Mereka yang Berjuang Mengais Rezeki di Gunung Ijen

23 Oktober 2018 21:00 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Potret Penambang Belerang di Gunung Ijen (Foto: Flickr / Martijn Hermans)
zoom-in-whitePerbesar
Potret Penambang Belerang di Gunung Ijen (Foto: Flickr / Martijn Hermans)
ADVERTISEMENT
Gunung Ijen adalah salah satu destinasi yang wajib disambangi saat berkunjung ke Banyuwangi. Sang ikonnya, yaitu blue fire, bak permata yang selalu ramai dikunjungi wisatawan yang penasaran dibuatnya.
ADVERTISEMENT
Tapi balik sejuta keindahnnya, Gunung Ijen juga menjadi lapangan pekerjaan bagi sebagian orang. Di sana ada segelintir orang yang mengais rezeki untuk mendapatkan pundi-pundi rupiah demi menyambung hidup.
Salah satunya adalah penyedia jasa transportasi taksi gerobak. 'Angkutan' ini bekerja dengan cara dua orang laki-laki menarik di bagian depan dan satu orang mendorong di belakangnya. Sementara untuk penumpang, cukup duduk tenang dan rapi saja.
Saat kumparanTRAVEL berkesempatan melihatnya, rasa iba sekaligus kagum langsung menghinggapi. Walau mereka sering melakoninya, tapi tak jarang ketiga lelaki tersebut kerap kelelahan, menghela nafas panjang, atau hampir terjatuh.
Apa lagi saat melewati medan yang berpasir atau berdekatan dengan jurang. Tak jarang mereka rangkap jabatan sebagai penenang untuk penumpang yang ketakutan.
ADVERTISEMENT
Biasanya untuk satu kali naik gerobak menuju ke atas Gunung Ijen, penumpang harus membayar sekitar Rp 200 ribu hingga Rp 300 ribu. Mungkin pendapatan itu akan dibagi untuk ketiga pendorong tadi.
Selain upahnya yang tidak banyak, mereka juga harus berjalan berkilo-kilo meter. Rasa lelah dan pendapatan yang didapat rasanya tidak sebanding, bukan?
Tapi, selain taksi gerobak, ada pula para penambang belerang yang tak kalah membuat miris hati. Penambang belerang ini biasanya dilakoni oleh laki-laki yang berumur 35-45 tahun.
Penambang Belerang di Gunung Ijen (Foto: Flickr / puuuuuuuuce)
zoom-in-whitePerbesar
Penambang Belerang di Gunung Ijen (Foto: Flickr / puuuuuuuuce)
Setiap hari mereka harus bangun pagi, menghirup bau belerang, dan mengangkutnya dengan beban hingga 80-an kilogram. Tak hanya itu, mereka juga harus memikul belerang dan berjalan sekitar 700 meter di medan yang terjal dan dipenuhi bebatuan.
ADVERTISEMENT
Saat kami berpapasan, tak jarang mereka kerap kali mengganti tumpuan keranjang isi belerang dari bahu kiri ke kanan atau sebaliknya. Penambang juga sering kelelahan, sangat terdengar dari hela nafasnya yang terengah-engah.
Penambang Sedang Membawa Belerang di Gunung Ijen (Foto: Flickr / chrisinno)
zoom-in-whitePerbesar
Penambang Sedang Membawa Belerang di Gunung Ijen (Foto: Flickr / chrisinno)
Selain akan dijual ke penampung lain, biasanya belerang itu akan mereka sulap menjadi bentuk yang cantik, seperti angsa atau hati. Kemudian menjualnya dengan harga yang sangat murah, sekitar Rp 20 ribu saja.
Apa kamu ada cerita serupa?