Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
ADVERTISEMENT
Didirikan dengan nama KLM Interinsulair Bedrijf pada 1 Agustus 1947, maskapai representatif Bumi Pertiwi ini kemudian berganti nama menjadi Garuda Indonesia setelah Belanda mengakui kedaulatan Indonesia. Mengambil nama Garuda, yang merupakan tunggangan Dewa Wisnu dalam mitologi India kuno, tidak bisa dipungkiri Garuda menorehkan beragam prestasi yang patut dibanggakan.
ADVERTISEMENT
Sayang, prestasi tersebut kini seakan bias di mata traveler, karena tindakan pelaporan yang dilakukan Garuda Indonesia terhadap Rius Vernandes, reviewer asal Indonesia. Rius Vernandes dilaporkan atas tuduhan dugaan tindak pidana pencemaran nama baik, karena mengunggah menu makanan Garuda Indonesia yang ditulis dengan tangan dalam secarik kertas.
Menurut Garuda Indonesia, menu makanan tersebut adalah catatan awak kabin yang seharusnya tidak boleh disebarluaskan. Sedangkan menurut pengakuan Rius pada kumparan dan dalam vlog klarifikasinya, catatan itu memang sengaja dibagikan oleh awak kabin pada penumpang, karena menu card masih dalam proses percetakan pembaharuan menu.
Tidak sampai di situ saja, Garuda Indonesia bahkan mengeluarkan imbauan bagi penumpang dan awak kabin untuk tidak mengambil foto saat berada di dalam pesawat. Imbauan itu dikeluarkan pada hari Selasa (16/7), tak berselang lama dari viralnya catatan menu yang ditulis tangan dalam penerbangan Sydney-Denpasar yang diunggah Rius.
Sontak, tindakan Garuda Indonesia ini mendapat respon negatif, baik dari warganet maupun dari traveler. Secara garis besar, warganet dan traveler menganggap bahwa Garuda Indonesia terlalu buru-buru mengambil langkah dan terkesan berlebihan.
ADVERTISEMENT
Uly Siregar misalnya, ia menganggap cara Garuda dalam menyikapi komplain kurang tepat dan terkesan terburu-buru karena panik dan tidak berorientasi pada konsumen. Sehingga tindakan yang seharusnya dilakukan untuk melindungi perusahaan justru berbalik menyerang mereka sendiri.
"Lebay. Maksudnya gini, lho. Ya, itu kan antisipasi kali, ya, dari perusahaan untuk melindungi perusahaannya, cuma gue bilang itu public relation (PR) movement yang tidak customer oriented. Menurutku, seharusnya melakukan upaya yang customer oriented supaya orang berbalik menjadi simpati," ujar penulis asal Indonesia yang kini menetap di Amerika Serikat itu, saat dihubungi kumparan pada Rabu (17/7).
"Namanya customer, ya, diutamakan, lagian kok menu makanan ditulis tangan. Nah, apalagi kan complaint bukan cuma masalah itu doang, berarti kan pelayanannya secara keseluruhan dipertanyakan, enggak cuma soal menu makanan yang ditulis tangan," lanjutnya.
Uly tak sendiri, Trinity, penulis buku serial perjalanan The Naked Traveler yang juga dikenal sebagai travel blogger populer di Indonesia beropini serupa. Ia mengatakan bahwa tindakan Garuda Indonesia inilah yang justru mencoreng nama baik mereka. Trinity berpendapat bahwa Garuda sebaiknya melakukan introspeksi.
ADVERTISEMENT
"Ini ngambekan parah banget! Garuda mencoreng namanya sendiri! Herannya, why now? Banyak kok dari kita yg mengkritik Garuda Indonesia (GA), apalagi sejak harga naik tapi kualitas dan pelayanan menurun, sampai makanan enggak ada, tapi kenapa baru sekarang pas dengan Rius? Belum soal postingan makanan Hokben," katanya ketika dihubungi kumparan pada waktu yang sama.
