Museum M.H. Thamrin Jakarta, Museum Sarat Sejarah yang Sepi Peminat

7 Mei 2018 8:58 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:09 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Patung Mohammad Hoesni Thamrin di  Depan Museum (Foto: Shika Arimasen Michi/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Patung Mohammad Hoesni Thamrin di Depan Museum (Foto: Shika Arimasen Michi/kumparan)
ADVERTISEMENT
Belum lama ini, Museum Macan Jakarta menjadi primadona. Museum yang mengkoleksi berbagai instalasi seni kontemporer itu membuat pengunjung rela antre hingga 2,5 jam hanya untuk mengambil foto di Infinity Mirrored Room. Setelah menunggu sekian lama, tiap pengunjung hanya diberi waktu beberapa detik untuk selfie dengan mahakarya Yayoi Kusama tersebut. Kok segitunya, ya?
ADVERTISEMENT
Besarnya animo masyarakat untuk mengunjungi museum kontemporer nampaknya tak sebanding dengan minat pada museum sejarah. Jangankan antre, kadang sehari penuh satu pengunjung pun tak tampak. Hari biasa ataupun akhir pekan kadang sama sepinya.
Salah satu museum sejarah di Jakarta yang sepi peminat adalah Museum M.H. Thamrin. Terbukti pada Jumat (4/5), kumparanTRAVEL menjadi pengunjung pertama pada hari itu. Padahal 4 jam kemudian jam operasional sudah berakhir. Menurut Irpan Dedi, penjaga Museum Thamrin, lima pengunjung saja dalam sehari sudah bagus.
Pemandu di Museum M.H. Thamrin. (Foto: Shika Arimasen Michi/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Pemandu di Museum M.H. Thamrin. (Foto: Shika Arimasen Michi/kumparan)
“Kadang malah enggak ada sama sekali yang datang. Sepi di sini,” tuturnya.
Tiket masuk museum yang terletak di Jalan Kenari II Nomor 15, Menteng, Jakarta Pusat, itu sangat terjangkau. Hanya Rp 5 ribu, termasuk CD tentang Museum M.H. Thamrin dan pemandu. Belum lagi nilai historis bangunan tersebut dan koleksinya.
Tiket Masuk Museum M.H. Thamrin. (Foto: Shika Arimasen Michi/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Tiket Masuk Museum M.H. Thamrin. (Foto: Shika Arimasen Michi/kumparan)
Ya, gedung yang sejak 1986 difungsikan sebagai museum itu dulunya adalah tempat pemotongan hewan milik orang Belanda. Mohammad Hoesni Thamrin membelinya pada 1927 untuk dijadikan pusat kegiatan organisasi Permufakatan Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia (PPPKI).
ADVERTISEMENT
Tak lama setelah membeli gedung itu, Thamrin diangkat sebagai tokoh Betawi pertama yang menduduki kursi anggota Volksraad atau setara dengan DPR. Ia banyak menyuarakan ide-ide kritis untuk memperbaiki kesejahteraan rakyat kecil, seperti pengadaan Penjernihan Air Minum Pejompongan dan pembangunan kanal air penghubung Sungai Krukut dengan Sungai Ciliwung untuk mengatasi banjir.
“Berbeda dengan Soekarno, Hoesni Thamrin adalah tokoh yang kooperatif. Ia mau bekerja sama dengan Belanda, mengambil hati mereka, tapi ujung-ujungnya adalah untuk membantu rakyat pribumi,” papar Ayu Dita Fazrina, pemandu di Museum M.H. Thamrin, pada kumparanTRAVEL.
Foto M.H. Thamrin Saat Muda dengan istrinya (Foto: Shika Arimasen Michi/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Foto M.H. Thamrin Saat Muda dengan istrinya (Foto: Shika Arimasen Michi/kumparan)
Di gedung itulah gagasan politik tentang perjuangan kemerdekaan Indonesia didiskusikan. Tak hanya itu, W.R. Supratman juga memainkan instrumen Indonesia Raya untuk kali pertama di sana. Namun nilai historis sebesar itu tak cukup membuat masyarakat rajin menyambanginya.
ADVERTISEMENT
Menurut Ayu, salah satu alasan Museum M.H. Thamrin sepi peminat adalah karena akses jalan yang sulit. Berada di tengah permukiman, satu-satunya jalan utama menuju museum itu adalah dari Jalan Kramat Raya yang terhambat kemacetan Pasar Kenari. Mobil dan kendaran besar yang memuat rombongan harus lewat jalan tersebut.
“Petugas Museum Joeang 45 sering menyarankan rombongan study tour untuk sekalian mampir ke sini. Tapi begitu tahu macet di Pasar Kenari, jadi batal. Pasar itu sudah puluhan tahun, jadi sulit direlokasi,” jelas Ayu.
Selain itu, kurangnya promosi menjadi penyebab Museum M.H. Thamrin tidak banyak diketahui masyarakat. Baru dua bulan belakangan, museum itu memiliki akun Instagram. Sebelumnya, promosi di media sosial diserahkan pada Museum Kesejarahan Jakarta.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan datang jumlah pengunjung Museum M.H. Thamrin, kunjungan pada 2015 hingga 2017 tak pernah lebih dari 1500 orang sepanjang tahun. Pada 2015, total jumlah pengunjung hanya 937 orang, pada 2016 sebanyak 1292 orang, dan pada 2017 meningkat tipis menjadi 1370 orang.