Menikmati 7 Pertunjukan Seni Tradisional Korea

17 September 2022 17:51 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi perempuan Korea Selatan. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi perempuan Korea Selatan. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Puluhan penari dan pemain musik didatangkan langsung dari Busan National Gugak Center, Korea Selatan, ke Jakarta. Mereka tampil dalam suatu pertunjukkan di teater berstandar internasional, Ciputra Artpreneur, Jakarta Selatan.
ADVERTISEMENT
Acara bertajuk Beautiful Korea, Dynamic Busan: Lagu dan Tarian Tradisional Korea diselenggarakan oleh Kedutaan Korea Selatan dan Korean Cultural Center Indonesia. Acara pada Jumat (16/9/2022) malam itu dihadiri sekitar seribu penonton.
Tujuh penampilan dipersembahkan oleh para penari dan pemain musik tradisional Korea. Acara dimulai dengan lampu terang yang meredup dan tirai merah yang perlahan terbuka ke atas. Show pun dimulai!

1. Jangguchum

Tarian tradisional Korea oleh Busan National Gugak Center. Foto: Dok. Korean Cultural Center
Ruangan yang gelap perlahan temaram dengan lampu menyoroti seorang penari. Ia mengenakan pakaian khas Korea sambil membawa Janggu–sebuah alat musik tradisional Korea yang dipukul. Tak lama, lima penari serupa ikut bergabung, mereka menjadi 6 penari perempuan.
Jangguchum atau Tarian Janggu adalah yang mereka pertunjukkan. Alat musik Janggu dibawa secara diagonal di sekitar bahu. Para penari perempuan itu menari dengan lincah sambil memukul Janggu menggunakan alat Gunggulchae yang digenggam di yang kiri dicirikan dengan gerakan menyeberang ke kanan, irama ayunan yang cepat, dan gerakan kaki yang cepat. Pakaian mereka yang mengembang saat gerakan memutar menjadikan penampilan terlihat menarik.
ADVERTISEMENT

2. Hanryangmu

Tarian tradisional Korea oleh Busan National Gugak Center. Foto: Dok. Korean Cultural Center
Setelah Jangguchum ditampilkan, lima orang penari laki-laki dengan pakaian serba putih berdiri di panggung. Kali ini mereka membawakan Tarian Hanryangmu. Tangan mereka tak kosong, ada kipas yang mereka pegang.
Hanryangmu mewujudkan permainan Hanryang, julukan bagi seorang pria yang tahu adat istiadat. Mereka menunjukkan gerakan arkeologi. Tarian ini juga menunjukkan transisi dari ceria ke melodi sedih. Gerakan lengan, mimik wajah, dan permainan kipas dibawakan para penari pria ini dengan gaya unik dan elegan yang diklaim tak dapat ditemukan di tarian perempuan.

3. Abakmu

Tarian tradisional Korea oleh Busan National Gugak Center. Foto: Dok. Korean Cultural Center
Selanjutnya, Abakmu atau Tarian Abak. Kali ini dibawakan dua perempuan dengan pakaian atasan berwarna hijau dan merah di bawahnya. Tangan dua penari ini tak terlihat karena ditutupi oleh lengan baju yang panjang.
ADVERTISEMENT
Mereka menari sambil membawa alat musik kecil berbentuk labu yang disebut Abak. Alat musik ini digenggam di kedua tangan sambil dibunyikan saat mereka menari.

