Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Museum Wayang dan 4 Museum Tertua Lainnya di Indonesia
10 Juli 2018 12:39 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:07 WIB
ADVERTISEMENT
Tak hanya wisata alam, wisata air, atau wisata religi saja yang menarik untuk dicoba, wisata sejarah seperti museum pun saat ini menarik untuk disinggahi. Bagaimana tidak? Kamu bisa berwisata sambil belajar sejarah dan mendapatkan ilmu baru yang tentu saja menyenangkan.
ADVERTISEMENT
Museum Fatahillah, Museum Satria Mandala, hingga Museum Tekstil menjadi beberapa museum yang bisa kamu kunjungi di Jakarta. Namun, tak hanya di Jakarta, ada banyak juga museum yang tersebar di Indonesia dan memiliki usia yang cukup tua. Bahkan, ada lima museum yang merupakan museum tertua di Indonesia. Apa saja?
1. Museum Wayang (1640)
Museum Wayang menyabet gelar sebagai museum tertua di Indonesia. Berlokasi di Jalan Pintu Besar Utara Nomor 27, Jakarta Barat, museum ini didirikan oleh VOC pada 1640 silam.
Awalnya museum ini merupakan sebuah gereja tua yang bernama "De Oude Hollandsche Kerk" dan bertahan sampai 1732. Setahun kemudian, gereja diperbaiki dan berganti nama menjadi "De Nieuwe Hollandsche Kerk" hingga 1808.
ADVERTISEMENT
Akhirnya, pada 14 Agustus 1936 gereja tua dijadikan monumen dan dibeli Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen. Yang merupakan lembaga untuk memajukan penelitian di bidang seni serta ilmu biologi, fisika, dan sebagainnya.
Pada 22 Desember 1939, Gubernur Jendral Hindia Belanda, Jonkheer Meester Aldius Warmoldu Lambertus Tjarda van Starkenborg Stachouwer membukanya sebagai museum dengan nama "De Oude Bataviasche Museum" atau "Museum Batavia Lama". Namun, namanya kembali berganti menjadi Museum Wayang dan sekaligus diresmikan oleh Gubernur DKI Jakarta kala itu, Ali Sadikin pada 13 Agustus 1975.
Kini, Museum Wayang memamerkan 4 ribu wayang dari berbagai jenis dan bentuk. Mulai dari wayang golek kulit, wayang rumput, wayang topeng, wayang beber, boneka, hingga gamelan.
ADVERTISEMENT
2. Museum Bahari (1652)
Di urutan kedua ada Museum Bahari. Sebelum menjadi museum, tempat ini merupakan gudang untuk menyimpan, memilih, dan mengepak hasil bumi.
Bangunan ini terdiri dari dua sisi, sisi barat dan timur. Untuk sisi barat dikenal dengan Westtzijdsche Pakhuizen atau Gudang Barat. Sedangkan sisi timur disebut Oostzijdsche Pakhuizen atau Gudang Timur.
Gudang barat terdiri dari empat unit bangunan dan tiga unit di antaranya digunakan Museum Bahari.
Saat Jepang menjajah bangsa Indonesia, gedung ini beralih fungsi. Yang awalnya dijadikan untuk gudang hasil bumi, oleh sekutu digunakan untuk menyimpan barang logistik Jepang.
Bagian tertua dari museum ini dibangun pada 1652, saat masa kepemimpinan Gubernur Jendral Christofell van Sqoll. Selanjutnya, pembangunan dilakukan secara bertahap hingga 1774.
ADVERTISEMENT
Kemudian, setelah masa kemerdekaan Indonesia, tempat ini ditempati oleh PLN dan PTT sebagai gudang. Setelah dipugar di 1976, pada 7 Juli 1977 gedung ini diresmikan sebagai Museum Bahari.
Kini, museum yang umurnya sudah ratusan tahun itu menyimpan berbagai koleksi perahu tradisional dengan aneka bentuk, hingga kapal zaman VOC. Ada pula berbagai miniatur kapal, serta perlengkapan penunjang pelayaran pada masa lalu, seperti jangkar, navigasi, meriam, dan lainnya.
3. Museum Fatahillah (1707)
Posisi ketiga ada Museum Fatahillah yang dibangun pada 1707 silam. Saat pemerintahan VOC, gedung ini digunakan untuk balaikota, pengadilan, kantor catatan sipil, dewan Kotapraja, dan juga difungsikan untuk warga yang beribadah hari Minggu.
