Mengenal Sasirangan, Kain Sakral Penyembuh Penyakit dari Kalimantan

12 Mei 2018 8:09 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:09 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kain Sasirangan dari Kalimantan Selatan. (Foto: Flickr/dontbesyai)
zoom-in-whitePerbesar
Kain Sasirangan dari Kalimantan Selatan. (Foto: Flickr/dontbesyai)
ADVERTISEMENT
Tiap daerah biasanya memiliki kain yang menjadi ciri khas budayanya sendiri, misalnya saja Ulos yang berasal dari Sumatera Utara, Songket dari Palembang atau Batik dari daerah Jawa. Keanekaragaman ini menjadikan budaya Indonesia semakin beragam dan kaya.
Kain Sasirangan khas Banjarmasin (Foto: Kevin Kurnianto/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Kain Sasirangan khas Banjarmasin (Foto: Kevin Kurnianto/kumparan)
Setiap kain tradisional yang menjadi tradisi turun temurun biasanya memiliki cerita dan fungsi masing-masing dalam budaya yang dimiliki oleh suku empunyanya.
ADVERTISEMENT
Salah satunya adalah Sasirangan, kain 'batik' ala Kalimantan ini merupakan kain adat suku Banjar dari Kalimantan Selatan yang diwariskan secara turun-temurun. Kain Sasirangan dipercaya mampu mengobati penyakit atau batamba.
Batik Sasirangan Khas Banjarmasin. (Foto: Stephanie Elia/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Batik Sasirangan Khas Banjarmasin. (Foto: Stephanie Elia/kumparan)
Suku Banjar juga meyakini bahwa kain Sasirangan memiliki kemampuan magis untuk mengusir kekuatan roh jahat dan melindungi penggunanya dari gangguan makhluk astral. Karena kemampuannya yang tak biasa, di masa lampau kain Sasirangan hanya bisa dibuat sesuai permintaan saja.
Hal ini dilakukan agar kain Sasirangan dapat dibuat sesuai kebutuhan pembelinya dan tujuan penggunaanya, karena setiap warna yang digunakan memiliki arti tersendiri, sehingga tujuan pengobatannya dapat tercapai. Karena hal ini pula, Sasirangan lebih dikenal sebagai kain pamintaan.
Kain Sasirangan dari Kalimantan Selatan. (Foto: Shutterstock)
zoom-in-whitePerbesar
Kain Sasirangan dari Kalimantan Selatan. (Foto: Shutterstock)
Pemberian warnanya pun tidak sembarangan karena harus disesuaikan dengan kebutuhan. Misalnya warna kuning untuk menyembuhkan penyakit kuning, warna merah untuk mengobati sakit kepala atau insomnia, hijau untuk sakit lumpuh atau stroke. Kemudian hitam untuk demam dan kulit gatal-gatal, ungu berguna untuk menyembuhkan sakit perut, serta coklat untuk menyembuhkan penyakit kejiwaan atau stres.
Kain Sasirangan dari Kalimantan Selatan. (Foto: Shutterstock)
zoom-in-whitePerbesar
Kain Sasirangan dari Kalimantan Selatan. (Foto: Shutterstock)
Sementara itu, Sasirangan sendiri berasal dari kata 'menyirang' atau yang berarti menjelujur. Sesuai dengan namanya, kain ini dibuat dengan cara menjelujur, yang kemudian diikat dengan tali rafia dan dicelup ke pewarna pakaian.
ADVERTISEMENT
Pewarna yang digunakan juga berbahan alami, misalnya kunyit atau temulawak untuk warna kuning, merah dari buah mengkudu, gambir, dan kesumba. Ada pula warna hijau yang berasal dari kabuau atau uar, warna ungu dari biji buah Gandari dan warna coklat dari kulit buah rambutan.
Mufidah Kalla dan kain Sasirangan khas Banjarmasin (Foto: Kevin Kurnianto/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Mufidah Kalla dan kain Sasirangan khas Banjarmasin (Foto: Kevin Kurnianto/kumparan)
Agar warnanya tidak mudah pudar, menjadi lebih terang atau lebih gelap, bahan-bahan tersebut kemudian dicampur dengan berbagai bahan alam lain, seperti garam, jinten, lada, pala, cengkeh, jeruk nipis, kapur, tawas, bahkan cuka.
Kain Sasirangan dari Kalimantan Selatan. (Foto: Flickr/dontbesyai)
zoom-in-whitePerbesar
Kain Sasirangan dari Kalimantan Selatan. (Foto: Flickr/dontbesyai)
Diwariskan secara turun-temurun sejak abad XII, kain Sasirangan pertama kali dibuat saat Lambung Mangkurat menjadi Patih Negara Dipa. Masyarakat Banjar meyakini bahwa kain Sasirangan sengaja dibuat untuk memenuhi permintaan Putri Junjung Buih saat ia sedang bertapa selama 40 hari 40 malam di atas rakit Balarut Banyu.
ADVERTISEMENT
Putri Junjung Buih diyakini lahir dari segumpal buih di daerah Rantau Kota Bagantung, menjelang berakhirnya masa bertapa Lambung Mangkurat. Putri Junjung Buih hanya akan menampakkan wujudnya apabila permintaannya dipenuhi.
Pada saat itu ia meminta istana Batung dan selembar kain yang ditenun dan diwarnai oleh 40 orang gadis perawan yang harus selesai dalam waktu sehari. Sejak saat itu, Putri Junjung Buih menjadi ratu di daerah tersebut dan kain Sasirangan dianggap sakral, serta hanya dapat dikenakan oleh bangsawan.
Batik Sasirangan Khas Banjarmasin. (Foto: Stephanie Elia/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Batik Sasirangan Khas Banjarmasin. (Foto: Stephanie Elia/kumparan)
Meskipun kini tak lagi digunakan sebagai kain 'penyembuh', pesona kain Sasirangan masih mampu bertahan. Hingga saat ini kain Sasirangan digunakan oleh masyarakat sebagai busana dalam upacara adat dan fashion.
Contohnya saja saat Sasirangan berhasil 'naik level' dan masuk ke dalam jajaran pakaian yang dipamerkan dalam New York Fashion Week 2018.
Koleksi Vivi Zubedi di NYFW 2018 (Foto: Tim Muara Bagja)
zoom-in-whitePerbesar
Koleksi Vivi Zubedi di NYFW 2018 (Foto: Tim Muara Bagja)
Hampir mirip dengan batik, kain Sasirangan juga memiliki banyak motif, seperti sarigading, ombak sinapur karang, daun jeruju, bintang bahambur, dan masih banyak lagi. Harga dari kain ini disesuaikan dengan jenis kain dan motifnya, semakin rumit dan sulit motifnya, maka harga kainnya akan semakin mahal.
Kain Sasirangan dari Kalimantan Selatan. (Foto: Flickr/wm-tabalong)
zoom-in-whitePerbesar
Kain Sasirangan dari Kalimantan Selatan. (Foto: Flickr/wm-tabalong)
Kain Sasirangan ini biasanya digunakan sebagai ikat kepala (laung), sabuk, dan sarung (tapih bumin) oleh kaum pria. Sedangkan untuk wanita, kain Sasirangan biasanya digunakan sebagai selendang, kerudung (kekamban), dan kemben (udat).
ADVERTISEMENT