Mata Air Jadi Sumber Rezeki Bagi Warga Desa Ponggok

26 April 2018 10:35 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:09 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Terletak di antara lekukan Gunung Merapi dan Gunung Merbabu, membuat Desa Ponggok, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, ini dilimpahi mata air pegunungan yang sejuk dan jernih.
ADVERTISEMENT
Persediaan mata air yang tumpah ruah itu menjadi penyambung hidup dan sumber perekonomian warga desa. Mulai dari pariwisata, pertanian hingga perikanan tak luput dari cucuran air pegunungan.
Melihat potensi tersebut, Junaedi Mulyono, Kepala Desa Ponggok, memanfaatkan air pegunungan ke dalam program-program pembangunan desa yang ia miliki.
"Jadi potensi air ini sangat berlimpah yang dulunya hanya digunakan untuk mencuci dan irigasi, saat ini potensi air benar-benar kita gali supaya bisa kita manfaatkan untuk pengelolaan di pariwisata, perikanan, pertanian. Jadi dimaksimalkan untuk masyarakat dan kembali untuk masyarakat," ujar Junaedi saat ditemui kumparan (kumparan.com) di kediamannya pada Kamis (20/4).
Desa Ponggok Klaten (Foto: Retno Wulandhari/kumparan)
Sektor pariwisata menjadi salah satu potensi besar bagi Desa Ponggok. Ketenaran Desa Ponggok kian meroket setelah direvitalisasi pada tahun 2010 dengan tambahan wahana selfie 'bawah laut' yang di salah satu sumber mata airnya bernama Umbul Ponggok atau mata air Desa Ponggok.
ADVERTISEMENT
Ada empat umbul yang dijadikan tempat rekreasi, di antaranya Umbul Ponggok, Umbul Sigedang, Umbul Kapilaler, dan Umbul Ciblong. Di tempat ini wisatawan bisa berfoto di bawah air dengan properti unik, snorkeling, dan memberi makan ikan.
"Jadi tergantung kreativitas kita untuk membuat tempat-tempat foto atau spot untuk selfie ada inovasi dan kreativitas dari kita. Seperti membawa televisi, motor, komputer ke dalam air. Jadi apa yang dilakukan di luar air bisa dilakukan di dalam air," lanjut Junaedi
Kemajuan sektor pariwisata yang pesat juga ikut meningkatkan perekonomian warga setempat. Seperti yang dirasakan oleh Listyaningsih, seorang ibu rumah tangga sekaligus menjabat sebagai ketua UKM Nila Murni.
Perempuan berkerudung biru itu mengungkapkan, sebelum Desa Ponggok terkenal dan maju, Listyaningsih saban harinya berada di rumah mengurus kebutuhan keluarga.
ADVERTISEMENT
"Dengan adanya Umbul Ponggok yang terkenal ini, kami semua anggota UKM diberdayakan untuk pengolahan camilan dari bahan ikan nila. Kemudian hasilnya dapat menambah perekonomian rumah tangga kita," kata Listyaningsih.
Desa Ponggok Klaten (Foto: Retno Wulandhari/kumparan)
Hal serupa juga diutarakan oleh Ngatmi yang dulunya berjualan di pasar, kini beralih menjadi pedagang dan membuka ruko di pinggir Umbul Ponggok.
"Kalau sekarang itu, wisatanya berkembang. Kemarin kan belum ada wisata seperti ini, masih umbul biasa-biasa saja. Sekarang sudah ramai. Sudah bagus karena pengelolaannya bagus," kata Ngatmi.
Desa Ponggok yang dulunya masuk dalam daftar desa termiskin di Indonesia berubah menjadi desa dengan pendapatan mencapai miliaran per tahunnya.
Desa Ponggok di tahun 2005 hanya Rp 80 juta per tahun. Di tahun 2006 pendapatan meningkat menjadi Rp 120 juta. Tahun 2017 ini pendapatan Desa Ponggok mencapai Rp3,9 miliar.
ADVERTISEMENT
Keberhasilan ini juga membawa Desa Ponggok meraih beragam penghargaan. Yang paling baru, pada Mei 2017 Desa Ponggok dinobatkan sebagai desa wisata terbaik sekaligus mendapatkan uang pembinaan senilai Rp9 juta.
Junaedi berharap desa-desa di Indonesia bisa mencontoh Desa Ponggok sebagai desa yang mandiri sehingga bisa berkembang dan maju dengan pesat.
"Kalau desa-desa di seluruh Indonesia sesuai dengan keinginan Pak Jokowi dengan dana wacita yakni membangun dari pinggiran, ini jelas akan baik sekali. Di sinilah letak perkembangan Indonesia, ini bisa benar-benar berkembang dengan cepat," ujar Junaedi.