4. Geomungosanjo

Suasana acara Lagu dan Tarian Tradisional Korea di Ciputra Artpreneur, Jakarta Selatan, Jumat (16/9/2022). Foto: Andika Ramadhan/kumparan
Setelah tiga tarian, dua perempuan dengan anggun duduk di panggung. Seorang perempuan duduk sambil memangku alat musik instrumental yang disebut Geomungo. Sementara perempuan lainnya mengiringi dengan alat musik Janggu.
Geomunggo adalah alat musik dengan enam senar yang dipintal ke kayu sepanjang 1,5 meter dan lebar 25 centimeter dengan benang sutra. Cara memainkannya dengan meletakkan bagian kepala yang terdapat jarum senar di lutut. Kemudian pegang stik panjang yang terbuat dari bambu di tangan kanan. Detingkan stik ke senar agar menimbulkan suara Geomungo.
Mereka memainkan alat musik itu dalam irama lambat hingga irama yang cepat. Pertunjukkan ini melambangkan moderasi maskulinitas. Irama cepat dan lambat merupakan campuran dari Ujo dan Gyerjo, mengencangkan dan melonggarkan, mengekspersikan emosi sukacita, ketenangan, dan kesedihan.
ADVERTISEMENT

5. Buchaechum

Tarian tradisional Korea oleh Busan National Gugak Center. Foto: Dok. Korean Cultural Center
Seorang penari perempuan disorot dengan lampu kebiruan. Ia berdiri tepat di tengah panggung sambil memegang kipas di masing-masing tangan. Sorotan lampu biru memantulkan cahaya pada kipas yang dipegang. Tak lama delapan penari lainnya bergabung.
Mereka membawakan Buchaechum atau Tari Kipas Korea. Sambil memegang kipas yang terlihat sangat mewah, mereka menari membentuk berbagai gerakan. Mulai dari bentuk kelopak bunga yang bergoyang, dan gelombang sambil menyebarkan, melipat, dan memutar kipas di kedua tangan.
Tarian ini dibawakan dengan ceria, menunjukkan warna-warni yang membuat tarian sangat hidup. Lagu rakyat Gyeonggi dari Changbu Taryeon, irama Gutgeori, dan Jajinmori menjadi musik pengiring kesembilan penari anggun ini. Selama tarian, mereka juga banyak dihujani tepukan tangan kagum dari penonton.
ADVERTISEMENT

6. Jinsoechum

Tarian tradisional Korea oleh Busan National Gugak Center. Foto: Dok. Korean Cultural Center
Alat musik bernama Jinsoe dimainkan oleh 5 penari laki-laki. Mereka menggunakan pakaian yang beragam warna sambil memegang Jinsoe di tangan. Alat musik ini berbentuk gong kecil dan dimainkan sambil menari.
Tarian Jinsoe ini mengungkap perasaan maskulinitas yang dapat merasakan Tuhan dan dinamika secara bersahaja. Mereka menari bergerak melompat dengan satu kaki sambil tangan mengayun gong yang dipegang. Tarian ini memberikan perasaan khidmat dan elegan. Serta gerakan dan cahaya sangat dominan dalam tarian ini.

7. Samulnori

Suasana acara Lagu dan Tarian Tradisional Korea di Ciputra Artpreneur, Jakarta Selatan, Jumat (16/9/2022). Foto: Andika Ramadhan/kumparan
Pertunjukkan ditutup dengan empat laki-laki duduk sambil memegang alat musik. Masing-masing memegang Kkwaenggrawi, Janggu, Buk, dan Jing. Mereka menampilkan pertunjukkan kuartet perkusi tradisional yang disebut Samulnori.
Samulnori menekankan pada emosi yang dapat dirasakan oleh lingkungan sekitar. Keempat orang ini memainkan alat musik dengan ritme yang lambat hingga cepat. Diartikan sebagai empat babak perkembangan spiritualitas: awal, kemajuan, klimaks, dan akhir, dengan dibawakan dalam aliran ketegangan dan relaksasi secara berkala.
ADVERTISEMENT
Tujuh penampilan itu memiliki ritme yang tak jauh berbeda. Selalu diawali dengan ritme yang lambat dan tenang serta diakhiri dengan ritme cepat.
Para penari dan pemain musik itu menutup penampilannya dengan tampil bersama di atas panggung. Sambil membungkukkan badan tanda penghormatan, tirai kembali menutup. Tepuk tangan penonton bergemuruh tanda apresiasi bagi para penampil.
Laporan Andika Ramadhan