Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.2
Desa Wisata di Argentina Muncul Kembali setelah Terkubur 25 Tahun Lalu
13 Februari 2019 8:20 WIB
Diperbarui 21 Maret 2019 0:04 WIB

ADVERTISEMENT
Argentina di masa lampau punya sebuah desa wisata eksklusif yang jadi favorit orang-orang kaya bernama Villa Epecuén. Didirikan pada tahun 1921, Villa Epecuén dibangun di tepi perairan asin Danau Epecuen.
ADVERTISEMENT
Selama masa kejayaannya, selama beberapa dekade Villa Epecuén menampung sedikitnya 5 ribu pengunjung setiap harinya, padahal penduduknya sendiri hanya berjumlah 1.500 orang. Pasalnya, Villa Epecuén terkenal memiliki kawasan yang ramah keluarga dan mampu memberi kesehatan melalui mineral yang terkandung dalam lautnya.
Yang kabarnya dapat memperbaiki kondisi kulit dan rematik pada tubuh. Sehingga sering kali danau berair asin Epecuen disanding-sandingkan dengan Laut Mati. Terletak sekitar 370 mil dari Kota Buenos Aires, Villa Epecuén bersebelahan dengan La Pampa dan dianggap sebagai destinasi wisata trendi sekaligus andalan Argentina di masanya.
Sehingga wajar saja, Villa Epecuén memiliki hingga 280 bisnis, yang meliputi hotel, losmen, dan berbagai toko oleh-oleh, maupun kebutuhan sehari-hari. Terutama pada masa musim panas yaitu antara bulan November dan Maret yang mencapai 25 ribu pengunjung.
ADVERTISEMENT
Sayang, kejayaan Villa Epecuén ternyata tidak bertahan hingga saat ini. Pada 10 November 1985, Villa Epecuén direndam banjir yang berasal dari Danau Epecuen setelah bendungannya pecah akibat badai dan serangkaian angin kencang.
Lebih parah lagi, angin kencang membuat perairan yang tenang jadi tidak bisa dipertahankan, debit air melonjak dan membanjiri desa dengan kecepatan setengah inci per jam. Seluruh warga dievakuasi, rumah-rumah dan bisnis ditinggalkan, dan tembok pembatas pun runtuk seketika.
Hingga pada akhirnya Villa Epecuén direndam banjir setinggi 30 kaki atau sekitar 9,1 meter. Sejak saat itu, Villa Epecuén lenyap bak ditelan bumi. Jumlah debit air terus bertambah hingga mencapai 10 meter atau 33 kaki pada tahun 1993.
Butuh 25 tahun, hingga air dapat surut dan memperlihatkan wajah Villa Epecuén kembali. Namun meski begitu, masih ada beberapa blok yang masih terendam. Ternyata, walaupun di masa lampau para pejabat mencurahkan banyak uang dan upaya memperluas akomodasi, tidak ada yang memusatkan perhatian dan dana yang cukup untuk memelihara bendungan yang memisahkan danau dari desa tersebut.
ADVERTISEMENT
Sekitar tahun 2009, air yang merendam Villa Epecuén semakin menyurut. Hotel, pondok, mobil, pohon, dan jalanan terlihat tak lagi seperti semestinya. Seluruh bangunan hampir runtuh, warna catnya memudar dan digantikan warna putih akibat kadar garam yang tinggi dari danau.
Besi-besi mulai berkarat, pohon jatuh bergelimpangan, bahkan ada yang tumbuh secara berlebihan, membuat pemandangan di desa wisata ini tak lagi terasa menyejukkan, melainkan tak terurus, lebih mirip seperti kota mati. Saat itulah, turis dari berbagai negara di dunia, penggemar olahraga ekstrem, dan fotografer datang berkunjung ke reruntuhan Villa Epecuén.
Dilansir Independent, meski tidak menelan korban jiwa, 'menghilangnya' Villa Epecuén akibat terjangan banjir menimbulkan dampak psikologis yang cukup kuat pada penduduknya.
ADVERTISEMENT
Hal ini diketahui dengan ada banyak penduduk yang tidak dapat pulih dari trauma secara utuh karena kehilangan segalanya hanya dalam semalam, terutama bagi penduduk tua yang merasa kesulitan berjuang untuk adaptasi dengan realita keadaan.
Meski terlihat seperti kota mati yang ditinggalkan, masih ada penduduk yang rela kembali dan tinggal di Villa Epecuén. Salah satunya adalah Pablo Novak. Pada tahun 2009, ia kembali ke rumahnya pada dan jadi satu-satunya penghuni Villa Epecuén.
Kisahnya kemudian didokumentasikan dalam sebuah film dokumenter bertajuk Pablo's Villa (2013).
Pablo's Villa bercerita tentang kehidupannya selama tinggal Villa Epecuén dan kematian kota saat diterjang banjir. Ibunya adalah penduduk asli Villa Epecuén, sedangkan sang ayah adalah seorang imigran asal Ukraina.
ADVERTISEMENT
Bersama sang ayah, Pablo bekerja membuat batu bata untuk dijual pada penduduk yang hendak membuat rumah di Villa Epecuén. Dalam wawancaranya dengan surat kabar La Nacion yang dilakukan pada April 2018 lalu, ia menuturkan bahwa akan tetap tinggal dan bertahan di Villa Epecuén, sekaligus jadi saksi sejarah bagaimana kota itu ada, lenyap, dan kembali hadir di wilayah Argentina tersebut.