Balada Karantina Haji, Sejarah yang Hilang di Pulau Rubiah

18 Juni 2019 17:37 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Foto udara pulau Rubiah, Sabang. Foto: Dok. Kemenag Aceh
zoom-in-whitePerbesar
Foto udara pulau Rubiah, Sabang. Foto: Dok. Kemenag Aceh
ADVERTISEMENT
Saifuddin (46) mendapat mandat untuk melakukan observasi ke Pulau Weh, Sabang. Dirinya masih ingat betul cerita dibalik perjalanan itu, saat semua orang bahagia menikmati keindahan laut, mereka dengan wajah murung menatap sebuah bangunan putih kosong tanpa penghuni.
ADVERTISEMENT
Ya, pada pertengahan April 2019 lalu, Saifuddin bersama dengan beberapa timnya dari Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Aceh, berlabuh di Pulau Rubiah, Sabang, untuk melakukan Observasi ke tempat karantina jemaah haji Nusantara.
Sekilas gaya mereka tak seperti pelancong yang hendak memanjakan diri bersama laut. Berpakaian kaus biasa, sambil menjinjing beberapa tas ransel berisi perlengkapan alat kamera, Saifuddin dan rombongan ingin menilik sisi lain dibalik pesona Pulau Rubiah.
Kondisi bangunan karantina haji di Pulau Rubiah, Sabang. Foto: Dok. Kemenag Aceh
Rombongan berjalan pelan membelah semak-belukar. Kicauan burung dan gemuruh ombak laut mengiringi perjalanan. Tidak terlalu jauh, hanya terpaut beberapa menit mereka tiba di lokasi tujuan.
Saifuddin terdiam, raut wajahnya seketika berbeda, beberapa kali menggelengkan kepala saat menatap sebuah bangunan putih kosong berdiri bersama ilalang. Bangunan yang memiliki riwayat perjalanan haji dan merupakan pusat karantina haji pertama di Indonesia, terbengkalai dan rapuh dimakan usia.
ADVERTISEMENT
Bangunan yang menjadi catatan sejarah perhajian Indonesia itu dibangun tahun 1920 pada zaman kolonial Belanda. Kisahnya menjadi tempat persinggahan terakhir dari kapal jemaah haji yang hendak pergi atau pulang dari tanah suci.
Kondisi bangunan karantina haji di Pulau Rubiah, Sabang. Foto: Dok. Kemenag Aceh
Dengan jelas, Saifuddin melihat kondisi bangunan telah rapuh tanpa perawatan dan tanda ada yang menjaganya. Kondisi bangunan dipenuhi reruntuhan atap plafon, sementara dari luar ilalang setinggi pinggang orang dewasa mengelilingi bangunan tersebut.
“Tiba di lokasi terlihat bangunan karantina haji tempo dulu itu tak ada perawatan, terkesan gedung tua itu dibiarkan begitu saja,” kata Saifuddin, sat berbagai cerita dengan kumparan, Selasa (18/6).
Kabag TU Kanwil Kemenag Aceh itu, berharap tempat tersebut menjadi perhatian Pemerintah Daerah, menjadikannya sebagai situs sejarah atau membangun museum haji sebagai pusat edukasi di masa mendatang.
Foto udara pulau Rubiah, Sabang. Foto: Dok. Kemenag Aceh
“Tempat Karantina haji di Pulau Rubiah ini memiliki catatan sejarah dalam riwayat perjalanan haji Indonesia. Dulu tempat ini merupakan pusat karantina haji pertama di Indonesia, akan lebih bermanfaat kalau asrama haji ini bisa dijadikan situs sejarah dan museum haji,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
Sebagai salah satu lokasi wisata favorit di Sabang, Saifuddin menyarankan jika bangunan bekas karantina haji itu bisa direlokasi dan dijadikan sebagai tempat wisata Islami. Sehingga setiap wisatawan yang datang ke sana, selain untuk menikmati alam, juga bisa menambah wawasan akan sejarah masa lampau.
“Selain tempat bersejarah, bangunan tersebut juga cocok dijadikan tempat wisata Islami, yang mengandung banyak koleksi arsip, foto-foto haji, buku, catatan perjalanan haji, replika kapal ke Jeddah, dan pemugaran, serta perawatan bangunan lebih layak," tuturnya.
Saifuddin menyayangkan kondisi bangunan saat ini tidak terawat, hanya tersisa beberapa bangunan saja yang sudah di keliling semak belukar, sehingga banyak yang tidak tahu akan sejarah tersebut.
Kondisi bangunan karantina haji di Pulau Rubiah, Sabang. Foto: Dok. Kemenag Aceh
“Sekarang wisatawan lebih menyukai mengamati aneka ikan dengan melakukan snorkeling atau menikmati taman laut dengan menyelam (diving)," ungkapnya.
ADVERTISEMENT
Salah seorang keturunan dari pemilik sebagian besar tanah di pulau rubiah, Teuku Yahya, menceritakan, sejarah gedung karantina haji itu digunakan hingga Jepang masuk ke Indonesia. Setelah Indonesia merdeka, gedung tersebut tidak digunakan lagi.
Kendati demikian, kata Yahya, pemberangkatan jemaah haji masih dilakukan dari Sabang, yaitu Asrama haji yang digunakan berada di Kampung Haji Kota Sabang sampai dengan tahun 70-an.
“Gedung ini merupakan tempat karantina haji untuk seluruh jemaah haji yang akan berangkat ke Jeddah (Saudi Arabia) melalui transportasi laut. Gedung karantina haji dibangun memadati lebih dari setengah Pulau Rubiah,” ujar Yahya.
Pulau Rubiah, Aceh Foto: Flickr / fitri agung
Di gedung karantina tersebut tersedia rumah sakit dan fasilitas laundry. Sementara berkaitan dengan proses pemberangkatan, jemaah haji akan masuk karantina lebih kurang satu hingga dua bulan dan kegiatan yang dilakukan dalam masa-masa karantina, antara lain manasik haji dan pemeriksaan kesehatan.
ADVERTISEMENT
Di Pulau Rubiah, kata Yahya, kala itu banyak kapal-kapal kecil dari Pulau Jawa dan daerah lainnya yang mengantarkan jemaah haji ke gedung karantina haji tersebut sebelum kapal besar dari Jeddah menjemput para jemaah.
Kapal besar tersebut tidak berlabuh di Pulau Rubiah, jemaah setelah lolos pemeriksaan akan dibawa dengan menggunakan kapal-kapal kecil.
“Pada masa pemulangan, jemaah juga harus dikarantina kembali selama lebih kurang 1 bulan. Setelah dilakukan pemeriksaan kesehatan dan seluruh baju jemaah dicuci, baru mereka diperbolehkan dijemput untuk pulang kembali ke daerah masing-masing,” pungkasnya.