Mengenal Batombe, Tradisi Berbalas Pantun Selama Sepekan di Minangkabau

27 September 2020 8:01 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tradisi berbalas pantun di Minangkabau. Foto: Dok. Kemendikbud
zoom-in-whitePerbesar
Tradisi berbalas pantun di Minangkabau. Foto: Dok. Kemendikbud
ADVERTISEMENT
Selama ini kamu tentu tau seni atau tradisi berbalas pantun lekat kaitannya dengan masyarakat Betawi di Jakarta. Tapi enggak hanya itu, tradisi berbalas pantun ternyata juga dilakukan oleh masyarakat Minangkabau di Sumatera Barat, lho.
ADVERTISEMENT
Tradisi tersebut bernama Batombe. Mengutip laman kebudayaan.kemendikbud.go.id, tradisi ini merupakan bentuk seni berbalas pantun dengan diiringi alat musik rabab (alat musik gesek).
Tradisi ini dilakukan saat pernikahan salah satu anggota suku tersebut. Nah, tak kalah menariknya, berpantun ini dilakukan selama tujuh hari.
Ilustrasi pernikahan adat Minangkabau Foto: Shutter Stock
Dendangan pantun dalam kesenian batombe biasanya merupakan ungkapan perasaan dan cerita perjalanan hidup seperti cinta, sedih, semangat dan lain-lain. Pantunnya mengandung kata kiasan dan melepaskan hasrat hati.
Lahir dan berkembang pada masyarakat Nagari Abai, Kabupaten Solok Selatan, batombe hampir sama dengan kesenian berpantun di daerah-daerah lain. Di Palembang dan Bengkulu, kesenian berpantun ini dikenal dengan istilah Batang Hari Sembilan, Gitar Tunggal atau Rejung.
Sekilas perbedaan utama antara kesenian berpantun tersebut ada pada alat musik pengiringnya. Pada kesenian rejung dan batang hari sembilan, alat musik pengiringnya adalah gitar, sedangkan kesenian batombe menggunakan rabab sebagai pengiring.
ADVERTISEMENT
Batombe berasal dari kata ‘ba’ dan ‘tombe’. ‘Ba’ sendiri dalam bahasa Minangkabau merupakan awalan kata, sedangkan ‘tombe’ berarti pantun. Sehingga batombe sama dengan berpantun.
Sesuai dengan namanya, kesenian berpantun ini dilaksanakan dengan cara berbalas pantun antar individu dan antar kelompok.

Asal-usul Tradisi Batombe

Tidak ada yang tahu pasti kapan tradisi ini muncul. Namun, menurut cerita yang berkembang di masyarakat, tradisi ini muncul pada saat gotong royong membangun rumah gadang/masjid.
Saat itu, tradisi gotong royong memang kerap dilakukan baik dalam pembangunan kampung/nagari, pembangunan rumah gadang, serta pembangunan masjid.
Tradisi berbalas pantun di Minangkabau. Foto: Dok. Blog Kulo
Konon, saat warga sedang mengambil kayu ke hutan untuk keperluan tiang, ada satu ketika kayu yang sudah ditebang tidak bisa diangkat, bahkan sama sekali tidak bisa digeser. Berbagai usaha telah mereka lakukan, kayu tersebut tetap tidak bisa diangkat.
ADVERTISEMENT
Dalam kondisi putus asa, tiba-tiba para perempuan yang memang bertugas untuk menyiapkan bekal mencari cara untuk memberi semangat kepada kaum pria yang sedang susah payah mencari cara untuk memindahkan kayu. Lalu, secara spontan mereka mulai berpantun yang kemudian dibalas oleh para pekerja pria.
Ilustrasi pernikahan adat Minangkabau Foto: Shutter Stock
Dalam sahut-sahutan pantun tersebut, kemudian tanpa disadari kayu yang tadi tidak bisa digeser kemudian sedikit demi sedikit bergeser dan bisa dipindahkan ke lokasi pembangunan rumah.
Demikian selanjutnya Batombe menjadi salah satu tradisi yang dilakukan hingga sekarang.
Kini batombe telah berkembang dalam berbagai acara seperti perkawinan, pembangunan rumah, memasuki rumah, batagak penghulu dan menyambut tamu. Sebelum memulai tradisi ini biasanya dilakukan penyembelihan seekor sapi atau kerbau.
ADVERTISEMENT
Tradisi ini pun kerap menjadi suguhan khas kesenian lokal untuk para wisatawan yang berkunjung ke Nagari Abai.
(Simak panduan lengkap corona di Pusat Informasi Corona)