Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.98.0
ADVERTISEMENT
Banyuwangi ternyata tak hanya memiliki potensi wisata alam dan budaya yang melimpah. Potensi kopi yang dimiliki khususnya di wilayah Gombengsari, Kalipuro, Banyuwangi pun tengah naik daun.
ADVERTISEMENT
Potensi pertanian dan industri kopi di Indonesia memang terbilang meningkat pesat dalam beberapa tahun terakhir ini. Bahkan kopi memiliki potensi pariwisata. Aneka kopi dari Sabang sampai Merauke dapat menjadi alasan wisatawan untuk mengunjungi berbagai daerah di Indonesia.
Hal itu disampaikan oleh Deputi Bidang Pengembangan dan Pemasaran Kementerian Pariwisata RI, Esthy Reko Astuti, dalam konferensi pers Food & Hotel Indonesia (FHI) 2017, Selasa (21/3)
"Kemudian juga, cara pengelolaannya itu juga menarik untuk wisatawan,” imbuh Esthy. “Cara minumnya juga bervariasi dari masing-masing daerah. Nah itu menjadi daya tarik tersendiri, ya.”
Hal itu pula yang membuat warga desa Gombengsari memperkenalkan potensi kopi yang dimilikinya melalui pariwisata.
"Kopi sudah sangat populer dan hampir semua di kota-kota sekarang mulai muncul kedai, warung kopi, mulai dari yang sederhana sampai yang mewah. Yang pasti ini produknya petani," ujar Haryono, salah satu petani di Gombengsari.
ADVERTISEMENT
Pria yang akrab dipanggil Pak H.O ini pun bersama petani lainnya mengembangkan wisata kopi bernama Kopi Lego (Kampong Kopi Lerek Gombengsari). Melalui wisata ini para pengunjung diajak untuk berkenalan dengan jenis kopi yang dimiliki hingga menjajal langsung semua proses produksi kopi yang masih tradisional.
Gombengsari memiliki kopi berjenis robusta dengan tiga macam varietas, yakni Konoga, Togosari, dan Kleres. "Per hektar itu ada tiga jenis kopi. Minimal tiga jenis kopi, kopi robusta ada jenis robusta togosari, ada robusta kleres, ada robusta konoga," papar Taufik, petani di Desa Gombengsari kepada kumparan (kumparan.com), Rabu (29/8).
Kopi yang tumbuh di daerah antara Ijen dan pantai ini boleh dibilang memiliki cita rasa yang khas.
ADVERTISEMENT
"Kopi di sini kenapa rasanya juga banyak konsumen ini ngomong beda dari yang lain mungkin juga dari letak geografisnya. Juga mungkin dari faktor pemupukannya. Karena di kita ini ya alhamdulillah kita ini sudah pemakaian pupuk organik," jelas Taufik selanjutnya.
Meskipun berjenis robusta, tapi kopi yang dihasilkan memiliki rasa yang lebih lembut. Bahkan jenis konoga, sebagai kopi paling mahal dari desa ini, memiliki rasa serupa arabika.
"Paling mahal yang sekarang ini konoga. Karena cita rasa konoga ini sudah, jika diproses secara benar, mendekati (rasa) kayak arabika," ujar Taufik.
Penasaran mencoba?