Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Bernama fahombo, tradisi ini merupakan salah satu hal yang lahir dari tradisi perang di Nias.
Menurut tokoh pemuda adat Desa Bawomataluo, Nias, Tuha Fona Sohahau Duman Wau, lompat batu menjadi ujian bagi para pemuda apakah mereka sudah layak ikut perang atau belum.
"Kemampuan melompat tersebut diperlukan karena secara topografi Nias itu berbukit-bukit. Jadi perlu kegesitan untuk melompati bebatuan, pagar atau bukit," kata Duman, seperti dikutip dari Antara.
Duman juga menjelaskan sejak kecil, anak laki-laki di Nias Selatan sudah terbiasa untuk melompat. Mereka melompati apa saja rintangan yang ada di depan mereka.
Saat dewasa, batu yang akan mereka lompati setidaknya setinggi dua meter. Jika mereka dapat melewatinya, maka pemuda tersebut layak untuk ikut ke medan perang.
ADVERTISEMENT
Namun, dia menyayangkan ada masyarakat luar Nias yang salah mengartikan maksud dari kedewasaan setelah melompati batu.
"Ada yang berpikir bahwa kedewasaan setelah mampu melewati batu adalah satu syarat kalau mereka sudah boleh menikah. Padahal bukan itu. Sebenarnya jika sudah dapat melewati batu tersebut, maka pemuda itu layak mengikuti perang," imbuh Duman.
Prosesi Tradisi Fahombo
Ketika ritual fahombo dilaksanakan, pemuda Nias akan mengenakan pakaian adat pejuang Nias. Batu yang harus dilompati dalam fahombo berbentuk seperti sebuah monumen piramida dengan permukaan atas yang datar. Tingginya tidak kurang dari 2 meter, dengan lebar sekitar 1 meter, dan panjang 60 cm.
Selain melompati batu, ada juga ketentuan lain dalam tradisi ini, Para pemuda Nias tidak diperbolehkan menyentuh batu ketika sedang dilompati. Sebab, jika kulit menyentuh batu, maka mereka dianggap belum berhasil.
Dan jika sudah meloncat tinggi, tentu seseorang juga harus memiliki teknik jitu untuk mendarat dengan tepat. Jika salah mendarat, tubuh bisa-bisa malah akan mengalami cedera.
ADVERTISEMENT
Tradisi fahombo dijalankan dengan sangat serius oleh suku Nias, terlebih di masa lalu. Dulu, di atas batu akan ditambahkan rintangan seperti bambu runcing atau paku.
Jika seorang pemuda berhasil melewatinya, tak jarang keluarga besar akan merayakannya. Sebab, melompati batu ini memang membutuhkan usaha yang sangat keras dan latihan yang lama.
Kini, tradisi lompat batu menjadi terkenal dan sering mengundang wisatawan untuk datang berkunjung ke Pulau Nias.
(Simak panduan lengkap corona di Pusat Informasi Corona )