Kedaton Ambarrukmo, Wisata Sejarah Yogyakarta yang Tak Lekang oleh Waktu

1 Mei 2022 14:53 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kompleks Kedaton Ambarrukmo. Foto: Kelik Wahyu Nugroho/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Kompleks Kedaton Ambarrukmo. Foto: Kelik Wahyu Nugroho/kumparan
ADVERTISEMENT
Buat kamu yang lagi libur lebaran di Yogyakarta dan bingung mau ke mana atau enggak mau ke destinasi wisata yang mainstream, coba ke kawasan Ambarrukmo. Kamu pasti akan berpikir, “ngapain wisata ke Ambarrukmo? Itu kan cuma mal”.
ADVERTISEMENT
Betul, enggak ada yang salah kok, tapi coba deh baca tulisan ini sampai selesai.
Tepat di samping Mal Ambarrukmo Plaza —orang biasa menyebutnya Amplaz— ada kawasan heritage “Kedaton Ambarrukmo”. Lokasi cagar budaya ini tepat di tengah-tengah Amplaz dan Hotel Royal Ambarrukmo.
Kompleks Kedaton Ambarrukmo. Foto: Kelik Wahyu Nugroho/kumparan
Di sini, kamu yang lagi ke Amplaz atau staycation di Hotel Royal Ambarrukmo, bisa meng-explore sejarah singkat Yogyakarta maupun keraton, khususnya kehidupan Sri Sultan Hamengku Buwono VII.
Saat kamu memasuki kawasan ini, terasa seperti oase di tengah-tengah modernisasi. Diapit dua bangunan mewah, tertutup pohon rindang, joglo, dan bangunan khas Keraton. Bisa sekadar duduk-duduk santai merasakan sejuknya Kota Yogyakarta.
Kompleks Kedaton Ambarrukmo. Foto: Kelik Wahyu Nugroho/kumparan
Selain itu, kamu juga bisa masuk ke dalam kawasan Kedaton Ambarrukmo secara gratis. Cagar budaya ini dikelola Royal Ambarrukmo namun bisa didatangi siapa pun. Enggak ada salahnya ke lokasi ini setelah jalan-jalan di Amplaz.
ADVERTISEMENT
Meski gratis, tetap harus mematuhi aturan ya dan enggak asal masuk. Setidaknya lapor dulu ke petugas setempat, kemudian kamu akan didampingi seorang abdi dalem untuk mengulik sejarah lokasi ini.
Kompleks Kedaton Ambarrukmo. Foto: Kelik Wahyu Nugroho/kumparan
Kawasan budaya ini, sekilas terdiri dari 3 bagian: Pendopo Agung, Museum Ambarrukmo, dan Bale Kambang. Namun ada bagian lain yang berada di seberang Jalan Solo, yakni Alun-alun.
Dulu kawasan ini adalah semacam tempat beristirahat keluarga kerajaan yang kemudian menjadi kediaman resmi Sultan Hamengku Buwono VII setelah turun tahta. Kini bentuk bangunan masih dijaga seperti gaya arsitek perpaduan Jawa-Belanda abad ke-18.

