Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Danau Tiga Warna di Flores, Tempat Para Arwah Berkumpul
16 Maret 2018 19:05 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:10 WIB
ADVERTISEMENT
Siapa yang tidak tahu Danau Kelimutu ? Terkenal karena 'keajaibannya' sebagai danau tiga warna hingga menjadi ikon dalam uang pecahan Rp 5 ribu membuat danau ini amat dikenal oleh masyarakat Indonesia.
ADVERTISEMENT
Tapi tahukah kamu, danau yang berada di puncak Gunung Kelimutu di Desa Pemo, Kecamatan Kelimutu, Kabupaten Ende, Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur ini punya hal yang istimewa, selain warnanya yang berbeda? Danau ini punya legenda yang unik dan bisa membuatmu merinding. Pasalnya, menurut kepercayaan warga setempat, Danau Kelimutu adalah tempat berkumpulnya para arwah dari manusia yang telah meninggal dunia.
Konon, danau ini terbentuk karena pertarungan sengit antara Ata Polo, seorang tukang tenung jahat dan kejam yang memakan manusia, dengan Ata Bupu, tokoh masyarakat yang dihormati karena sifatnya yang baik dan penuh belas kasih. Ata Polo dan Ata Bupu pada awalnya hidup dengan rukun di puncak Gunung Kelimutu.
Namun suatu hari, sepasang Ana Kalo (anak yatim piatu) mendatangi Ata Bupu untuk meminta perlindungan, karena orang tuanya sudah meninggal. Ata Bupu pun menerima anak tersebut dengan syarat mereka tidak boleh meninggalkan area ladang agar tidak dimangsa oleh Ata Polo, dan anak-anak tersebut mengikutinya.
ADVERTISEMENT
Tak diduga, Ata Polo secara tidak sengaja menemukan mereka ketika sedang berkunjung ke ladang Ata Bupu. Berharap dapat memakan mereka, Ata Polo berusaha keras mencari keberadaan anak-anak ini. Ata Bupu yang menyadari hal ini menahan keinginan Ata Polo dan membuat perjanjian agar Ata Polo datang kembali ketika Ana Kalo sudah dewasa, dengan alasan akan lebih nikmat disantap.
Saran ini pun diterima Ata Polo. Melihat hal ini, Ata Bupu mulai kebingungan mencari cara menyelamatkan anak-anak tersebut. Namun, ketika beranjak remaja, saat si anak perempuan sudah menjadi Ko'ofai (gadis muda) dan saudara laki-lakinya menjadi Nuwa Wuri (pemuda), mereka meminta izin untuk pergi dari kediaman Ata Bupu dan bersembunyi di gua yang berada di luar ladang Ata Bupu.
ADVERTISEMENT
Tiba di waktu yang disepakati, Ata Polo justru merasa kesal dan marah karena merasa dibohongi oleh temannya sendiri. Inilah yang membuatnya akhirnya menyerang Ata Bupu. Meski awalnya pertarungan ini berlangsung adil dan imbang, Ata Bupu yang memiliki penangkal Ata Polo berupa 'magi puti' ternyata tidak mampu menahan serangan 'magi hitam', karena usianya yang sudah tua dan membuatnya semakin lemah.
Ata Bupu yang berusaha mengelak, membuat gempa bumi dan kebakaran besar hingga ke kaki Gunung Kelimutu. Ketika ia merasa tidak mampu lagi, ia memutuskan untuk masuk ke dalam perut bumi. Sementara itu, semburan api Ata Polo yang beringas justru malah membuatnya ditelan bumi. Gua dingin berakar rotan tempat Ko'ofai dan saudaranya, Nuwa Muri juga runtuh mengubur mereka hidup-hidup ketika gempa bumi terjadi.
Di tempat hilangnya Ata Bupu kemudian muncul danau berwarna biru yang diyakini masyarakat setempat sebagai tempat berkumpulnya arwah para tetua, yang kemudian dinamai Tiwu Ata Mbupu. Sementara itu, tempat tewasnya Ata Polo kemudian dinamai Tiwu Ata Polo dan dipercayai sebagai tempat berkumpulnya arwah orang jahat, karena danau yang muncul di tempat tersebut berwarna merah darah dan selalu bergejolak.
ADVERTISEMENT
Sedangkan di gua tempat anak muda tersebut bersembunyi muncul danau berwarna hijau berair tenang, yang kemudian diberi nama Tiwu Nuwa Muri Ko'ofai. Danau ini diyakini masyarakat menjadi tempat berkumpulnya arwah anak-anak muda yang meninggal.
Sampai saat ini, masyarakat yang bermukim di sekitar gunung Kelimutu mempercayai kekuatan magis danau tersebut. Tidak heran banyak penduduk yang mendatangi tempat ini untuk meminta petunjuk apabila mendapat musibah, seperti penyakit, kehilangan barang, atau ternak. Hal ini dilakukan dengan cara melakukan pemanggilan, di mana orang-orang tersebut akan memanggil nama leluhur atau orangtua sebanyak tiga kali, dan petunjuknya akan diberikan lewat mimpi.
Selain itu, masyarakat setempat meyakini bahwa setiap bagian danau dihuni oleh roh yang berbeda, sesuai dengan amal kebaikan yang dilakukan. Bukan hanya menarik karena punya tiga warna, danau ini juga dapat berubah warna. Bagi masyarakat setempat perubahan warna ini dapat menjadi pertanda akan terjadinya hal baik maupun hal buruk.
ADVERTISEMENT
Bagaimana menurutmu?