Bermain Rakit di 'Raja Ampat’-nya China, Wuyishan

22 Februari 2018 14:46 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:11 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Main rakit di Wuyishan, China. (Foto: Feby Dwi Sutianto/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Main rakit di Wuyishan, China. (Foto: Feby Dwi Sutianto/kumparan)
ADVERTISEMENT
China yang kini tumbuh menjadi ekonomi terbesar kedua setelah AS, juga memiliki lokasi wisata alam yang menawan.
ADVERTISEMENT
Kali ini, kumparan (kumparan.com) berkesempatan berpesiar ke Kota Wuyishan di Provinsi Fujian. Menuju kota penghasil teh ini, kumparan berangkat dari Xiamen Railway Station menuju Wuyi Shan East Station menggunakan kereta cepat dengan waktu tempuh 3 jam 27 menit.
Tiket kelas ekonomi dibeli seharga RMB 197 atau setara Rp 394.000 sekali jalan (RMB 1 = Rp 2.000).
Tiba pukul 10.27 waktu setempat dan suhu udara berkisar 10 derajat, kumparan bersama beberapa mahasiswa asing dari Xiamen University berlanjut menggunakan taksi menuju area penginapan yang berada di area wisata pegunungan Wuyi di Kota Wuyishan. Membayar RMB 25 per orang, kendaraan sedan menyusuri jalanan Kota Wuyishan selama 30 menit. Kami pun tiba di area penginapan.
ADVERTISEMENT
Di sini, kumparan bermalam selama 3 hari dengan tarif semalam RMB 65 per orang.
Setelah melakukan proses check in dan istirahat sejenak, rombongan memutuskan menuju area wisata Wuyishan. Jarak penginapan dan pintu wisata hanya 5 menit dengan berjalan kaki.
Pemandangan di Wuyishan, China. (Foto: Feby Dwi Sutianto/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Pemandangan di Wuyishan, China. (Foto: Feby Dwi Sutianto/kumparan)
Di sini, kami awalnya ingin membeli tiket untuk standar pelajar, namun penjaga loket menolak karena batas diskon hanya diberlukan hingga sarjana, tidak untuk mahasiswa pasca sarjana. Alhasil, kami harus membayar tarif 100 persen untuk free pass selama 3 hari. Per orang, kami harus membayar RMB 385 untuk bisa menikmati obyek wisata bukit, goa, air terjun, taman, perkebunan teh, lembah, kastil dan menyusuri sungai dengan rakit di area Pegunungan Wuyi.
“Maaf, kami tak bisa memberikan diskon meskipun kalian menunjukkan kartu pelajar karena batas pemberian diskon bagi pelajar hanya sampai sarjana saja,” ungkap petugas loket kepada kontributor kumparan di China, Feby Dwi Sutianto, Kamis (?22/2).
ADVERTISEMENT
Setelah membayar menggunakan aplikasi nontunai dan tiket diperoleh, kami bergegas menuju pintu masuk karena hari sudah beranjak sore.
Di sini, tiket kami scan di pintu otomatis, mirip dengan pintu masuk stasiun kereta. Selanjutnya, kami menuju shelter bus karena area wisata di Pegunungan Wuyi memiliki luas 70 km persegi.
Hari pertama, kumparan bersama rombongan mengunjungi water curtain cave dan perkebunan teh (Dahongpao Tea). Di sini, rombongan menghabiskan waktu sekitar 4 jam menyusuri jalan setapak nan bersih.
Pemandangan di Wuyishan, China. (Foto: Feby Dwi Sutianto/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Pemandangan di Wuyishan, China. (Foto: Feby Dwi Sutianto/kumparan)
Udara yang sejuk dan ramainya wisatawan membuat hiking tak terasa berat, apalagi bisa melihat tebing-tebing curam yang sangat menarik untuk dipajang di media sosial. Di area warisan budaya dan alam yang diakui UNESCO ini, praktis tak tampak sampah berserakan dan toilet umum tersedia dengan sangat bersih.
ADVERTISEMENT
“Wah toiletnya bersih sekali ya,” ungkap Jahon, pelajar asal Uzbekistan yang ikut bersama kumparan.
Tak terasa, matahari mulai tenggelam, pertanda kami harus mengakhiri perjalanan di hari pertama. Kami memutuskan kembali ke penginapan untuk menyantap hidangan makan malam.
Keesokan harinya atau hari kedua, perjalanan di area Pegunungan Wuyi dilanjutkan. Kami menuju bukit yang terkenal di area Pegunungan Wuyi, yakni Puncak Tianyou. Menyusuri anak tangga yang curam, wisatawan tua dan muda semangat menuju puncak. Perjuangan mencapai puncak terbayar karena bisa menikmati keindahan barisan bukit-bukit, lembah dan Sungai Chongnyang. Dari Puncak Tianyou di area Pegunungan Wuyi, wisatawan bisa melihat pemandangan yang menawan dan menyerupai rangkaian Bukit Piaynemo di Pulau Wayag, Raja Ampat yang terkenal itu.
