Kutai Kartanegara, Dari Kerajaan Tertua Jadi Ibu Kota Baru Indonesia

28 Agustus 2019 7:35 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Patung makhluk mitos Lembuswana di Pulau Kumala memiliki kepala singa bermahkota, belalai gajah, bersisik seperti ikan, dan mempunyai sayap seperti burung elang Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Patung makhluk mitos Lembuswana di Pulau Kumala memiliki kepala singa bermahkota, belalai gajah, bersisik seperti ikan, dan mempunyai sayap seperti burung elang Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Presiden Joko Widodo (Jokowi) baru saja memutuskan bahwa Penajam Paser Utara dan Kutai Kartanegara di Kalimantan Timur akan jadi ibu kota negara pada Senin (26/8). Nama Penajam Paser Utara maupun Kutai Kartanegara mungkin tak terlalu familiar di telingamu.
ADVERTISEMENT
Tapi jika kita kembali ke buku sejarah yang pernah dilahap semasa bangku sekolah, sebenarnya nama Kutai Kartanegara tidaklah asing. Nama ini bahkan sering kali keluar sebagai soal ujian dalam pelajaran IPS atau Sejarah.
Mengapa? Karena Kutai Kartanegara memiliki sejarah dengan kerajaan besar tertua di Indonesia yang juga bernama serupa. Menurut laman resmi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kutai Kartanegara merupakan akar sejarah dari kerajaan Hindu tertua di Indonesia.
Yupa yang berisi pahatan tulisan berbahasa Sanskerta peninggalan Kerajaan Kutai Martadipura Foto: Wikimedia Commons
Hal ini dibuktikan dari ditemukannya Yupa, yaitu tugu berupa batu tegak seperti tiang yang di permukaannya terpahat pesan berbahasa Sanskerta. Tulisan-tulisan itu dipahat dengan aksara Pallawa awal yang berisi tentang silsilah kerajaan dan keagungan Sang Mulawarman, cucu dari Raja Kudungga, raja pertama kerajaan Hindu yang berdiri sekitar 300-an Masehi.
ADVERTISEMENT
Ditinjau dari laman resmi Kesultanan Kutai Kartanegara, kerajaan yang dipimpin oleh Raja Mulawarman, anak dari Aswawarman dan cucu dari Kudungga itu bernama Kutai Martadipura. Kerajaannya berlokasi di seberang Kota Muara Kaman, Kalimantan Timur, dekat dengan Sungai Mahakam.
Lalu sekitar abad ke-13 sampai ke-14, muncullah sebuah kerajaan baru yang menamakan dirinya sebagai Kutai Kartanegara. Kerajaan ini berada di bawah kepemimpinan Aji Batara Agung Dewa Sakti (1300-1325) dan berlokasi di Tepian Batu atau Kutai Lama.
Lesong batu peninggalan purba Kerajaan Kutai Kartanegara ing Martadipura Foto: Wikimedia Commons
Kemunculan kerajaan baru ini tentu saja menimbulkan pergolakan di antara keduanya, sampai pada abad ke-16, kedua kerajaan ini berperang. Kutai Kartanegara yang dipimpin oleh Aji Pangeran Sinum Panji Mendapa menaklukkan Kutai Martadipura yang saat itu diperintah oleh Raja Dermasetia.
ADVERTISEMENT
Kedua kerajaan ini kemudian menyatu dan dinamai sebagai Kutai Kartanegara ing Martadipura dan berdiri di Tepian Pandan. Tepian Pandan kini lebih dikenal sebagai Tenggarong. Tenggarong sendiri berasal dari Tangga Arung yang berarti rumah raja.
Singgasana Kesultanan Kutai Kartanegara Foto: Wikimedia Commons
Di masa itu, Kerajaan Kutai Kartanegara ing Martadipura berkembang sangat pesat, karena mendapat dukungan Kerajaan Majapahit. Pada masa kejayaannya, Kerajaan Kutai Kartanegara ing Martadipura atau yang lebih sering disebut sebagai Kutai Kartanegara memiliki luas wilayah hingga 94.700 meter persegi apabila Bontang dimasukkan ke dalamnya.
Karena menurut beberapa sumber, Bontang juga sempat masuk ke dalam kawasan pemerintahan Kutai Kartanegara. Sementara sebelah utaranya mencapai Sangkulirang, selatannya mencapai daerah Pasir. Kawasan timur kerajaan meliputi seluruh delta Sungai Mahakam, dan di sebelah barat mencakup Dataran Tinggi Tunjung.
ADVERTISEMENT
Seluruh wilayah ini dikuasai Kutai Kartanegara selama kurun waktu 1300-1959 Masehi. Masih menurut laman Kerajaan Nusantara, nama Kutai Kartanegara merupakan perpaduan dari bahasa China dan Sanskerta.
Gerbang menuju Tanah Ulayat Adat Kesultanan Kutai Kartanegara ing Martadipura Foto: Wikimedia Commons
Kata Kutai berasal dari kata bahasa China "Kho Tay" yang berarti negara yang besar. Sementara Kartanegara berasal dari bahasa Sanskerta yang artinya memiliki aturan. Sehingga jika diartikan secara harafiah, Kutai Kartanegara berarti negara besar yang memiliki aturan.
