Gerbong Maut Bondowoso: Saksi Bisu Kejamnya Belanda Usai Indonesia Merdeka

11 September 2022 8:01 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Monumen Gerbong maut di Bondowoso. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Monumen Gerbong maut di Bondowoso. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Bicara tentang sejarah di Indonesia memang tidak ada habisnya. Di balik keadaan yang dirasakan sekarang, ada orang-orang yang berjuang.
ADVERTISEMENT
Banyak saksi bisu yang tertinggal di nusantara. Salah satunya adalah gerbong maut yang terletak di Bondowoso, Jawa Timur. Kira-kira bagaimana, ya sejarahnya?
Kejadian ini bermula saat Belanda menduduki Bondowoso. Tepatnya pada tanggal 22 Februari 1947, di mana pasukan Belanda menyerang dan berhasil mendudukinya.
Selama perjuangannya, pasukan Indonesia memilih mundur ke gunung dan melanjutkan perjuangannya secara diam-diam. Bahkan, para pemuda setiap malam menyerang ke markas VDMB (Veiliqheids Dienst Mariniers Brigade).
Monumen Gerbong maut di Bondowoso. Foto: Shutterstock
Dilansir situs resmi Pusaka Jawatimuran, karena serangan yang dilakukan secara terus menerus, persediaan peluru yang mereka miliki menjadi menipis.
Demi mencari peluru, maka para pemuda harus turun gunung atau pergi ke kota. Dengan nekatnya seorang pimpinan Barisan Pemberontak Indonesia bernama Pak Singgih, pergi ke kota dan berhasil menjalin hubungan dengan seorang anggota VDMB untuk mendapatkan tambahan peluru.
ADVERTISEMENT
Namun, meskipun dilakukan secara diam-diam, tapi Belanda mengetahui penyelewengan tersebut dan Pak Singgih ditangkap oleh Belanda saat membagikan peluru di rumahnya.
Pak Singgih ditangkap pada 20 September 1947, dan sejak hari ini beliau dan kawanannya mengalami penyiksaan berat di tahanan, mulai dari disekap di dalam WC hingga dipindahkan ke penjara Bondowoso.
Bukan hanya Pak Singgih, ada pejuang bernama Boeharnuddin yang juga mengalami kejadian serupa. Bedanya, ia bertugas untuk mencari senjata dan bahan makanan untuk para pejuang.
Pada tanggal 25 November1947, saat Boerhanuddin dan para pejuang tengah beristirahat, mereka disergap mendadak oleh Belanda. Setidaknya ada 100 orang yang ditangkap oleh Belanda.
Para tahanan dibawa ke Stasiun Bondowoso untuk diangkut ke suatu tempat. Setelah itu, mereka dimasukkan ke dalam gerbong barang tertutup dan dibagi menjadi tiga kelompok.
ADVERTISEMENT
Kelompok pertama terdiri dari 24 orang, kedua 36 orang, dan kelompok ketiga sebanyak 40 orang, termasuk Boeharnuddin. Dalam perjalanan di dalam kereta yang pengap, saat itu banyak penyiksaan terjadi.
Saat para tahanan sudah tak tahan akan rasa haus, dan menggedor pintu kereta untuk meminta minum, jawaban pasukan Belanda sungguh menyakitkan.
"Boleh, tapi minum saja peluru yang kalian ambil," kata pasukan Belanda.
Satu per satu para tahanan tersebut berguguran. Kalau pun ada yang bertahan, saat itu mereka memutuskan untuk meminum air kencingnya sendiri.
Bahkan beberapa dari mereka memeras keringatnya sendiri, supaya bisa diminum. Mayat-mayat bergelimpangan, dan Boeharnuddin menemukan rambutan untuk menahan rasa hausnya.
Tepat 19 jam setelah perjalanan, mereka sampai di Stasiun Wonokromo. Saat gerbong dibuka, tak ada satu tahanan pun yang keluar dari sana.
ADVERTISEMENT
Boeharnuddin bersama salah satu rekannya bernama Karsono, merangkak keluar sambil berteriak kepada pasukan Belanda bahwa orang-orang sudah tewas.
Namun, tentara Belanda tidak percaya. Mereka malah menendang semua tahanan ke luar gerbong dan melihat secara langsung, bahwa mereka tidak mampu bertahan lagi.
Karena kejadian tersebut, total tahanan yang meninggal ada 46 orang, dan yang sekarat berjumlah 56 orang. Lalu, semua mayat ditumpuk di depan Stasiun Wonokromo layaknya barang, untuk diangkut dengan truk militer ke Rumah Sakit Karang Menjangan.
Monumen Gerbong maut di Bondowoso. Foto: Shutterstock
Sedangkan untuk para tahanan yang masih hidup, mereka dikumpulkan di Penjara Bubutan. Saat berada di dalam tahanan, mereka dilarang untuk berkumpul dengan tawanan lainnya. Siapa yang ketahuan mendekat, mereka akan ditembak mati dari jarak 10 meter.
ADVERTISEMENT
Mengenai mayat-mayat korban gerbong maut tidaklah diketahui dengan pasti di mana dikuburkan. Ada yang mengatakan jenazahnya dibuang ke Sungai Wonokromo, ada juga yang mengatakan bahwa mereka dikuburkan di Sidoarjo.
Kini, gerbong maut di Bondowoso hanya ada replikanya di Monumen Gerbong Maut, yang berada di depan kantor Bupati Bondowoso, Jawa Timur.