Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), volume ekspor kopi Indonesia per April 2019 mencapai 94,5 ribu ton dengan nilai sebesar 259,5 juta dolar Amerika. Sementara di tahun 2018, volume ekspor sebesar 280 ribu ton, menurun sebesar 40 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
Filipina menjadi negara tujuan utama ekspor kopi Indonesia, yaitu sebesar 30 persen dari total ekspor Indonesia. Kemudian Amerika serikat menduduki peringkat kedua sebagai importir kopi Indonesia sebesar 19 persen dari total ekspor kopi Indonesia.
Bahkan berdasarkan data Kementerian Perdagangan, tren ekspor kopi Indonesia dalam lima tahun terakhir meningkat rata-rata 1,14 persen per tahun.
Sementara itu, tingkat konsumsi kopi jenis arabika dan robusta di dalam negeri cenderung meningkat dengan pertumbuhan sekitar 8 persen setiap tahunnya, seiring berkembangnya bisnis kopi di Tanah Air.
Nah, salah satu daerah penghasil kopi arabika dan robusta di Indonesia adalah Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB). Melihat hal ini, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) tengah berupaya menggali potensi kopi lokal di destinasi wisata Mataram, NTB, sebagai upaya memperkuat pengembangan pariwisata #DiIndonesiaAja .
Staf Ahli Menteri Bidang Reformasi Birokrasi dan Regulasi Kemenparekraf, Ari Juliano Gema, menjelaskan bahwa NTB memiliki kekayaan alam berupa kopi, yang memiliki ciri khas berbeda baik dari segi rasa maupun aroma.
“Ini menjadi salah satu kekayaan alam NTB dan sangat potensial untuk dipasarkan di market internasional,” kata Ari, dalam acara penguatan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) kepada warga kawasan Mataram, NTB, belum lama ini.
Saat ini, terdapat jenis kopi arabika dan robusta khas NTB , misalnya saja Kopi Arabika Sajang dari Sembalun, Kopi Robusta Rempek dari KLU, dan Arabika Kopi Tepal di Sumbawa.
Untuk itu, masyarakat NTB pun dituntut untuk memahami dengan baik dalam memproduksi kopi, agar dapat mendorong industri kopi yang berdaya saing. Dengan begitu, industri ekonomi kreatif #DiIndonesiaAja secara menyeluruh dapat berkembang.
"Pelaku usaha kopi diharapkan memiliki improvisasi baik dalam pembuatan dan penyajiannya, karena bisa jadi nanti NTB bisa dikembangkan sebagai destinasi wisata kopi. Kami mengajak lebih banyak masyarakat terjun ke usaha kopi, misalnya menjadi barista. Seorang barista itu adalah seniman atau artis, karena di tangannya hanya sebuah biji, menjadi minuman dengan rasa dan kreasi yang berbeda-beda," ujar Ari.
Ari menyebut, masyarakat NTB juga didorong untuk tak hanya paham dalam memproduksi kopi, tapi juga memiliki pengetahuan mengenai Hak Kekayaan Intelektual (HKI), terutama terkait Indikasi Geografis.
"Diharapkan masyarakat dapat memupuk rasa bangga bahwa Indikasi Geografis yang dimiliki secara komunal ini adalah sesuatu yang berharga dan dapat dikomersialisasi," jelas Ari.
Sementara itu, Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Nusa Tenggara Barat, H. Lalu Mohammad Faozal, menjelaskan selama ini tanaman kopi tumbuh subur di tanah NTB. Meski demikian, masih diperlukan pemahaman bagi para pelaku wisata yang memiliki usaha kedai kopi maupun produsen kopi untuk memahami HKI, terutama indikasi geografis dari produknya.
"Kopi di NTB cukup banyak ragamnya, namun butuh kerja sama untuk mempersiapkan industri dari hulunya, kami butuh sumber daya manusia yang siap dan paham dengan kopi di daerah kami," kata Lalu.