news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Berkenalan dengan Turtuk, Desa Perbatasan di India yang Mirip Pakistan

25 September 2019 9:34 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Alam Desa Turtuk yang masih sangat alami dan hijau Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Alam Desa Turtuk yang masih sangat alami dan hijau Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
Bicara tentang India, kamu pasti akan mudah mengasosiasikannya dengan Bollywood atau bangunan ikonik Taj Mahal. Pria dan wanita berambut hitam legam dan tebal, berhidung mancung, menggunakan kain saree atau pakaian khas India lainnya, dan mayoritas beragama Hindu.
ADVERTISEMENT
Tapi jangan bayangkan hal ini bisa kamu temukan di Turtuk. Dilansir dari berbagai sumber, Turtuk adalah sebuah desa yang berlokasi di perbatasan antara India dan Pakistan. Tepatnya di ujung lembah Nubra Ladakh di India Utara, yang dikelilingi oleh Sungai Shyok dan Pegunungan Karakoram.
Anak perempuan di keturunan Balti di Desa Turtuk Foto: Shutter Stock
Mayoritas penduduk desa ini adalah masyarakat Baltis yang merupakan kelompok etnis keturunan Tibet, yang sebagian besar tinggal di wilayah Skardu Pakistan. Berbeda dengan India yang didominasi agama Hindu, masyarakat di Desa Turtuk juga lebih banyak yang menganut agama Islam Noorbakshia, sebuah aliran Sufi Islam yang menggunakan bahasa Balti dan mengenakan shalwar kameez, pakaian tradisional Pakistan yang biasa digunakan di Afghanistan, Pakistan, dan India Utara.
Soal bahasa, penduduk Turtuk tidak menggunakan bahasa India dalam kehidupan sehari-harinya, melainkan bahasa Balti, percampuran bahasa Persia dan Tibet Lama.
Pegunungan Pakistan dilihat dari Desa Turtuk Foto: Shutter Stock
Turtuk bisa dibilang sebagai negara yang unik dan istimewa. Bayangkan saja, desa ini mayoritas penduduknya Muslim, berada di negara yang didominasi Hindu, tetapi hidup dalam kawasan Buddha. Ya, Turtuk berada di kawasan Ladakh yang dihuni oleh masyarakat Buddha, Ladakhi Tibet.
ADVERTISEMENT
Tidak sampai di situ saja, penduduk sekitar terbiasa mengkonsumsi sup dengan mie soba berukuran besar, daging yak yang dicampur dengan dengan aprikot, muskat, dan pasta kenari, kemudian disajikan dengan roti gandum (kisir), cenderung mengikuti gaya hidup Balti. Berbeda dengan India yang kebanyakan mengkonsumsi kari dan menikmati sajian makanan vegetarian.
Indahnya Desa Turtuk yang dialiri Sungai Shyok dan dibatasi Pegunungan Karakoram Foto: Shutter Stock
Lantas, mengapa Turtuk sangat berbeda dengan India?
Menurut keterangan yang didapat BBC Travel, Turtuk tadinya merupakan bagian dari Pakistan, hingga pada 1971 tentara India menduduki desa itu selama perang perbatasan dan tidak pernah mengembalikannya pada Pakistan. Setelah saat itu, seluruh penduduk Desa Turtuk diberi kartu identitas baru sebagai penduduk India.
Sungai Shayok yang indah di Desa Turtuk Foto: Shutter Stock
Keputusan India untuk tidak pernah 'mengembalikan' desa itu lantaran khawatir akan tingkat keamanan di perbatasan. Sebab, penduduk yang mengunjungi maupun bekerja di luar kota pada tahun 1971 diyakini tidak pernah dapat kembali.
ADVERTISEMENT
Selama bertahun-tahun, India juga menyegel, serta mengontrol Turtuk secara ketat. Untungnya, selama dekade terakhir Desa Turtuk dan daerah perbatasan lainnya terasa lebih tenang.
Pada 2010, pemerintah setempat secara resmi membuka Turtuk sebagai daerah pariwisata bagi kamu yang ingin melihat pedesaan dan cara hidup masyarakatnya yang unik. Misalnya saja dengan memanfaatkan batu dari pegunungan Karakoram yang tinggi sebagai tembok rumah.
Penduduk Desa Turtuk terbiasa membangun rumah dengan menggunakan batu sebagai bahan dasar temboknya Foto: Shutter Stock
Mereka juga membangun rumah batu yang rumit di atas lorong-lorong batu bulat dan saluran irigasi untuk menyirami tanaman mereka. Terlepas dari kenyataan bahwa India dan Pakistan masih kerap berselisih, Turtuk bisa di bilang cukup aman bagi wisatawan.
Selain penduduknya yang terlihat unik dan berbeda, Turtuk juga menarik untuk disambangi, karena lanskap alamnya yang masih sangat alami. Di tengah gaya hidup yang tak bisa lepas dari gadget, kamu bisa menikmati kehidupan alam yang asri tanpa Wi-Fi, listrik yang terbatas hingga bahasa unik. Seru sekali, kan?
ADVERTISEMENT