Efek MotoGP, Kunjungan ke Desa Wisata di Lombok Meningkat

19 Maret 2022 10:10 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Seorang turis berjalan di samping Pohon Cinta di Desa Sade di Lombok. Foto: Adhie Ichsan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Seorang turis berjalan di samping Pohon Cinta di Desa Sade di Lombok. Foto: Adhie Ichsan/kumparan
ADVERTISEMENT
Desa Sade sudah menjadi tujuan wisata di Lombok sejak 1975. Tapi sama seperti destinasi wisata lainnya, Desa Sade juga terkena dampak pandemi selama dua tahun terakhir. Hingga akhirnya ajang MotoGP Mandalika pada 18-20 Maret 2022 membuat pariwisata di Lombok dan sekitarnya bergeliat lagi.
ADVERTISEMENT
"Waktu pandemi hampir enggak ada wisatawan. Saya hanya bertani saja," kata Inak Topan, salah satu penjual kerajinan di Desa Sade.
Inak yang berusia 26 tahun ini bukan tak mengikuti zaman. Ia juga membuat lapak online di salah satu e-commerce untuk menjajakan beragam kerajinan khas Lombok. Produk yang dipasarkan juga semakin trendy. Mulai dari bucket hat berbahan kain khas lombok, hingga gelang etnik aneka warna. Namun, tokonya tak selalu online karena keterbatasan kuota internet.
Suasana tempat pembuatan dan penjualan kain tenun di Desa Sukarara di Lombok. Foto: Adhie Ichsan/kumparan
Menurut Inak, sudah sebulan terakhir Desa Wisata Sade kembali ramai dikunjungi wisatawan. "Jadi memang efek MotoGP memberi dampak positif," katanya semringah.
Inak adalah satu dari 700 orang dan dari 150 keluarga yang bermukim di Desa Sade. Rumah-rumah di desa tersebut dilestarikan selama 15 generasi. Atap-atapnya terbuat dari jerami yang rutin diganti selama tujuh tahun sekali.
ADVERTISEMENT
Alas rumah terbuat dari tanah dan dibersihkan dengan kotoran sapi. Teknik itu dipertahankan hingga kini dan menjadi salah satu keunikan Desa Sade.
Rombongan turis memadati Sesa Adat Sade pada Jumat (19/3). Foto: Adhie Ichsan
Desa Sade terletak di Jalan Praya-Kuta, Rembitan, Pujut, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat. Lokasinya yang strategis, hanya 25 menit dari bandara Zainuddin Abdul Majid International Airport, menjadikan desa ini destinasi wajib turis lokal maupun mancanegara. Desa Sade juga menyediakan pemandu yang menemani tiap rombongan turis untuk menceritakan tentang sejarah dan kearifan lokal desa mereka.

Belanja Kain Tenun di Desa Wisata Sukarara

Kain tenun di Desa Sukarara, Lombok. Foto: Adhie Ichsan/kumparan
Sekitar 30 menit berkendara dari Desa Sade, kamu bisa melanjutkan perjalanan ke Desa Sukarara. Ini merupakan desa wisata hijau yang berbasis konsep pelestarian alam, ekonomi, hingga sosial budaya masyarakat setempat. Makanya, desa ini masuk dalam salah satu daftar fitur To Do di tiket.com.
ADVERTISEMENT
Desa Sukarara terkenal sebagai desa penghasil kain tenun tradisional. Dalam bahasa Sasak, "Nyesek" atau menenun merupakan tradisi turun temurun yang menjadi mata pencaharian Suku Sasak selain bertani.
Proses pembuatan kain tenun di Desa Sukarara, Lombok. Foto: Adhie Ichsan/kumparan
Kain hasil menenun biasanya jadi sarung songket khas Lombok yang banyak digunakan untuk acara adat seperti Begawe Balek, yaitu hajatan pengantin orang tua Suku Sasak. Dahulu, menenun adalah sayarat wajib menikah untuk perempuan-perempuan Suku Sasak. Seperti Sarinah (70) yang sudah diajarkan menenun sejak usia 10 tahun.
"Saya mulai menenun (profesional) umur 15 tahun," katanya.
Meskipun sudah tidak muda lagi, Sarinah masih cekatan dan punya stamina prima. Setiap hari ia menenun selama 8 jam dengan posisi duduk kaki berselonjor, dengan peralatan menenun yang melingkari perutnya. Area kerjanya berada persis di depan pintu masuk toko, sehingga bisa menjadi atraksi turis.
ADVERTISEMENT
Kain tenun yang dikerjakan Sarinah di Desa Sukarara, Lombok, membutuhkan waktu satu bulan pengerjaan. Foto: Adhie Ichsan/kumparan
Saat kumparan berkunjung, Sarinah sedang mengerjakan kain songket dengan motif serat penginang. Untuk kain dengan panjang 4 meter dan lebar 60 centimeter butuh waktu satu bulan pengerjaan.
Jadi, jangan keburu protes ketika tahu harga kain tenun khas Lombok yang mencapai ratusan ribu hingga jutaan rupiah. Untuk kain yang dikerjakan Sarinah butuh waktu kerja 240 jam. Sarinah mendapatkan upah Rp 10 ribu sampai Rp 15 ribu setiap 8 jam kerja.
Kain tenun untuk bahan baju dijual mulai Rp 150 ribu per meter, sementara tenun ikat berukuran 1,2 m x 2,3 m dijual seharga Rp 500 ribu.
Berkunjung ke Lombok di pekan MotoGP tak cuma menyenangkan, tetapi menimbulkan harapan dan optimisme akan kebangkitan pariwisata Lombok. Sebagai gambaran lain, coba kamu kunjungi restoran sate khas Desa Rembiga pada jam makan. Beruntung kalau kamu dapat tempat duduk.
ADVERTISEMENT