Imbas Pariwisata Murah, Bali Atur Batas Tarif Bawah dan Atas Hotel

28 Oktober 2019 17:35 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi hotel (Square) Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi hotel (Square) Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
Beberapa waktu belakangan, makin banyak turis yang kerap membuat onar di Bali. Hal ini juga yang digadang-gadang menjadi imbas pariwisata murah.
ADVERTISEMENT
Melihat hal ini, Pemerintah Provinsi Bali akhirnya menghadirkan solusi untuk mengatur batas tarif bawah dan atas hotel. Kepala Dinas Pariwisata Bali, I Putu Astawa, mengatakan bahwa belakangan sejumlah hotel di Bali melakukan perang tarif, yang mengakibatkan turis bak tanpa beban saat masuk Bali.
"Nah kita, kan, tidak ingin pariwisata Bali itu banting-bantingan harga kamar saat low season. Pada saat musim sepi hotel-hotel itu, kan, banting-bantingan harga kamar, perang tarif. Sehingga kamar bintang lima bisa dijual dengan harga Rp 500 ribu. Ini kan sangat mendegradasi kualitas pariwisata kita," kata Astawa saat dihubungi kumparan, Senin (28/10).
Wisatawan turun dari kapal Explorer Dream yang berhasil melakukan sandar perdana di Pelabuhan Benoa, Bali. Foto: Dok. Corporate Communication PT Pelindo III
Dampak perang tarif ini tidak hanya pada kualitas turis yang datang ke Bali. Imbasnya juga pada bisnis hotel hingga pekerja di Bali.
ADVERTISEMENT
"Kita jadi wisata murahan, kan, akan diimbaskan kepada pekerja-pekerja kita, jadi dengan jual murah nanti pekerja kita dapat apa mereka," ujar Astawa.
Aturan ini nantinya akan tertuang dalam Pergub. Aturan ini mengatur standarisasi kepariwisataan, baik dari sisi fasilitas hingga etika turis di Bali.
"Jadi sistem tata niaga itu bagaimana bisnis, proses, sampai diterima oleh konsumen itu ada keseragaman. Ada standarnya, itu yang diinginkan dalam tata kelola kepariwisataan dari segi tata hotel," jelas Astawa.
Ilustrasi Kamar Hotel Foto: Shutter Stock
Soal tarif ini, Astawa belum bisa menyebut angka. Aturan tersebut masih dalam tahap pembahasan. Dia menargetkan, Desember 2019 bisa di bawa ke meja anggota dewan.
"Ini tadi pagi kita sedang bahas, karena cukup luas dan banyak. Kadang kita juga menemui kendala dalam merumuskan pasal, karena di tempat lain belum punya. Bapak gubernur ingin yang detail. Bagaimana turis yang mendarat bandara sampai balik ada standarnya begitu," tuturnya.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (Badung), IGN Rai Suryawijaya mengatakan, perang tarif hotel ini terjadi sejak tahun 2016. Sebab, wisatawan yang masuk ke Bali kebanyakan tidak menginap di hotel, tapi di indekos, vila, dan apartemen.
"Kalau kita lihat tahun 2017 dengan 2018, secara kuantitas kenaikan wisatawan sekitar 7 persen, dari 5,7 juta menjadi 6,07 juta. Tapi, kenaikan ini tidak dirasakan oleh tingkat hunian, karena ada penambahan sarana akomodasi, pembangunan hotel, banyak juga kos, vila, dan apartemen," ujar Suryawijaya.
Senada dengan Astawa, Suryawijaya mengatakan bahwa wisata murah ini lahir dari persaingan tidak sehat pelaku usaha di Bali. Pengusaha hotel perang tarif dan jumlah hunian tak seimbang dengan jumlah kunjungan wisatawan. Akibatnya, pengusaha rugi, pekerja tak dapatkan upah layak, pendapatan pemerintah dari pajak daerah tak terealisasi, sedangkan turis berhamburan datang ke Bali dengan kualitas rendah.
ADVERTISEMENT
"Kalau diatur, maka tidak saling makan. Bintang lima ngambil porsi bintang empat, dan seterusnya. Jangan sampai persaingan tidak sehat ini justru Tourism kilo Tourism. Jadi, membunuh pariwisata itu sendiri dan ini perlu diantisipasi. Caranya kita buat konsep menata pariwisata, kita sedang susun standar penyelenggaran di Bali," tutur Suryawijaya.
Wisatawan di Bali Foto: Shutter Stock
Soal tarif, Suryawijaya juga belum berani mematok harga. Yang pasti tarif harga juga disesuaikan asal turis dan karakteristik kamar hotel.
"Yang ingin berwisata itu ada di kelas bawah, menengah, dan atas. Jadi, umumnya kelas bawah di non star hotel dan apartemen yang termasuk dalam bujet. Yang menengah menduduki bintang tiga dan empat, sedangkan kelas atas kelas bintang lima," jelasnya.
“Kita belum melakukan standarisasi, kita nanti ke depan ingin mengatur bagaimana bottom line, batas bawah berapa yang idealnya. Itu untuk standar bintang lima minimum Rp 300 ribu dan maksimum berapa, bintang empat minimum Rp 200 ribu dan maksimum terserah, sehingga tidak ambil porsi bintang empat. Jadi, begitupun seterusnya,“ tambah Suryawijaya.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, seperti diketahui, Pemerintah Kabupaten Badung, Bali, juga tengah menggodok aturan mengenai indekos. Indekos yang memiliki 10 kamar akan dipungut pajak 10 persen. Aturan ini juga melarang WNA menyewa kamar.