Bagian dari Kompleks Kedaton Ambarrukmo

Kompleks Kedaton Ambarrukmo. Foto: Kelik Wahyu Nugroho/kumparan
Pendopo Agung termasuk bangunan semi outdoor tanpa dinding yang melambangkan keterbukaan raja ke seluruh rakyatnya. Lantai pendopo lebih tinggi dari halaman untuk mencerminkan penghargaan kepada semua tamu kerajaan.
ADVERTISEMENT
Sejak dibangun pada 1857 oleh Sultan Hamengku Buwono VI, Pendopo Agung tidak mengalami perubahan bentuk melainkan hanya dilebarkan. Saat ini, area ini digunakan untuk tempat pertunjukan wayang, tari, dan kesenian lainnya.
Kemudian memasuki bagian Ndalem Ageng, yang sekarang dilestarikan sebagai 'Museum Ambarrukmo'. Bangunan bergaya limasan ini menghadap ke selatan dengan tampilan eksterior khas Jawa, namun tata ruang dan interiornya dipengaruhi gaya Eropa.
Kompleks Kedaton Ambarrukmo. Foto: Kelik Wahyu Nugroho/kumparan
Ruangan-ruangan di bagian ini tampak simetris dan berdinding beton kuat sedangkan bagian kayunya menggunakan jati. Pada bagian depan terdapat lukisan dan foto raja-raja Keraton Yogyakarta dari Sultan Hamengku Buwono I sampai X.
Di sini juga terdapat ruangan-ruangan yang digunakan sebagai tempat menyimpan wayang kulit, keris, hingga batik. Ada pula ruangan yang dulunya adalah kamar raja.
Kompleks Kedaton Ambarrukmo. Foto: Kelik Wahyu Nugroho/kumparan
Dulunya ruangan-ruangan pada bagian ini terbagi menjadi tiga sisi. Pada sebelah timur adalah 'Senthong Kiwa' untuk anggota keluarga laki-laki, dua di barat adalah 'Senthong Tengen' untuk anggota wanita, sedangkan di antara disebut 'Senthong Tengah/Krobongan' untuk ruang senjata pusaka, dengan masing-masing akses ke dalam bangunan dan juga ke halaman samping.
Kompleks Kedaton Ambarrukmo. Foto: Kelik Wahyu Nugroho/kumparan
Setelah Sultan Hamengku Buwono VII turun tahta dan tinggal di Kedaton Ambarrukmo, ia menempati kamar tidur di bagian tenggara sampai meninggal pada 30 Desember 1921. Kini kamar itu tetap menjadi kamar pribadi dan dianggap sebagai bagian paling suci dari kompleks ini.
Kompleks Kedaton Ambarrukmo. Foto: Kelik Wahyu Nugroho/kumparan
Jika melihat lurus dari Ndalem Ageng, maka pandangan akan langsung tertuju pada area taman, kolam, dan di tengahnya terdapat bangunan berlantai dua. Area ini disebut Bale Kambang. Bangunan Bale Kambang sangat kental gaya arsitek perpaduan kolonial Belanda dan Jawa.
ADVERTISEMENT
Area ini sekilas seperti Istana Air Taman Sari. Semasa ditinggali raja, pada lantai atas digunakan untuk meditasi dan lantai bawah untuk ruang ganti. Kolam digunakan untuk area bersantai raja beserta istri, dan putra-putrinya.
Kompleks Kedaton Ambarrukmo. Foto: Kelik Wahyu Nugroho/kumparan
Air kolam yang digunakan berasal dari Sungai Tambak Bayan di dekatnya dan disaring terlebih dahulu secara alami sebelum mengisi kolam.
Kamu bisa menaiki tangga Bale Kambang namun sebagai bentuk penghormatan kepada raja, setiap pengunjung diminta melepas alas kaki.
Pada area ini, kamu bisa merasakan hawa sejuk, suara daun-daun yang bergesekan karena angin, suara gemericik air, apalagi jika datang saat sore hari akan merasakan golden hour. Oh iya, abdi dalem di sini akan dengan senang hati membantumu yang ingin berfoto.
Kompleks Kedaton Ambarrukmo yang terhubung dengan Hotel Royal Ambarrukmo. Foto: Kelik Wahyu Nugroho/kumparan
Kini, kawasan heritage ini digunakan untuk layanan spa Hotel Royal Ambbarukmo dan biasa disewakan untuk acara-acara resmi, seperti prawedding, pernikahan, dinner, dan sekadar minum teh.
ADVERTISEMENT
Menarik bukan? Wisata Yogyakarta memang tidak terlepas dari sejarah, jika sudah pernah ke Keraton, Taman Sari, dan kawasan sejarah lainnya, kamu yang sedang di Amplaz bisa ke Kedaton Ambarrukmo.