ADVERTISEMENT
“Bukitnya indah sekali, terus aliran sungainya juga indah,” ungkap Usha, pelajar asal Bangladesh.
Suasana di Wuyishan, China. (Foto: Feby Dwi Sutianto/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Suasana di Wuyishan, China. (Foto: Feby Dwi Sutianto/kumparan)
Usai mengabadikan foto dan video, kami melanjutkan perjalanan ke lembah bukit. Di sini, pemandangan tak kalah menawan karena bisa menikmati jernihnya sungai dan indahnya taman-taman di area wisata. Kami memutuskan untuk menyimpan tenaga karena harus menikmati ‘puncak’ rangkaian touring yakni menjelajahi aliran sungai di Pegunungan Wuyi menggunakan rakit di hari berikutnya.
Hari terakhir atau hari ketiga, kami tiba pukul 08.00 pagi di terminal keberangkatan perahu rakit. Sebelum masuk ke area terminal, saya dan teman-teman membeli pembungkus sepatu dari plastik dan juga makanan ikan. Selanjutnya, kami masuk ke area keberangkatan dan sesuai standar keselamatan, setiap perahu hanya boleh dinaiki oleh 6 penumpang plus 2 petugas pengayuh rakit. Kali ini, saya berada satu perahu dengan beberapa anggota rombongan dan 2 orang wisatawan lokal.
ADVERTISEMENT
“Senang berkenalan dengan kalian,” ungkap Wang.
Pemandangan di Wuyishan, China. (Foto: Feby Dwi Sutianto/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Pemandangan di Wuyishan, China. (Foto: Feby Dwi Sutianto/kumparan)
Tak menunggu lama, kami menuju perahu. Di atas perahu, penumpang diwajibkan menggunakan pelampung. Perjalanan pun dimulai. Di tengah suhu udara pagi di musim dingin, kami bisa menikmati pohon-pohon yang tanpa ranting dan beningnya Sungai Chongnyang. Meski terbuat dari bambu, perahu sangat kuat saat melewati gelombang sungai.
Sesekali perahu berjalan melambat saat berada di atas aliran sungai yang tenang. Pemandangan bertambah seru saat memberi makan ikan-ikan yang terlihat sangat jelas di dasar sungai.
Main rakit di Wuyishan, China. (Foto: Feby Dwi Sutianto/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Main rakit di Wuyishan, China. (Foto: Feby Dwi Sutianto/kumparan)
Kamera kami pun terus ‘siaga’ mengabadikan berbagai momen. Di sepanjang perjalanan, terdapat bukit-bukit yang dipahat dengan tulisan Mandarin. Sorak-sorai kami pun usai saat rakit yang berjalan selama 1 jam itu tiba di area kedatangan. Di sini, kami melepas jaket pelampung dan tak lupa mengucapkan salam perpisahan dengan Wang dan rekannya.
ADVERTISEMENT
Tentunya, kami juga langsung berlari ke arah toilet. Maklum, 1 jam di atas perahu dengan suhu sekitar 5 derajat, sehingga kami merasa harus ke toilet. Usai menikmati sensasi arung jeram menggunakan rakit, kami tak lupa mampir ke pasar oleh-oleh di area wisata. Setelah barang yang diinginkan sudah didapat, saya bersama teman-teman memutuskan mengakhiri perjalanan di ‘Raja Ampatnya-nya China’.
Bus Listrik dan Kuliner Halal di Wuyishan
Untuk makanan, Kota Wuyishan punya beberapa restoran halal yang berlokasi di jantung kota. Menu yang ditawarkan seperti mi rebus, nasi goreng, sop hingga tumis sayur.
Harga masih cukup terjangkau, yakni berkisar RMB 15 sampai RMB 20 per orang. Tak hanya itu, restoran halal juga menawarkan layanan delivery order ke penginapan kami. Layanan ‘Go-Food’ mirip Indonesia juga tersedia di Kota Wuyishan.
ADVERTISEMENT
Selama berpergian di dalam Kota Wuyishan, kumparan dan rombongan mengandalkan transportasi bus umum. Uniknya, meski bukan berada di kota-kota utama China namun bus di Kota Wuyishan telah menggunakan bahan bakar listrik.
Selain itu, pengumuman di dalam bus memakai 2 pilihan, yakni Mandarin dan Inggris. Tarifnya pun murah yakni RMB 1 sampai RMB 2.
“Wah ini bis listrik, suara mesinnya saja enggak kedengaran,” ungkap Jahon.