Hingga akhirnya pada 1968 silam, bangunan ini diserahkan kepada Pemda DKI Jakarta. Pergantian nama pun pernah dirasakan Museum Fatahillah, mulai dari Museum Oud Batavia, Museum Djakarta Lama, hingga Museum Sejarah Jakarta.
ADVERTISEMENT
Berada di Jalan Taman Fatahillah No 1, Jakarta Barat, museum ini diresmikan pada 30 Maret 1974. Museum Fatahillah memberikan informasi mengenai perjalanan panjang sejarah Kota Jakarta sejak masa prasejarah hingga kini.
4. Museum Benteng Vredeburg (1760)
Kali ini datang dari Kota Pelajar, Yogyakarta. Benteng yang berada di titik nol kilometer dibangun pada 1760 oleh Sri Sultan Hamengku Buwono I atas permintaan Belanda.
'Kebaikan' Belanda ini pun merupakan salah satu taktik untuk menjaga keamanan keraton dan sekitarnya. Belanda ingin terus bisa mengontrol perkembangan keraton.
Dahulu saat benteng dibangun, bentuknya masih sangat sederhana. Bagian tembok hanya terbuat dari tanah yang diperkuat dengan tiang penyangga dari kayu pohon kelapa dan aren, serta bangunan di dalamnya terdiri dari bambu dan kayu dengan atap ilalang.
ADVERTISEMENT
Akhirnya, pada 1787 silam, keraton memperkuat benteng. Namun, sayangnya tahun 1867 ada gempa bumi dahsyat yang menghancurkan sebagian bangunan.
Benteng pun diperbaiki dan namanya diubah menjadi 'Vredeburg', yang berarti benteng perdamaian. Nama ini digunakan sebagai manifestasi hubungan Belanda dan keraton yang tidak saling serang.
23 November 1992 secara resmi Benteng Vredeburg menjadi Museum Khusus Perjuangan Naisonal dengan nama museum Benteng Vredeburg Yogyakarta.
5. Museum Nasional Republik Indonesia (1778)
Dan diposisi kelima ada Museum Nasional Republik Indonesia. Pada abad ke-18 pemerintah Belanda saat berada di Batavia mendirikan organisasi bernama Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen pada 24 April 1778.
Lembaga ini dibangun untuk memajukan penelitian dalam bidang seni dan ilmu pengetahuan, seperti biologi fisika, etnologi, sejarah dan lainnya. Salah seorang pendirinya, JCM Radermacher menyumbangkan rumah miliknya di Jalan Kalibesar.
ADVERTISEMENT
Kala itu, ia juga menyumbangkan koleksinya berupa benda-benda budaya dan buku-buku. Lewat sumbangan ini yang menjadi cikal bakal berdirinya museum dan perpustakaan.
Saat masa Pemerintahan Inggris di Jawa (1811-1816), Letnan Gubernur Sir Thomas Stamfor Raffles, memerintahkan membangun gedung baru untuk museum dan ruang pertemuan. Pembangunan ini dilakukan lantaran rumah di Jalan Kalibesar sudah penuh dengan koleksi.
Akhirnya gedung baru ini didirikan di Jalan Majapahit nomor 3. Dari masa ke masa jumlah koleksi GB terus bertambah hingga tidak bisa menampungnya lagi. Pada 1862 silam, Hindia Belanda memutuskan untuk membangun gedung museum baru di Jalan Medan Merdeka Barat No 12.
Gedung baru ini akhirnya dibuka pada 1868 silam. Banyak masyarakat yang memanggil museum ini dengan "Gedung Gajah" atau "Museum Gajah", sebab di halaman depan museum ada patung gajah perunggu, hadiah dari Raja Chulalongkorrm (Rama V) dari Thailand.
ADVERTISEMENT
Untuk menyesuaikan perkembangan zaman, akhirnya nama lembaga ini diubah menjadi Lembaga Kebudayaan Indonesia. Saat itu, Belanda juga menyerahkannya kepada pemerintah Indonesia.
Pemerintah pun mengganti namanya menjadi Museum Pusat dan ditingkatkan statusnya menjadi Museum Nasional. Hingga kini ada lebih dari 160 ribu benda bernilai sejarah yang terdiri dari tujuh jenis koleksi prasejarah, arkeologi masa klasik atau Hindu-Buddha, nurnismatik dan heraldik, keramik, etnograsi dan sebagainya.
Bagaimana menurutmu?