yang Larang Pria Masuk
Menurut adat, laki-laki dan perempuan memiliki tempat terpisah untuk berkumpul dan mencari makanan sehari-hari. Laki-laki, tidak seperti perempuan, hanya berkumpul di para-para yang menyerupai balai desa dan mencari makanan di laut.
ADVERTISEMENT
Jika ada laki-laki yang berani memasuki hutan ini ketika ada perempuan, mereka wajib membayar denda adat berupa manik-manik, yang merupakan barang berharga dan mahal bagi warga Enggros. Ketika warga Enggros menikah, manik-manik ini sering dijadikan sebagai mahar pernikahan.
Sementara itu, dikutip dari BBC, Orgenes Meraudje, tokoh masyarakat Kampung Enggros mengatakan bahwa dalam hukum adat, perempuan Enggros adalah perempuan yang istimewa.
"Prinsip hukum adat kita banyak atur soal perempuan, karena mereka tidak boleh diperlakukan seperti budak. Mereka istimewa sekali dalam prinsip-prinsip hukum adat kami," jelas pria yang akrab disapa Ori ini.
Ori menjelaskan, mereka tidak boleh mendengar kata-kata kasar dan dijaga dalam prinsip hukum adat. Apa pun yang terjadi di hutan ini tak boleh diceritakan kepada siapa pun, kecuali dia datang langsung ke hutan.
ADVERTISEMENT
Hutan Perempuan dan Perkembangan Zaman
Seiring berjalannya waktu, tradisi hutan perempuan kian tergerus oleh kemajuan zaman. Hal itu dikarenakan semakin sedikit perempuan muda yang peduli pada nilai-nilai hutan perempuan Kampung Enggros.
Pelestarian tradisi ini kini bergantung pada perempuan-perempuan lanjut usia di sana. Belum lagi, kelangsungan hutan perempuan kian terancam dengan sampah-sampah limbah rumah tangga dan lain sebagainya.
Teluk Youtefa sendiri telah ditetapkan sebagai Kawasan Wisata Alam sejak 1976. Bagian teluk ini mencakup Enggros, Tobati, dan Nafri.
Adapun, akses menuju Kampung Enggros hanya dapat ditempuh dengan mengunakan speed boat. Untuk menuju ke kampung ini, kamu bisa menempuh perjalanan dari Dermaga Hamadi atau Dermaga Pasar Youtefa di Abepura, Papua.
ADVERTISEMENT