Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.90.0
Menilik Sistem Cinta Satu Malam ala Suku Mosuo di China
12 Februari 2019 7:33 WIB
Diperbarui 21 Maret 2019 0:04 WIB
ADVERTISEMENT
Selain Suku Minangkabau, sebuah suku yang mendiami kaki Gunung Himalaya, juga menganut sistem matriaki. Menghuni lembah Yunnan di barat daya China, suku ini menempatkan otoritas dari garis perempuan.
ADVERTISEMENT
Adalah Suku Mosuo, satu-satunya 'kerajaan wanita' yang tinggal di tepi Danau Luga, China, dengan sistem matriakinya. Menurut laporan The Vintage News, garis keturunan ibu adalah kunci keluarga terbentuk.
Selain menganut matriaki, Suku Mosuo tidak menerapkan sistem perkawinan. Justru mereka menjalankan sistem Walking Marriage atau Axia.
Walking Marriage adalah pernikahan berjalan. Maksudnya, para perempuan Suku Mosuo bisa bebas memilih pasangan seksualnya, tanpa harus ada ikatan pernikahan.
Dalam pelaksanaannya sendiri ketika perempuan sudah dianggap dewasa secara seksual, mereka akan diberikan kamar pribadi. Selanjutnya perempuan Mosuo akan ‘mengundang’ pria yang disenangi untuk tidur bersama.
Tentu, perempuan Suku Mosuo bisa mengajak lelaki yang berbeda pada setiap kesempatan. Nantinya, laki-laki tersebut akan datang setelah senja dan pergi sebelum matahari terbit.
ADVERTISEMENT
Ketika keduanya sedang melakukan hubungan badan, sang pria harus meletakkan topi di pegangan pintu kamar wanita. Hal ini sebagai tanda agar pria lain tidak masuk ke dalam kamar.
Saat dibesarkan, sang anak juga tidak dibesarkan oleh kedua orang tua secara bersama. Sang ibulah yang akan merawat anaknya dengan bantuan saudara kandungannya. Sementara sang ayah tidak ada tanggung jawab untuk memberi nafkah, tinggal bersama, dan mendidik anaknya.
Selain anak yang lahir dari ayah berbeda, sistem ini juga membuat sang anak tidak mengetahui siapa ayahnya.
Beberapa sumber menyebutkan bahwa sistem ini terbentuk ketika para perempuan ditinggal suami yang berdagang di jalur sutera dari China ke India. Para istri merasa sakit hati karena ditinggal begitu lama dan akhirnya mereka memilih untuk walking marriage.
ADVERTISEMENT
Sementara arkeolog berpendapat bahwa Axia merupakan salah satu peninggalan sejarah yang berasal dari kondisi pernikahan di zaman dulu. Kemungkinan pria Mosuo dulunya adalah pedagang yang beraktivitas di daerah yang jauh dan tidak dapat bersama dengan keluarga untuk waktu yang lama, sehingga membuat gambaran atas pernikahan di suku Mosuo menjadi hilang.
Meski sudah berlangsung, dalam tulisannya, Marie Claire menyebutkan bahwa beberapa wanita Mosuo dari generasi yang lebih muda juga mendambakan pernikahan dengan ikatan. Hidup bersama pasangan di bawah satu atap seperti pasangan pada umumnya.
Bagaimana menurutmu?