Kala Ulos Mengubah Ekonomi Wanita di Desa Meat, Sumatera Utara

6 Desember 2019 8:29 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Penenun di Desa Wisata Meat, Sumatera Utara. Foto: Dok. Erwin Gumilar
zoom-in-whitePerbesar
Penenun di Desa Wisata Meat, Sumatera Utara. Foto: Dok. Erwin Gumilar
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Wajahnya tampak mulai menua, kerutan terlihat di beberapa sisi. Meskipun demikian, ia tak lelah terus menggerakan tangannya membentuk tenunan benang yang akhirnya menghasilkan sebuah kain cantik bernama ulos.
ADVERTISEMENT
Ialah Anti Borusiahaan, penenun dari Desa Meat, Kecamatan Tampahan, Kabupaten Toba Samosir, Sumatera Utara. Selama 40 tahun lebih, ia sudah berkecimpung dan akrab dengan dunia tenun menenun. Ibarat kata, dirinya sudah menyatu dengan helaian demi helaian benang yang setiap hari ia rangkai menjadi sebuah kain ulos yang cantik.
Anti Borusiahaan, penenun ulos di Desa Wisata Meat, Sumatera Utara. Foto: Andari Novianti/kumparan
Keahlian Anti sendiri tak didapatnya begitu saja. Karena kekagumannya akan kemampuan sang ibu menenun, akhirnya membuat dirinya suka dan mempelajari dunia tenun dari umur 16 tahun.
"(Menenun ulos) memang menjadi tradisi kami, aku suka. Aku dulu tidak sekolah, jadi (menenun ulos) ini yang aku pelajari," ujar Anti, ketika berbincang dengan kumparan di Desa Meat, Kecamatan Tampahan, Kabupaten Toba Samosir, Sumatera Utara, Rabu (4/12).
ADVERTISEMENT
Dari kemampuan menenun ulos inilah akhirnya Anti menggantungkan hidupnya. Setiap bulannya, ia bisa menenun satu sampai dua buah ulos.
Penenun ulos di Desa Wisata Meat, Sumatera Utara. Foto: Andari Novianti/kumparan
Meskipun dahulu sulit untuk menjual ulos ke pasaran, tetapi hal ini tetap disyukurinya. Berkat uloslah ia bisa menghidupi kebutuhan sehari-hari dan juga biaya sekolah anak-anaknya.
"Biasanya aku jual ulos untuk belanja itu sekitar dua ulos. (Hasil jual ulos) satu untuk kehidupan sehari-hari, satu untuk sekolah anak," terang Anti.
Namun, semenjak Desa Meat berubah menjadi desa wisata pada 2017 lalu, kehidupan Anti pun berubah. Kini ia bisa lebih banyak dan teratur mendapatkan uang dari hasil menjual ulos.
Penenun ulos di Desa Wisata Meat, Sumatera Utara. Foto: Andari Novianti/kumparan
Lewat Desa Wisata Meat inilah mereka dibina dan akhirnya konsisten membuat ulos setiap minggunya.
ADVERTISEMENT
"Desa Wisata Meat berdiri sejak 2017 lalu. Di sini kami mengajak masyarakat untuk membuat ulos bersama, dengan tenggat waktu satu minggu mereka harus menyelesaikan semuanya," tutur Guntur Sianipar, Ketua Desa Adat Meat, ketika berbincang dengan kumparan di kesempatan yang sama.
Hasil tenun di Desa Wisata Meat, Sumatera Utara. Foto: Dok. Erwin Gumilar
Nantinya, ulos itu harus mereka selesaikan hari Kamis setiap minggunya, dan akan diambil oleh tauke (pengepul) pada hari Jumat.
"Jadi, mereka harus menyelesaikannya hari Kamis, lalu Jumat tauke akan mengambil ke sini, setiap minggu seperti itu," ujar Guntur.
Penenun di Desa Wisata Meat, Sumatera Utara. Foto: Dok. Erwin Gumilar
Di Desa Meat, para penenun akan membuat ulos berdasarkan beberapa motif yang selama ini terkenal dalam budaya batak, seperti sadum, sibolang (motif untuk orang tua yang meninggal), ragi hidup, dan puncak (ulos yang diperuntukkan bagi orang yang sudah punya cucu). Ada pula motif lobu-lobu, ragi huting, dan mangiring.
ADVERTISEMENT
Berkat teraturnya membuat ulos, pendapatan mereka pun akhirnya turut meningkat dan teratur. Setiap minggunya, Anti mengungkapkan bahwa mereka bisa mendapatkan keuntungan Rp 300-350 ribu.
"Kalau sekali jual bisa dapat keuntungan sekitar Rp 300 ribu. Itu biasanya dipakai untuk belanja," ungkap Anti.
Penenun ulos di Desa Wisata Meat, Sumatera Utara. Foto: Andari Novianti/kumparan
Hal senada juga diungkapkan oleh penenun ulos lainnya, Espi Borusianipar. Menurutnya, semenjak Desa Meat dijadikan desa wisata dan mulai banyak wisatawan yang datang, dirinya pun ikut mendapatkan keuntungan. Sebab, kadang kala ada wisatawan yang memberikan mereka uang tambahan, karena kagum dengan keahlian para wanita Desa Meat saat membuat ulos.
"Kadang kalau wisatawan ke sini, ada juga yang suka kasih uang. Itu yang menjadi tambahan kami juga," tutur Espi.
Penenun ulos di Desa Wisata Meat, Sumatera Utara. Foto: Andari Novianti/kumparan
Ulos hasil karya penenun Desa Meat sendiri dijual mulai harga Rp 650 ribu. Tak hanya ulos jadi, di sini wisatawan juga bisa memesan motif ulos sesuai dengan keinginannya.
ADVERTISEMENT
Kini, ulos tak hanya sekadar menjadi pakaian adat Suku Batak saja, tapi juga bisa mengubah kehidupan penenun-penenun ulos, termasuk penenun ulos di Desa Meat menjadi lebih baik.