"Semuanya nyata! Pencemaran nama baik GA adalah oleh GA sendiri. GA harus mengakui kesalahannya, sih. Menu tulis tangan di business class is intolerable! Kalo dari kemaren GA bilang maaf aja, enggak bakal ribut begini," lanjut Trinity.
Tanggapan bernada sama juga hadir dari travel blogger Marischka Prudence. Wanita yang akrab dipanggil Prue ini menganggap bahwa Garuda Indonesia seakan bertindak seperti anak kecil yang kesal. Tindakan mempolisikan Rius dianggap berlebihan dan justru merugikan maskapai ini sendiri, karena tidak mampu menanggapi input dari penumpang dengan baik.
ADVERTISEMENT
"Ini menunjukkan arogansi perusahaan yang anti-kritik, yang mencemarkan nama baik Garuda justru Garuda sendiri dengan mereka perkarain kasus ini. Lihat saja pemberitaan sudah ke mana-mana, sampai di media luar juga ditulis betapa anti kritiknya Garuda. Kerja keras membangun nama dan reputasi yang baik dan jadi maskapai kebanggaan, langsung hancur dalam sekejap. Sekarang orang-orang hilang respek dengan Garuda, termasuk gue," kata Prue.
Ungkapan kecewa atas langkah yang diambil Garuda Indonesia bukan hanya dilontarkan oleh mereka yang expert di bidangnya, tapi juga pengguna. Otniel Adityo misalnya, sebagai seorang abdi negara yang memiliki intensitas perjalanan tinggi menggunakan pesawat dalam melakukan tugasnya menganggap, bahwa tindakan Garuda Indonesia malah terlihat seakan 'membenarkan' fakta terjadinya penurunan pelayanan.
ADVERTISEMENT
"Pelanggan adalah raja, harusnya Garuda memberikan servis terbaik, dong. Buktikan kalau (kasus yang beredar) itu enggak benar. Kalau dipolisikan berarti benar, kan. Sekelas Garuda Indonesia, lho, yang katanya pelayanannya lebih baik dari maskapai domestik lainnya," aku pria asal Semarang itu.
Menurut Lazuardi Nazar yang juga berkecimpung di dunia traveling, tindakan mempolisikan reviewer yang dilakukan Garuda merupakan wujud manajemen krisis yang buruk, sehingga membuat situasi menjadi semakin buruk. Padahal seharusnya, Garuda mampu menjadikan momen ini sebagai peluang.
"Mereka yang sudah bayar 20 juta++ mungkin untuk business class akan merasa haknya tidak terpenuhi, kecewa, dan gak balik lagi. Masalahnya bukan gak balik lagi aja, tapi words of mouth-nya itu loh, bisa bikin orang lain di sekitarnya jadi takut juga untuk naik maskapai ini. Harusnya mereka menjadikan momen ini sebagai opportunity bisnisnya," katanya.
ADVERTISEMENT
"Misalnya, mengundang kembali vlogger tersebut atau bersama vlogger lainnya menikmati business class GA dan memperbaiki kualitas pelayanannya selama perjalanan. Gak perlu jauh-jauh, deh, domestic flight misalnya. Yang penting orang-orang yang punya influencing power ini dikembalikan lagi trust-nya utk menggunakan GA," tutur Lazuardi memberi contoh.
Hingga berita ini diturunkan, ungkapan kekecewaan traveler atas tindakan Garuda Indonesia masih terus bergulir di media sosial. Kritik ini bukan hanya dilontarkan dari pengguna yang berasal dari Indonesia, tetapi juga oleh travel reviewer dari luar negeri.
Apalagi tindakan melaporkan Rius Vernandes muncul tak lama setelah Garuda Indonesia mengeluarkan imbauan untuk tidak mengambil gambar di dalam pesawat. Bagaimana menurutmu?