Bukan di Thailand, Ini Tradisi Perang Air di Bali yang Jadi Ajang Penyucian Diri

8 Juni 2023 8:42 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sejumlah warga bersembahyang saat Tradisi Perang Air dalam rangkaian Festival Air Suwat di Desa Suwat, Gianyar, Bali, Sabtu (1/1/2022). Foto: Fikri Yusuf/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Sejumlah warga bersembahyang saat Tradisi Perang Air dalam rangkaian Festival Air Suwat di Desa Suwat, Gianyar, Bali, Sabtu (1/1/2022). Foto: Fikri Yusuf/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Keragaman budaya dan adat-istiadat masyarakatnya yang berbeda-beda membuat Indonesia dianugerahi beragam tradisi. Selain menghormati leluhur, tradisi tersebut dilakukan sebagai simbol pengharapan kebaikan.
ADVERTISEMENT
Meski memiliki tujuan yang sama, menariknya setiap daerah di Indonesia punya tradisinya masing-masing. Bahkan, beberapa di antaranya memiliki keunikan tersendiri. Seperti halnya tradisi unik asal Bali satu ini.
Sejumlah warga saling menyiramkan air saat Tradisi Perang Air dalam rangkaian Festival Air Suwat di Desa Suwat, Gianyar, Bali, Sabtu (1/1/2022). Foto: Fikri Yusuf/ANTARA FOTO
Di Desa Suwat, Kecamatan Gianyar, Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali, masyarakatnya memiliki kebiasaan unik untuk menyambut hadirnya tahun baru, baik itu Saka dalam kalender Hindu Bali ataupun Masehi dalam penanggalan umum.
Dilansir Indonesia.go.id, mereka memiliki sebuah tradisi untuk menghormati air sebagai pemberi kehidupan. Setiap tanggal 30-31 Desember atau tahun baru lainnya, mereka akan menggelar sebuah festival perang air yang diikuti oleh seluruh masyarakat desa.
Pemuka agama Hindu memercikkan air suci kepada warga yang akan mengikuti tradisi perang air dalam rangkaian Festival Air Suwat di Desa Suwat, Gianyar, Bali, Minggu (1/1/2023). Foto: Fikri Yusuf/ANTARA FOTO
Selama festival, mereka akan menggelar beragam acara mulai dari lomba menangkap bebek, tarik tambang hingga adu cepat membawa bubungan berisi lumpur. Puncaknya, mereka akan menggelar Mendak Tirta dan Siat Yeh atau yang juga dikenal sebagai perang air.
ADVERTISEMENT
Bukan sembarang perang air, tradisi ini dilakukan dengan maksud dan tujuan tertentu. Perang air ini merupakan simbol pengharapan baru di tahun baru serta sebagai ajang penyucian diri.

Tradisi Perang Air Khas Indonesia

Dilihat sekilas, tradisi perang air ini mirip-mirip dengan Festival Songkran di Thailand. Hanya saja ada perbedaan antara yang digelar di Thailand dan di Indonesia.
Di Indonesia, Siat Yeh dimaknai sebagai upaya melawan energi buruk yang bakal merintangi perjuangan mereka menghadapi kehidupan di tahun baru. Oleh sebab itu, tradisi ini disimbolkan dengan cara mengambil air yang kemudian disiramkan ke seluruh tubuh untuk membersihkan diri. Sementara itu, Festival Songkran dilakukan dengan cara menyiramkan air ke orang lain.
Sejumlah warga saling menyiramkan air saat mengikuti tradisi perang air yang merupakan rangkaian Festival Air Suwat di Desa Suwat, Gianyar, Bali, Minggu (1/1/2023). Foto: Fikri Yusuf/ANTARA FOTO
Siat Yeh menjadi cara masyarakat setempat menghormati air sebagai komponen penting dalam kehidupan mereka. Siat Yeh biasanya digelar di kawasan catus pata atau perempatan jalan desa.
ADVERTISEMENT
Seluruh warga dari empat penjuru mata angin akan saling bertemu di catus pata.
Baik tua-muda, anak-anak dan dewasa, laki-laki serta perempuan, berbaur di acara ini.
Puluhan gayung warna-warni bak pelangi seperti hijau, merah muda, kuning, dan biru telah disiapkan panitia untuk dibagi-bagikan kepada peserta perang air. Hadir pula unit mobil pemadam api dari Dinas Pemadam Kebakaran Kabupaten Gianyar. Kendaraan ini diperlukan untuk membantu menyemprotkan air ke tengah peserta.
Setelah berkumpul, sebelum perang air dimulai biasanya akan dilakukan persembahyangan yang dipimpin sejumlah pemangku adat. Setelahnya, Siat Yeh dimulai di mana satu sama lain saling menyiram air. Tawa terdengar di antara hiruk gemelan dan lemparan cipratan guyuran air.

Makna Perang Air Siat Yeh

Sejumlah warga saling menyiramkan air saat mengikuti tradisi perang air yang merupakan rangkaian Festival Air Suwat di Desa Suwat, Gianyar, Bali, Minggu (1/1/2023). Foto: Fikri Yusuf/ANTARA FOTO
Mengutip laman Warisan Budaya Tak Benda Indonesia Kemdikbud, Kata "siat" berarti perang, merupakan makna yang pada hakekatnya manusia dalam kehidupan kesehariannya sebenarnya selalu berperang dengan dirinya sendiri antara keinginan baik dan tidak baik.
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Sementara "yeh" adalah air yang merupakan sumber kehidupan manusia, sehingga sumber air harus selalu dijaga dan dihormati.
Tradisi Siat Yeh dimaknai sebagai tradisi yang mempertemukan dua sumber Tirta atau mata air di Desa Adat Jimbaran.
Pertama pantai Suwung (air rawa) yang berada di timur dan yang kedua pantai Segara yang berada di barat.
Oleh sebab itu, menurut kepercayaan masyarakat setempat dengan menjaga kedua sumber air ini, masyarakat bisa mendapat kemakmuran.