Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Cerita Ika Permatasari Hidup Nomaden Keliling Dunia di Kapal
17 Agustus 2021 14:07 WIB
·
waktu baca 5 menitADVERTISEMENT
Sejak kecil, orang Indonesia diajarkan lagu 'Nenek Moyangku Seorang Pelaut' sebagai pesan bahwa leluhurnya adalah sosok penjelajah yang terbiasa mengarungi lautan luas dan keliling dunia . Bagi Ika Permatasari-Olsen, lagu tersebut tak lagi hanya sekadar pesan moral, tetapi sudah menjadi kesehariannya.
ADVERTISEMENT
Perempuan asal Surabaya tersebut telah hidup secara nomaden di kapal pesiar berukuran kecil, atau yacht, sejak 2018.
Ika bercerita, awalnya ia mencoba untuk hidup berpindah-pindah tempat berkat pasangannya, Oyvind Olsen, seorang warga negara Norwegia.
“Awal mula aku hidup nomaden itu sebenarnya dari Pak Olsen. Pak Olsen ini, he’s the love of my life. Dia cerita, waktu itu kalau dia ini hidup di yacht. Sailing di sekitar Mediterania. Waktu itu aku mikir, “Hidup di yacht itu seperti apa? Nomaden itu seperti apa? Bisa gak aku kerja?” cerita Ika di acara Karnaval Kemerdekaan 2021 kumparan, Selasa (17/8).
Setelah berbagai pertimbangan dan dorongan rasa penasaran, Ika memutuskan untuk mencoba berlayar dari Barcelona ke Mallorca, Spanyol. Namun, debutnya berlayar langsung disambut dengan pengalaman yang kurang menyenangkan karena berahadapan dengan cuaca buruk.
ADVERTISEMENT
Meski punya pengalaman buruk di hari pertama, Ika tak lantas kapok berlayar.
Pada hari kedua berlayar, dia mulai merasakan keseruan hidup nomaden di tengah lautan. Ombak yang tenang dan angin laut yang lembut berhasil membuat Ika teguh pada pendiriannya untuk menjajal hidup nomaden hingga akhirnya ketagihan.
Kendati telah mantap memutuskan hidup secara nomaden di kapal, Ika masih punya beberapa masalah yang perlu dipikirkan untuk menyambung hidup. Salah satunya perihal pekerjaan.
Di masa pandemi seperti sekarang, bekerja secara remote tampak wajar. Namun, pada 2018, ketika Ika memutuskan hidup nomaden, sistem kerja jarak jauh belum sepopuler sekarang.
Untungnya, kantor tempat Ika bekerja memperbolehkan dirinya untuk bekerja secara remote. Syaratnya, ia harus tetap bekerja sesuai jam kantornya yang bermarkas di Singapura.
ADVERTISEMENT
“Ketika aku kerja, aku harus mengikuti jam Singapura. Perbedaan jam dari Barcelona dan Singapura sekitar 5 jam. Akhirnya, tantangan lainnya adalah bagaimana caranya kerja tetap okay, dan sailing juga tetap okay, dengan perbedaan waktu yang lumayan tinggi,” ucap Ika, sembari menyebut bahwa untuk menyesuaikan waktu kantor, dia mesti mulai bekerja pada pukul 04.00 pagi waktu Barcelona.
Suka duka hidup nomaden
Menyesuaikan jam kerja hanya sebagian kecil tantangan yang dihadapi Ika selama hidup nomaden di kapal.
Masalah lain yang kerap ia hadapi selama berlayar adalah kondisi cuaca yang tidak menentu, hingga badai. Faktor cuaca ini merupakan sesuatu yang memang bisa dipantau melalui prakiraan ilmiah, tetapi kadang ada banyak kejutan yang dihadapi ketika berada di tengah laut.
ADVERTISEMENT
Selain menghadapi badai di tengah laut, koneksi internet jadi masalah tersendiri bagi Ika. Karena dia sering berpindah-pindah negara, seringkali mengalami koneksi internet putus yang menjadi andalan untuk bekerja.
Ika pun akhirnya memutuskan untuk berlangganan internet satelit agar tetap dapat terhubung ke internet meski pindah batas negara. “Dan akhirnya biaya malah bengkak untuk internet,” kata Ika.
Untuk menutup biaya hidup nomaden seperti itu, Ika mesti memutar otak supaya meraih pendapatan tambahan. Salah satu strateginya adalah dengan menyewakan kapal yacht miliknya selama puncak musim liburan Eropa.
Biasanya dia menyewakan yacht selama tiga bulan di musim panas. Pendapatan dari sewa yacht langsung masuk ke rekening tabungan dan cukup untuk membiayai kehidupannya di laut selama satu tahun.
ADVERTISEMENT
“Jadi harus pintar-pintar, misalnya, kerja tiga bulan, kemudian nabung nabung, nabung, dan nabung. Habis itu liburan, liburan, liburan, terus kerja lagi. Nah,siklusnya seperti itu untuk bertahan, untuk sustain kehidupan nomaden saya,” jelasnya.
Di samping tantangan-tantangan tersebut, kehidupan nomaden saat ini memberikan kesan menyenangkan. Ika mengaku, nomaden membuat hidupnya tak lagi monoton ketimbang saat kerja kantoran. Ia dapat melihat pemandangan indah laut secara langsung setiap hari.
Yacht yang ia tumpangi juga menjadi rumah untuk melakukan berbagai hal. Perlakuannya benar-benar sama seperti rumah. Harus dibersihkan rutin, dan dipelihara agar performanya terus prima.
Bersih-bersih sampah di pantai
Ika dan pasangannya saat ini sudah menjelajahi 12 negara dengan jarak tempuh 8.000 nautical mile.
ADVERTISEMENT
Semenjak pandemi merebak pada awal 2020 lalu, Ika vakum sejenak keliling dunia karena negara-negara menutup perbatasan wilayah, termasuk pelabuhan. Tidak ada negara yang menerima yacht asing. Paling banter, ia hanya bisa berlayar di lautan Norwegia saja.
“Ketika corona, aku datang, sampai di Norwegia itu Mei tahun 2020. Nah, itu awal-awal corona lagi happening di Eropa. Jadi kami enggak bisa ke mana-mana. Akhirnya kami cuma sailing sekitar Norwegia. Tujuan kami di Norwegia itu memang sailing selama dua atau tiga tahun. Akhirnya kami sailing dari selatan Norwegia sampai ke utara.”
Saat kembali ke Norwegia itu, Ika bertemu dengan salah satu founder lembaga swadaya masyarakat In The Same Boat. Ini merupakan organisasi nirlaba (Non-Governmental Organization/NGO) asal Norwegia yang fokus membersihkan polusi dan sampah yang ada di pantai.
ADVERTISEMENT
Akhirnya, Ika memutuskan bergabung dengan NGO tersebut. Kini ia menggunakan kapalnya untuk menyisir pantai di Norwegia dan membersihkan sampah di sana.
Meski vakum sejenak, Ika berencana untuk terus berlayar antar-negara selepas pandemi usai. Dia juga punya rencana menyambangi Indonesia, dengan melewati jalur Mediterania, menyebrangi Greenland, lalu ke Amerika Serikat, ke Selandia Baru, dan lanjut ke Indonesia. Dia ingin sekali ke Lombok, Labuan Bajo, Papua, dan Banda Neira.