Ini Alasan Mengapa Pesawat Harus Terbang di Ketinggian 35 Ribu Kaki

14 September 2019 11:18 WIB
comment
6
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pesawat udara terbang melintas di atas jalan raya saat bersiap mendarat di Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai, Denpasar, Bali. Foto: ANTARA FOTO/Nyoman Hendra Wibowo
zoom-in-whitePerbesar
Pesawat udara terbang melintas di atas jalan raya saat bersiap mendarat di Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai, Denpasar, Bali. Foto: ANTARA FOTO/Nyoman Hendra Wibowo
ADVERTISEMENT
Bagi sebagian orang, pesawat masih menjadi moda transportasi favorit untuk bepergian. Selain jarak yang terjangkau luas, bepergian dengan pesawat juga bisa menghemat waktu yang sangat signifikan.
ADVERTISEMENT
Nah, kadang kala, saat sedang naik pesawat, pilot atau awak kabin biasanya akan memberi tahu ketinggian daya jelajah, yang berkisar 35 ribu kaki atau sekitar 10.600 mdpl. Hal ini biasanya akan membuat banyak orang penasaran, kenapa pesawat harus terbang setinggi itu?
Tak perlu penasaran lagi, dilansir Travel and Leisure, berikut alasan mengapa pesawat harus terbang di ketinggian 35 ribu kaki:
1. Lebih Hemat Bahan Bakar
Bahan bakar Avtur untuk pesawat Foto: Dok. Pertamina
Salah satu alasan kenapa pesawat harus terbang setinggi lebih dari 35 ribu kaki adalah alasan efisiensi bahan bakar. Saat pesawat berada di ketinggian yang ideal, udara cenderung lebih tipis dan memudahkan pesawat untuk terbang lebih cepat.
Meski begitu, bukan berarti terbang lebih tinggi juga akan menjadi lebih baik. Justru Jika pesawat terbang terlalu tinggi malah bisa menimbulkan masalah, karena semakin tinggi sebuah pesawat, semakin banyak bahan bakar yang harus dibakar untuk sampai pada ketinggian tersebut.
ADVERTISEMENT
Karena jika pesawat berada di ketinggian yang rendah, hambatan-hambatan di udara akan semakin besar, sehingga membutuhkan daya yang lebih besar dan konsumsi bahan bakar menjadi lebih banyak. Sebab, mesin pesawat juga membutuhkan oksigen dalam menciptakan daya dorong. Selain itu, bahan bakar yang lebih sedikit memberi keuntungan bagi maskapai penerbangan.
2. Menghindari Kemungkinan Cuaca Buruk dan Terjadinya Turbulensi
Ilustrasi penerbangan dalam cuaca buruk. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Ketika kamu naik pesawat tentu pernah mengalami cuaca yang cerah tiba-tiba berubah menjadi hujan saat hendak tiba di tujuan, bukan? Hal ini lumrah terjadi, karena biasanya pesawat terbang di lapisan troposfer.
Alasan selanjutnya adalah untuk menghindari cuaca buruk dan turbulensi yang bisa saja mengganggu penerbangan. Karena biasanya pesawat komersial terbang di sekitar lapisan troposfer untuk menghindari terjadinya cuaca buruk.
ADVERTISEMENT
Walaupun begitu, turbulensi masih bisa saja terjadi di dalam sebuah penerbangan, terutama ketika pesawat menghantam awan ataupun tekanan udara yang tidak stabil. Dalam hal ini, biasanya pihak ATC atau Air Traffic Control menyarankan ketinggian yang berbeda untuk menghindarinya. Menurut USA Today, terbang lebih tinggi ternyata juga dapat meminimalkan turbulensi.
3. Jenis Pesawat Menentukan Ketinggian
Sebuah pesawat mendarat di bandara internasional Ngurah Rai. Foto: Sonny Tumbelaka / AFP
Lain jenis pesawat, lain pula ketinggian daya jelajahnya. Tidak semua pesawat berada di ketinggian jelajah yang sama, biasanya ketinggian pesawat ditentukan oleh berat pesawat dan kondisi atmosfer pada saat penerbangan. Selain itu, rute penerbangan hingga durasi penerbangan juga menjadi faktor mengapa pesawat terbang di ketinggian yang berbeda-beda.
Pesawat komersial biasanya terbang di ketinggian 33 ribu hingga 42 ribu kaki. Sementara itu, untuk pesawat komersial dengan kategori pesawat ringan (light plane), seperti pesawat Cessna mampu terbang dengan ketinggian sekitar 12 ribu kaki atau 3.657 meter.
ADVERTISEMENT
4. Menghindari Kepadatan Lalu Lintas
Maskapai Garuda Indonesia Foto: Instagram (@garuda.indonesia)
Selain di darat, kepadatan lalu lintas juga bisa dijumpai udara, lho. Bedanya, kalau di udara pesawat terbang yang satu dengan yang lainnya akan terbang dengan ketinggian yang berbeda guna menghindari tabrakan.
Pesawat yang terbang ke arah timur (termasuk timur laut dan tenggara) akan terbang di ketinggian 35 ribu kaki, sedangkan arah lainnya akan terbang di jumlah ketinggian genap misalnya 36 ribu kaki atau 10.792 meter. Sedangkan, bila pesawat tersebut menuju arah yang sama, kedua pesawat akan terbang dengan ketinggian yang berbeda, sekitar 1.000 kaki di bagian atas atau bawahnya.
5. Jeda untuk Melakukan Pendaratan Darurat
Ilustrasi emergency slide milik pesawat untuk pendaratan darurat di atas air Foto: Shutter Stock
Saat kondisi darurat, pesawat yang terbang lebih tinggi akan memberikan tambahan waktu bagi pilot dan co-pilot untuk mengambil keputusan yang tepat. Jika pesawat mengalami masalah, pilot, co-pilot, serta operator udara dapat memiliki waktu untuk membaca situasi dan memutuskan apakah melakukan pendaratan darurat atau tidak.
ADVERTISEMENT
Hal ini juga berlaku dengan pesawat yang terbang rendah, misalnya pesawat ringan yang terbang dengan ketinggian 10 ribu kaki atau 3.048 meter diharapkan bisa menemukan tempat yang aman untuk mendarat.
Bagaimana menurutmu?