Foto: Mengenal Tradisi Pukul Sapu dari Negeri Mamala, Ambon

1 Juli 2019 16:39 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Seorang peserta menahan pukulan lidi dari peserta lain saat atraksi Pukul Sapu di Malama, Maluku Tengah, Rabu (12/6/2019). Foto: ANTARA FOTO/Atika Fauziyyah
zoom-in-whitePerbesar
Seorang peserta menahan pukulan lidi dari peserta lain saat atraksi Pukul Sapu di Malama, Maluku Tengah, Rabu (12/6/2019). Foto: ANTARA FOTO/Atika Fauziyyah
ADVERTISEMENT
Upacara ritual 'ukuwala mahiate' atau pukul sapu merupakan upacara adat negeri Mamala yang dilaksanakan setiap tahun dilatarbelakangi Masjid Mamala, Desa Mamala dan Desa Morella, Kecamatan Leihitu, Ambon, Maluku.
ADVERTISEMENT
Ukuwala Mahiate diambil dari bahasa negeri Mamala, yang berarti baku pukul sapu lidi atau bisa disebut juga pukul menyapu.
Upacara adat ini sekaligus atraksi unik yang biasanya dipentaskan di kedua desa tersebut. Acara berlangsung setiap 7 Syawal (penanggalan Islam).
Pemuka adat berkumpul di Rumah Raja Mamala uituk membacakan doa serta membuat minyak kelapa untuk upacara ritual ukuwala mahiate di Malama, Maluku Tengah, Selasa (11/6/2019). Foto: ANTARA FOTO/Atika Fauziyyah
Seorang pemuka adat mengambil minyak Mamala atau Tasala untuk dibawa ke rumah raja dan dibacakan doa di Malama, Maluku Tengah, Selasa (11/6/2019). Foto: ANTARA FOTO/Atika Fauziyyah
Sejumlah peserta mempersiapkan lidi / tulang daun dari pelepah pohon Aren untuk atraksi Pukul Sapu di Malama, Maluku Tengah, Rabu (12/6/2019). Foto: ANTARA FOTO/Atika Fauziyyah
Peserta atraksi Pukul Sapu berpose sebelum mengikuti atraksi di Malama, Maluku Tengah, Selasa (11/6/2019). Foto: ANTARA FOTO/Atika Fauziyyah
Sejumlah peserta bersiap mengikuti atraksi Pukul Sapu di Malama, Maluku Tengah, Rabu (12/6/2019). Foto: ANTARA FOTO/Atika Fauziyyah
Atraksi tersebut diikuti oleh 20 peserta dari kedua desa yang saling berhadapan dengan memegang sapu lidi di kedua tangan. Suling yang ditiup sebagai tanda mulainya kedua kelompok ini saling mengayunkan lidi. Hingga akhir pertandingan tidak nampak rasa sakit dari kedua kelompok ini dirasakan.
Ketika pertempuran selesai, pemuda kedua desa tersebut mengobati lukanya dengan menggunakan obat alami, yakni dengan getah pohon jarak. Ada juga yang mengoleskan minyak 'nyualaing matetu' (minyak tasala), minyak mujarab untuk mengobati patah tulang dan luka memar. Dalam beberapa minggu, luka-luka tersebut akan sembuh tanpa berbekas.
ADVERTISEMENT
Seorang tokoh agama di Negeri Mamala memoleskan minyak Mamala yang dipercaya dapat menyembuhkan bekas luka sabetan lidi dari Atraksi Pukul Sapu di Malama, Maluku Tengah, Selasa (11/6/2019). Foto: ANTARA FOTO/Atika Fauziyyah
Seorang peserta mengayunkan lidi kelawannya saat atraksi Pukul Sapu di Malama, Maluku Tengah, Rabu (12/6/2019). Foto: ANTARA FOTO/Atika Fauziyyah
Seorang peserta mengayunkan lidi kelawannya saat atraksi Pukul Sapu di Malama, Maluku Tengah, Rabu (12/6/2019). Foto: ANTARA FOTO/Atika Fauziyyah
Dari pertempuran itu, terdapat nilai filosofis, yaitu persaudaraan tidak memandang Suku, Agama, dan Ras. Sakit di kuku, rasa di daging yang artinya rasa senang maupun rasa sakit dapat dirasakan bersama, demi terwujudnya kehidupan yang harmonis antar sesama.
Upacara adat Ukuwala Mahiate telah berlangsung dari abad XVII yang dicetuskan oleh tokoh agama Islam dari Maluku bernama Imam Tuni. Namun, ada perkembangan bahwa asal tradisi itu dari sejarah Maluku Tengah saat bertempur untuk mempertahankan Benteng Kapapaha dari serbuan penjajah.
Akan tetapi, perjuangan mereka gagal dan Benteng Kapapaha tetap jatuh ke tangan penjajah yang dipimpin oleh Kapiten Telukabessy.
Untuk menandai kekalahannya, pasukan Telukabessy mengambil lidi enau dan saling mencambuk hingga berdarah.
Peserta saling berpelukan seusai mengikuti Atraksi Pukul Sapu di Malama, Maluku Tengah, Selasa (11/6/2019). Foto: ANTARA FOTO/Atika Fauziyyah
ADVERTISEMENT