Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.92.0
Desa Guryong, Kawasan Kumuh yang Jadi Bukti Kesenjangan Sosial di Korea Selatan
30 September 2022 7:01 WIB
·
waktu baca 4 menitADVERTISEMENT
Saat mendengar Korea Selatan , pasti yang terlintas di benak traveler adalah negara maju lengkap dengan warganya yang hidup modern, serta segala gemerlap kotanya menakjubkan. Namun, siapa sangka Negeri Gingseng juga punya sisi lain yang bertolak belakang dengan semua itu.
ADVERTISEMENT
Bisa dikatakan demikian, karena nyatanya Korea Selatan juga memiliki kesenjangan sosial yang cukup besar antara warganya. Potret tersebut bisa ditemukan di Desa Guryong, yang terletak di Gangnam.
Meski Gangnam dikenal dengan kawasan perkotaan yang elit, nyatanya Desa Guryong seakan terpinggirkan, karena warganya yang hidup serba berkesusahan. Mulai dari rumah yang beratapkan langit, hingga penduduknya yang serba kekurangan menjadikan Guryong sebagai salah satu kawasan kumuh di Korea Selatan.
Desa ini sendiri dulunya dihuni sekitar 1.100 orang dan kini sekitar 600 orang masih menetap di sana, karena sekitar 454 kepala keluarga telah direlokasi tahun lalu, seperti dilansir Korea Herald.
Desa Kumuh yang Jadi Daya Tarik Baru
Menariknya, meski terbilang kumuh, desa seluas 320 ribu meter persegi ini menawarkan daya tarik tersendiri bagi turis. Bagaimana tidak? Panorama bertolakbelakang dari megahnya Korea Selatan membuat banyak dari traveler, influencer, atau pegiat media sosial lainnya pengin datang ke tempat ini.
ADVERTISEMENT
Hal itu pula yang dilakukan oleh seorang YouTuber bernama Jason Basulto, yang jauh-jauh dari Amerika Serikat (AS) datang berkunjung ke Guryong. Pria berusia 27 tahun tersebut penasaran dengan pemukiman kumuh setelah menonton film hits Korea Selatan, yaitu Parasite.
Di film tersebut diceritakan sebuah keluarga yang serba kekurangan tinggal di sebuah rumah mirip basement. Ia pun penasaran, apakah kawasan kumuh di film tersebut nyata adanya.
“Perkotaan kumuh terlihat tidak hanya di Korea, tetapi di banyak negara lain, karena kesenjangan kekayaan adalah masalah global. Tapi pemandangan Desa Guryong di tengah gedung-gedung tinggi sangat mencolok,” katanya.
Setelah mengunjungi Guryong, Basulto mengatakan bahwa desa ini merupakan tempat yang tepat bagi mereka yang ingin melihat masalah kesenjangan sosial yang terjadi pada sebuah negara.
Tak sekadar berkunjung, di dalam akun YouTube-nya, ia juga membuat vlog di desa tersebut. Di dalam videonya tersebut, ia mengatakan bahwa Guryong merupakan sebuah ironi di salah satu kota paling maju di dunia.
ADVERTISEMENT
Basulto bukan satu-satunya orang yang datang langsung ke desa itu. Beberapa traveler atau mereka yang penasaran dengan desa tersebut juga pernah datang ke Guryong.
Jika melakukan penelusuran di YouTube, sudah banyak video Desa Guryong yang berseliweran. Dari video yang banyak beredar, semuanya menampilkan satu persamaan, yaitu ironi yang ada di desa tersebut.
Jadi Terkenal Namun Tuai Protes Warga
Terletak di kaki Guryongsan, sebuah bukit di Gaepo-dong Gangnam, Desa Guryong adalah salah satu daerah kumuh terakhir yang tersisa di Seoul. Desa ini sering disebut sebagai "desa bulan", karena lokasinya yang ada di lereng gunung.
Desa Guryong diperkirakan terbentuk mulai tahun 70 hingga 80-an, setelah mereka yang tidak bisa bertahan di pusat kota mulai terpinggirkan secara perlahan.
Penduduk Guryong sebagian besar adalah penghuni liar yang diusir dari rumah-rumah mereka di Gangnam. Ya, Gangnam telah mengalami pembangunan pesat dan menjadikannya sebagai kawasan elit mirip Beverly Hills.
ADVERTISEMENT
Setelah harga properti Gangnam melejit, Guryong pun menjadi rumah bagi mereka yang tak mampu membeli atau menyewa tempat tinggal.
Berbagai upaya dilakukan pemerintah untuk meningkatkan taraf hidup penduduk di daerah tersebut. Sayangnnya, perselisihan mengenai kompensasi atau daya beli lahan yang berlangsung alot bagi penduduk desa membuat pembangunan kawasan ini tertunda.
Alhasil, rencana pembangunan 2.838 rumah baru yang 1.107 di antaranya akan dialokasikan untuk rumah tangga berpenghasilan rendah, akhirnya pupus begitu saja.
Meski terkenal karena menuai sorotan netizen di media sosial, nyatanya tak membuat warga Desa Guryong bahagia. Kebanyakan dari mereka justru terganggu dengan kedatangan traveler yang penasaran dengan desa tersebut.
Beberapa penduduk desa menyatakan bahwa mereka tidak nyaman dengan perhatian tersebut.
ADVERTISEMENT
"Desa kami bukanlah spot turis atau tempat syuting film. Ini adalah tempat tinggal kami. Mata pencaharian kami tidak boleh digunakan untuk menarik perhatian orang," kata salah satu warga yang tidak mau disebutkan namanya.