Mengintip Tradisi 'Manusia Buaya' di Papua Nugini

16 Januari 2018 10:04 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Suku Chambria, Papua Nugini. (Foto: Instagram @pagahillestate)
zoom-in-whitePerbesar
Suku Chambria, Papua Nugini. (Foto: Instagram @pagahillestate)
ADVERTISEMENT
Berbatasan langsung dengan Provinsi Papua, Papua Nugini merupakan salah satu negara yang paling sedikit dijajah. Negara yang memiliki 850 bahasa lokal ini juga menyimpan beragam tradisi menarik dari salah satu suku asli Papua Nugini, yakni suku Chambri.
ADVERTISEMENT
Di sini, para pria memberikan penghormatan kepada buaya. Caranya adalah dengan menyayat kulit mereka agar mirip seperti sisik buaya. Suku ini memang sangat mengagungkan buaya. Mereka percaya bahwa buaya merupakan leluhurnya yang kemudian berevolusi menjadi manusia.
Dilansir Daily Mail, hanya kepala suku yang boleh menyayat kulit laki-laki Suku Chambri. Sebelum dimulai, terlebih dahulu mengadakan ritual tarian dan doa-doa. Kemudian barulah proses penyayatan ini dimulai.
Kulit mereka disayat beberapa kali dibeberapa bagian. Dalam penyembuhannya akan meninggalkan bekas luka yang nantinya menyerupai sisik buaya.
Para pemimpin suku membuat sayatan sepanjang 2 cm kepada laki-laki dari usia 11 hingga 30 tahun. Untuk meredakan rasa sakit biasanya mereka megunyah sebuah tanaman. Diyakini juga tanaman itu akan membuat mereka kuat dikemudian hari.
ADVERTISEMENT
Tradisi ini memiliki arti sebagai bentuk peralihan seorang anak laki-laki menjadi pria. Selain itu, hal ini juga menandakan kedewasaan sekaligus sebagai penghormatan pada buaya yang dianggap sebagai leluhurnya. Tradisi yang sudah dilakukan sejak zaman dahulu ini rupanya pernah memakan korban. Penyebabnya adalah tak kuat menahan rasa sakit ataupun karena kehabisan darah.