Menjejaki Sejarah Peninggalan Sultan Deli di Masjid Raya Al Mashun

31 Juli 2019 11:17 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Masjid Raya Al Mashun Medan yang megah Foto: Helinsa Rasputri/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Masjid Raya Al Mashun Medan yang megah Foto: Helinsa Rasputri/kumparan
ADVERTISEMENT
Dikenal pula sebagai Masjid Deli, Masjid Raya Al Mashun berlokasi di Jl. Sisingamangaraja No. 61, Mesjid, Kec. Medan Kota.
Masjid ini didominasi warna-warna lembut seperti biru muda, krem, kuning, dan hitam pada bagian kubah Foto: Helinsa Rasputri/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Masjid ini didominasi warna-warna lembut seperti biru muda, krem, kuning, dan hitam pada bagian kubah Foto: Helinsa Rasputri/kumparan
Warna biru dan kuning yang digunakan pada bangunan masjid menjadi salah satu ciri budaya Melayu yang disematkan dalam Masjid Raya Al Mashun.
Pembangunan Masjid Raya Al Mashun menghabiskan biaya hingga 1 juta gulden Foto: Helinsa Rasputri/kumparan
Biaya ini dikeluarkan dari kantong pribadi Sultan Deli IX atau yang dikenal pula sebagai Sultan Ma´moen Al Rasyid Perkasa Alam Syah.
Masjid Al Mashun dikenal pula sebagai Masjid Raya Medan Foto: Helinsa Rasputri/kumparan
Ada kisah menarik dari segi pemilihan lokasi masjid ini. Menurut kisah yang dituturkan oleh H. Rodwan AS, Sekretaris II BKM Masjid Raya Al Mashun, Sultan Deli IX tak sembarangan memilih tempat untuk dijadikan lokasi masjid, apalagi mengingat ia memiliki banyak relasi (datuk) di berbagai daerah kota Medan.
ADVERTISEMENT
Maka untuk menghindari terjadinya kecemburuan antara satu pemilik daerah dengan yang lainnya, Sultan Deli IX membuat sebuah kesepakatan. Bahwa sultan akan memilih lokasi masjid berdasarkan tempat jatuhnya layangan yang ia buat.
Kesultanan kemudian membuat sebuah layangan yang pada badannya dititipkan surat Al Fatihah. Layangan kemudian dinaikan dengan bantuan angin.
Setelah layangan berada di tempat yang tinggi, talinya disentak dengan keras, agar layangannya jatuh. Tanah tempat jatuhnya layangan itulah yang dijadikan sebagai lokasi Masjid Raya Al Mashun.
Masuk dalam daftar 10 masjid terindah dunia pada 1985 silam Foto: Helinsa Rasputri/kumparan
Masjid ini dikenal sebagai masjid tertua di Kota Medan, karena dibangun pada 1906 dan selesain pada 1909. Masjid Raya Al Mashun kemudian diresmikan pada 15 September 1909.
Pengunjung wanita di Masjid Raya Al Mashun Medan wajib mengenakan penutup kepala Foto: Helinsa Rasputri/kumparan
Karena masjid merupakan rumah ibadah bagi umat Islam, maka kamu yang hendak berkunjung diharapkan mengenakan pakaian yang rapi dan sopan. Bagi para wanita, ada baiknya kamu membawa kain penutup kepala. Kalaupun tidak membawa, nantinya pihak pengurus masjid akan memberikan kain untuk kamu gunakan tepat di kawasan pintu masuk.
Interior Masjid Raya Al Mashun tampak mewah dengan ukiran berwarna emas Foto: Helinsa Rasputri/kumparan
Kemewahan Masjid Raya Al Mashun bukan hanya terlihat dari besar gedung dan luas tanahnya saja. Tetapi juga dari interior maupun perabotan yang digunakan. Barang-barang untuk membangun masjid seperti mimbar, tiang marmer, ubin, lampu hias dan kaca patri didatangkan secara langsung dari Italia.
Ukiran-ukiran bergaya Melayu di Masjid Raya Al Mashun Foto: Helinsa Rasputri/kumparan
Arsitektur Masjid Raya Al Mashun menggabungkan gaya Turki, Arab, Eropa, dan India. Masjid itu didesain oleh JA Tingdeman, seorang arsitek asal Belanda yang dipanggil secara langsung oleh sultan.
Memadukan nuansa desain Spanyol, Eropa, Turki, Arab Saudi, dan berbagai gaya lainnya Foto: Helinsa Rasputri/kumparan
Untuk menjaga kebersihan masjid, kamu bisa meninggalkan alas kaki di bangunan sebelah kiri masjid. Di tempat tersebut, kamu juga akan menemukan toilet dan tempat berwudhu, sehingga akan memudahkan dirimu ketika hendak beribadah di sana.
Papan informasi tentang sejarah Masjid Raya Al Mashun Medan yang memikat Foto: Helinsa Rasputri/kumparan
Masjid Al Mashun menjadi salah satu destinasi wisata bersejarah dan religius yang bisa kamu sambangi saat melancong ke Kota Medan. Masjid itu juga menjadi ikon Kota Medan yang heterogen, sekaligus simbol toleransi antar umat beragama.
ADVERTISEMENT
Tak heran, kapan pun kamu datang ke sana, akan senantiasa menemukan wisatawan dalam maupun luar negeri bertandang dan melihat keindahannya. Tertarik?