Dibangun pada Tahun 1545, Ini Benteng Tertua di Indonesia

31 Mei 2022 7:14 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Benteng Rotterdam di Makassar. Foto: Sony Herdiana/Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Benteng Rotterdam di Makassar. Foto: Sony Herdiana/Shutterstock
ADVERTISEMENT
Bicara tentang sejarah Indonesia, memang tidak pernah ada habisnya. Ditambah lagi, terkadang sejarah itu juga ikut dibungkus dengan perjuangan-perjuangan yang tentunya tidak mudah untuk dilewati.
ADVERTISEMENT
Di Indonesia, ada benteng tertua yang sudah dibangun sejak tahun 1545. Benteng ini merupakan peninggalan dari kerajaan Gowa-Tallo, yang awalnya bernama Benteng Jumpandang yang dibangun pada abad XV.
Dilansir dari situs cagar budaya Kementerian Pendidikan dan Budaya, Benteng Jumpandang dibangun pada tahun 1545 oleh I Manrigau Daeng Bonto Karaeng Lakiung, dengan gelar Karaeng Tunipalangga Ulaweng, yang saat itu menjabat sebagai Raja Gowa X.
Awalnya benteng ini berbentuk segi empat, layaknya benteng bergaya Portugis yang dibangun dengan bahan dasar campuran batu dan bata.
Setelah itu, pada tahun 1634 Raja Gowa XIV yang bernama I Mangerangi Daeng Manrabbia atau Sultan Alauddin, membuat tembok dengan batu padas hitam yang didatangkan dari Gowa, batu karang, dan bata menggunakan kapur. Ditambah lagi dengan pasir yang digunakan sebagai perekat.
ADVERTISEMENT
Pembangunan di benteng ini dilakukan secara terus menerus. Tahun berikutnya benteng ini dibangun tembok keduanya yang terletak di dekat pintu gerbang.
Sayangnya, benteng ini rusak akibat serangan VOC yang dipimpin oleh Admiral Cornelis Janszoon Speelman pada tahun 1655-1669. Saat mendapat serangan tersebut, Kerajaan Gowa tengah dipimpin oleh Sultan Hasanuddin, dan karena mengalami kekalahan akhirnya pada tanggal 8 November 1667 Raja Gowa harus menyerahkan bentang tersebut kepada VOC.
Penyerahan tersebut tentu dengan perjanjian dengan nama Bongaya. Setelah diserahkan kepada VOC, Benteng Jumpandang berganti nama menjadi Fort Rotterdam, yang merupakan kota kelahiran dari Speelman.
Ilustrasi Benteng Rotterdam di Makassar. Foto: Anggoro Anwar/Shutterstock
Gubernur Jendral Speelman, kemudian membangun kembali benteng yang sebagian hancur dengan gaya arsitektur Belanda. Setelah itu, benteng ini digunakan untuk markas komando pertahanan, kantor pusat perdagangan, kediaman pejabat tinggi, dan pusat pemerintahan.
ADVERTISEMENT
Pangeran Diponegoro juga pernah ditawan di benteng ini sejak tahun 1833 hingga wafat pada 8 Januari 1855. Di tempat ini pula Pangeran Diponegoro menulis tentang budaya Jawa. Catatan yang saat itu ditulis oleh Pangeran Diponegoro tentang wayang, mitos, sejarah, dan ilmu pengetahuan.
Tahun 1937, benteng ini diserahkan oleh Pemerintah Belanda kepada Yayasan Fort Rotterdam. Pada tahun 1940, bangunan ini didaftarkan sebagai monumen bersejarah.
Ilustrasi Benteng Rotterdam di Makassar. Foto: Worldpics/Shutterstock
Saat masa penjajahan Jepang, benteng ini digunakan sebagai pusat penelitian ilmu pertanian dan bahasa. Lalu, pada tahun 1945-1949, tempat ini digunakan sebagai pusat kegiatan pertahanan Belanda dalam menghadapi pejuang-pejuang Indonesia.
Benteng ini juga sempat menjadi tempat tinggal anggota TNI dan warga sipil. Hal itu terjadi sebelum benteng ini kembali jatuh ke Belanda pada tahun 1950, di mana Belanda membentuk Pusat Pertahanan Tentara Koninklijke Nederlandsch Indische Leger (KNIL) untuk mengalahkan Tentara Nasional Indonesia (TNI).
ADVERTISEMENT
Tahun 1970, Benteng Rotterdam dipugar oleh pemerintah dan digunakan sebagai perkantoran. Salah satu gedung di dalam kompleks benteng difungsikan menjadi Museum Provinsi Sulawesi Selatan bernama La Galigo.