Mengenal Hari Raya Galungan, Tradisi Memperingati Hari Kemenangan Umat Hindu

16 September 2020 11:24 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sejumlah perempuan Bali mengusung sesajen dan hiasan janur dalam tradisi Mapeed yaitu rangkaian persembahyangan Hari Raya Galungan, Bali, Rabu (19/2). Foto: ANTARA FOTO/Nyoman Hendra Wibowo
zoom-in-whitePerbesar
Sejumlah perempuan Bali mengusung sesajen dan hiasan janur dalam tradisi Mapeed yaitu rangkaian persembahyangan Hari Raya Galungan, Bali, Rabu (19/2). Foto: ANTARA FOTO/Nyoman Hendra Wibowo
ADVERTISEMENT
Umat Hindu di berbagai daerah di Indonesia tengah merayakan Hari Raya Galungan yang diselenggarakan pada 16 September hingga 26 September. Perayaan ini identik dengan umat Hindu yang melakukan persembahyangan memuja leluhur di sanggah, merajan.
ADVERTISEMENT
Hari Raya Galungan diperingati sebagai hari kemenangan Dharma (kebaikan) melawan Adharma (keburukan). Galungan dirayakan oleh umat Hindu setiap 6 bulan atau 210 hari, dengan menggunakan perhitungan kalender Bali, yaitu pada hari Buddha Kliwon Dungulan (Rabu Kliwon Wuku Dungulan) sebagai Hari Kemenangan Dharma (kebenaran) melawan Adharma (kejahatan).
Hari Galungan adalah momen untuk memperingati terciptanya alam semesta. Sebagai ucapan syukur, umat Hindu memberi dan melakukan persembahan pada Sang Hyang Widhi dan Dewa Bhatara.
Sejumlah perempuan Bali mengusung sesajen dan hiasan janur dalam tradisi Mapeed yaitu rangkaian persembahyangan Hari Raya Galungan, Bali, Rabu (19/2). Foto: ANTARA FOTO/Nyoman Hendra Wibowo
Galungan sendiri berasal dari bahasa Jawa Kuno yang memiliki arti ‘menang’. Selain itu, kata Galungan memiliki makna yang serupa dengan Dungulan yang berarti menang. Galungan memberikan pemahaman bahwa niat dan usaha yang baik selalu akan menang dibandingkan niat dan usaha yang buruk.
ADVERTISEMENT
Dalam perayaan hari suci Galungan ini, masyarakat Hindu Bali melakukan berbagai aktivitas yang spesial dan dilakukan secara khusus. Perayaan Galungan dimulai dengan persembahyangan di rumah masing-masing, kemudian ke pura keluarga lebih besar seperti Pemerajan Agung, Dadia, Pura Ibu, Panti, Pura Banjar dan ke Kahyangan Tiga atau Pelinggih-pelinggih di tempat usaha.
Di hari yang suci ini, masyarakat Bali yang merayakan Galungan akan mengenakan pakaian adat yang didominasi dengan warna putih sambil membawa sesaji di atas kepala mereka. Bagi umat Hindu yang memiliki anggota keluarga berstatus mapendem atau sudah meninggal atau biasa disebut masyarakat Bali dengan Makingsan di Pertiwi, maka mereka harus membawakan benten ke pemakaman.
Ilustrasi perayaan hari raya Galungan Foto: Shutter stock
Perayaan Hari Raya Galungan juga dibarengi dengan upacara keagamaan lainnya, mulai dari Hari Tumpek Wariga (Pengatag) yang dilaksanakan 25 hari sebelum perayaan hari Galungan. Lalu, Kliwon Wuku Wariga, di mana umat Hindu melakukan persembahan kepada Sang Hyang Sangkara, yang merupakan manifestasi Tuhan sebagai dewa Kemakmuran dan Keselamatan untuk tumbuh-tumbuhan.
ADVERTISEMENT
Perayaan ini merupakan wujud cinta kasih manusia terhadap tumbuhan. Ciri khas Hari Raya Tumpek Pengatag dengan menghaturkan persembahan berupa bubur (bubuh) beraneka warna, seperti bubur warna putih, kuning, merah, dan hijau.
Rangkaian upacara berikutnya dinamakan Sugihan Jawa yang dilaksanakan enam hari sebelum Hari Raya Galungan. Sugihan Jawa berasal dari kata sugi yang berarti menyucikan, sedangkan Jawa atau jaba berarti di luar.
ilustrasi perayaan hari raya Galungan Foto: Shutter stock
Upacara keagamaan ini diartikan sebagai menyucikan atau melakukan pembersihan segala sesuatu yang berada dalam diri manusia (bhuana agung), seperti membersihkan merajan (tempat-tempat suci) dan juga rumah sebagai bagian dari Bhuana Agung.
Kemudian lima hari sebelum Galungan digelar upacara Sugihan Bali yang memiliki makna membersihkan diri manusia baik jiwa dan raga. Hal ini dilakukan agar pada perayaan Hari Raya Galungan nantinya semua bersih skala dan niskala, sehingga bisa berjalan dengan baik.
ADVERTISEMENT
Lalu, tiga hari sebelum Hari Raya Galungan diadakan Pahing wuku Dungulan atau dikenal juga sebagai Hari Penyekeban. Pada hari tersebut manusia diharapkan bisa nyekeb (mengekang) indra (nafsu), dan menahan diri tidak melakukan hal-hal yang bertentangan dengan agama.
Umat Hindu Sembahyang di Desa Penglipuran. Foto: REUTERS/Nyimas Laula
Kemudian, dua hari sebelum Hari Raya Galungan ada upacara Penyajaan, di mana umat Hindu harus benar-benar memantapkan diri dalam pelaksanaan upacara. Sebab, mereka akan dimulai digoda oleh Sang Bhuta Dungulan dan harus bisa memantapkan diri untuk maju beberapa langkah menuju Galungan.
Tepat sehari sebelum Hari Raya Galungan dikenal dengan Penampahan Galungan. Dalam prosesi ini, umat Hindu menyembelih babi sebagai simbolis membunuh nafsu binatang yang berada dalam diri manusia, dan digunakan sebagai perlengkapan upacara keagamaan.
ADVERTISEMENT
Sehari sebelum Hari Raya Galungan, warga Bali juga akan disibukkan membuat penjor, atau bambu hias di tepi jalan. Penjor sendiri terbuat dari batang bambu melengkung yang dihiasi oleh berbagai bahan dari hasil pertanian, seperti daun-daunan (plawa), biji-bijian (palawija), umbi-umbian dan palagantung, seperti kelapa, padi, serta pisang.
ilustrasi Penjor yang dibuat saar perayaan hari raya Galungan Foto: Shutter stock
Penjor sebagi simbol kesejahteraan dan kemakmuran, dibuat dengan tampilan yang cantik untuk mendukung pelaksanaan Hari Raya Galungan yang semakin semarak.
Diharapkan pada hari Galungan ini, pikiran dapat menjadi suci dan bersih, serta semua pengaruh negatif dapat hilang.
(Simak panduan lengkap corona di Pusat Informasi Corona).