Kutai Kartanegara memiliki hubungan yang erat dengan Kerajaan Majapahit. Dua orang putra mahkotanya, Maharaja Sakti dan Maharaja Sultan, yang merupakan cucu dari sang pendiri bahkan mengunjungi Kerajaan Majapahit yang saat itu diperintah oleh Hayam Wuruk untuk belajar tentang sistem pemerintahan dan adat istiadat.
Hasil pembelajaran itulah yang kemudian diterapkan di dalam Kerajaan Kutai Kartanegara, lengkap dengan pengaruh Hindu yang kemudian dianut sebagai agama kerajaan. Interaksi kedua kerajaan ini kemudian membuat Kerajaan Majapahit menempatkan dirinya sebagai kerajaan induk dan kerajaan Kutai Kartanegara sebagai kerajaan taklukkan.
Habib Muhammad bin Yahya atau yang lebih dikenal sebagai Pangeran Noto Igomo adalah ulama Indonesia kelahiran Hadramaut yang dikenal berjasa menyebarkan Islam dalam Kerajaan Kutai Kartanegara Foto: Wikimedia Commons
Pada abad ke-17, agama Islam mulai masuk ke dalam Kerajaan Kutai Kartanegara. Islam diterima dengan baik oleh keluarga kerajaan. Kemudian gelar raja pun diganti menjadi sultan, begitu pula dengan nama-nama generasi yang lahir di masa itu dan sesudahnya, mulai menggunakan nama-nama bernafas Islam.
ADVERTISEMENT
Nama Kerajaan Kutai Kartanegara pun ikut berubah menjadi Kesultanan Kutai Kartanegara. Raja yang pertama kali mengunakan gelar sultan adalah Sultan Aji Muhammad Idris. Sayang, sang Sultan meninggal saat berperang melawan VOC membantu ayah mertuanya, Sultan Wajo La Madukelleng di Sulawesi Selatan.
Jembatan Kutai Kartanegara ing Martadipura Foto: Shutter Stock
Kutai Kartanegara pernah beberapa kali memindahkan ibu kotanya. Tahun demi tahun berganti, begitu pula dengan tampuk kepemimpinan yang juga ikut berganti kepemilikan. Hingga pada akhirnya tahun 1942, Aji Sultan Muhammad Parikesit memutuskan tunduk pada Tenno Heika, Kaisar Jepang.
Jepang saat itu membunuh sekitar 300 orang keluarga Kesultanan Pontianak secara membabi buta, karena dianggap tak mau bekerja sama. Karena sikapnya ini, Kerajaan Kutai diberi gelar kehormatan Koo dengan nama kerajaan Kooti.
Rumah tradisional dayak di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Foto: Shutterstock
Tepat 17 Agustus 1945, Indonesia menyatakan kemerdekaannya dan di saat itu pula Jepang mengakhiri masa penjajahannya. Pada 1947, Kesultanan Kutai Kartanegara ing Martadipura yang berstatus swaparaja dimasukkan ke dalam wilayah federasi Kalimantan Timur bersama dengan Bulungan, Sambaliung, Gunung Tabur, dan Pasir.
ADVERTISEMENT
Kutai Kartanegara ing Martadipura berubah jadi Daerah Istimewa Kutai pada 1953 silam, berdasarkan Undang-Undang No.3 Tahun 1953. Enam tahun setelahnya, Daerah Istimewa Kutai dipecah jadi tiga daerah tingkat II, yaitu Kutai, Balikpapan, dan Samarinda.
Jembatan Martadipura di Kota Bangun Foto: Wikimedia Commons
Kutai kemudian dibagi lagi menjadi tiga kabupaten dan satu kota pada tahun 1999, yakni Kutai, Kutai Barat, Kutai Timur, dan Bontang. Kemudian sejak 2002, Kabupaten Kutai berganti nama menjadi Kutai Kartanegara yang kini dikenal akan menjadi ibu kota baru Indonesia.
Menurut Dinas Pariwisata Kutai Kartanegara, penduduk setempat dapat dibagi ke dalam tiga kelompok. Kelompok pertama adalah Kutai Biru atau Keraton yang terdiri dari masyarakat yang memiliki garis keturunan keraton atau bangsawan.
Museum Mulawarman di Kota Tenggarong, Kutai Kartanegara Foto: Shutter Stock
Kelompok kedua adalah Kutai Pantai atau Pesisir, yang berisi masyarakat dari beragam macam etnik di Indonesia yang berasimilasi atau berbaur dengan penduduk asli. Sedangkan kelompok terakhir adalah Kutai Ulu atau Pedalaman yang berasal dari 18 etnis dengan tradisi dan bahasa yang berbeda.
ADVERTISEMENT
Mereka biasanya mendiami kawasan pedalaman Kutai, misalnya Suku Dayak Tunjung, Benuaq, Kenyah, Punan, Modang, dan Basap. Menarik sekali, ya.
ADVERTISEMENT