Merawat Rumah Tradisional, Menjaga Tradisi Indonesia

20 November 2019 13:25 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Rumah Adat Mekongga Foto: Istimewa.
zoom-in-whitePerbesar
Rumah Adat Mekongga Foto: Istimewa.
ADVERTISEMENT
Salah satu keunikan budaya dan pariwisata Indonesia terletak pada arsitektur rumah asli milik suku lokal atau yang kerap disebut sebagai rumah adat. Di luar tarian, tradisi, nyanyian, dan kebiasaan masing-masing suku, rumah adat atau rumah tradisional sebenarnya memiliki peran yang sangat penting namun sering kali terlupakan.
ADVERTISEMENT
Menurut penuturan Anneke Prasyanti, Tenaga Ahli Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, rumah adat merupakan entitas terkecil untuk mewadahi kegiatan manusia. Sehingga kebiasaan, kepercayaan, serta budaya maupun tradisi yang terbentuk dari penghuni rumah juga akan mempengaruhi bentuk maupun tata ruang rumah tersebut.
Anneke Prasyanti, Tenaga Ahli Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Foto: Helinsa Rasputri/kumparan
Perubahan-perubahan yang terjadi dalam rumah tradisional menuju modern secara tak langsung dapat 'memaksa' penghuninya untuk tidak melakukan tradisi tertentu. Yang apabila hal ini berlangsung dalam jangka waktu yang cukup lama dapat turut menghilangkan identitas diri manusia yang ada di dalamnya.
Misalnya saja rumah-rumah di Toraja atau Sulawesi yang biasanya dilengkapi dengan ruang terbuka berukuran besar untuk upacara adat. Baik untuk melakukan penyembelihan hewan, menari, memasak, atau mungkin bernyanyi bersama.
ADVERTISEMENT
"Sangat disayangkan kalau arsitekturnya punah, nanti kegiatan itu terpotong. 'Oh, ruangan ini udah enggak ada' jadi (kegiatannya) enggak usah ada'. Perubahan itu bisa membuat perubahan dalam tradisinya juga," ujar Anneke ketika ditemui kumparan dalam media briefing Festival Wallacea Week yang diadakan di kantor British Council, Selasa (19/11).
Rumah adat Toraja. Foto: Helinsa Rasputri/kumparan
Dalam kesempatan yang sama, Anneke juga menceritakan beragam pengaruh kebiasaan maupun budaya yang dinilai mempengaruhi arsitektur sebuah rumah. Beberapa contoh di antaranya adalah rumah tradisional Bali yang memiliki dapur di ruang pertamanya setelah pintu masuk.
"(Penganut) Hindu itu percaya kalau kita masuk ke hunian orang, kita membawa spirit yang kurang baik. Makanya rumah orang Bali ruang pertama yang ada adalah dapur, kenapa? Karena ada tungku. Ketika kita membawa istilahnya spirit yang tidak baik, api akan menghilangkan spirit yang buruk. Jadi tamu masuk dalam posisi bersih," jelasnya.
ADVERTISEMENT
Bentuk pengaturan ini berbeda dengan rumah-rumah tradisional di kawasan Sulawesi yang menempatkan dapur di bagian depan rumah, tetapi bukan untuk menyambut tamu. Melainkan ditempatkan di dalam kamar, atau rumah-rumah di Lombok yang menjadikan dapur dan kamar tidur sebagai satu ruangan, sehingga masak, tidur, dan menyambut tamu dilakukan dalam satu tempat saja.
Patung kerbau di rumah warga Kampung adat suku Sasak Sade Desa Rembitan, Kecamatan Pujut, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, Jumat (10/8). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Lalu ada pula rumah-rumah tradisional yang memisahkan rumah pribadinya dengan lumbung padi, ruang masak, ruang tidur, serta ruangan khusus untuk sekadar duduk-duduk. Bentuk tata ruang ini dinilai Anneke dibuat untuk membagi daerah rumah menjadi dua, yaitu ranah publik dan privasi berdasarkan kebiasaan para penghuninya.
Perbedaan-perbedaan inilah yang menjadi salah satu dari sekian banyak identitas suku maupun budaya Indonesia. Perbedaan mendasar inilah yang sebenarnya apabila 'disajikan' dengan baik dapat menjadi nilai tambah bagi pariwisata.
Anak lelaki berlatar rumah adat Sumba. Foto: Faiz Zulfikar/kumparan
Anneke Prasyanti juga mengungkapkan bahwa rumah-rumah tradisional di kawasan Wallacea, atau kawasan di Indonesia bagian tengah memiliki ciri tertentu yang tak kalah unik. Rumah-rumah di dataran tinggi misalnya, semakin dingin daerahnya, maka atapnya pun akan semakin panjang ke bawah.
ADVERTISEMENT
Sebaliknya, semakin dekat dengan pantai, atap rumahnya juga akan semakin kecil. Atapnya yang panjang digunakan untuk menutupi hawa dingin. Sementara itu, apabila lokasi rumahnya semakin masuk ke dalam hutan, maka rumahnya pun akan dibangun semakin tinggi untuk menghindari serangan binatang buas.
Anneke Prasyanti, Tenaga Ahli Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Foto: Helinsa Rasputri/kumparan
"Kalau lihat strukturnya, luar biasa uniknya, karena 'Tinggi banget, ya. Gimana naiknya?'. Mereka punya desain-desain yang luar biasa, kok bisa enggak dipanjat macan, kok bisa ular enggak ke sini. Tapi itu kearifan lokal yang tidak pernah tercatat," pungkas Anneke.
Karena di setiap daerah yang kamu tempati, kamu jadi bisa merasakan suasana, sensasi, maupun pengalaman yang berbeda sesuai dengan kawasan yang kamu tuju. Sehingga menurut Anneke, menjaga rumah tradisional berarti turut menjaga tradisi.
Rumah Adat Baloy Mayo Suku Tidung Foto: Nesia Qurrotaayun/kumparan
Terlebih dengan semakin meningkatnya keinginan wisatawan untuk traveling yang ramah lingkungan, rumah tradisional dinilai memiliki jejak sisa karbon hanya sekitar 0 persen. Sebab bangunannya dibuat dari bahan-bahan alami yang diambil langsung dari alam, tanpa tambahan paku, tanpa beton, hanya dengan anyaman, tapi tetap bisa mengatasi gejala alam seperti gempa.
ADVERTISEMENT
Gimana, menurutmu keunikan rumah adat Indonesia ini?