Ngayau, Tradisi Berburu Kepala Manusia di Suku Dayak yang Sudah Punah

6 Juni 2021 8:22 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Suku Dayak dan Sumpitnya. Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Suku Dayak dan Sumpitnya. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
Tradisi ngayau atau kayau salah satu tradisi mengerikan yang pernah dilakukan masyarakat Suku Dayak, Kalimantan. Di masa lalu, saat para kelompok Suku Dayak masih memuja Dewa, mereka melakukan Ngayau alias tradisi berburu kepala manusia.
ADVERTISEMENT
Bagi kepercayaan masyarakat Suku Dayak, memenggal kepala manusia merupakan cara untuk membuktikan keberanian dan kemenangan. Namun, tak semua Suku Dayak menjalankan tradisi ini, hanya Suku Dayak Ngaju, Dayak Kenyah, dan Dayak Iban.
Bagi Suku Dayak Ngaju di Kalimantan Tengah, tradisi itu merupakan hal wajib yang dilakukan untuk kepentingan upacara Tiwah. Dilansir laman Kemdikbud, upacara Tiwah merupakan prosesi sakral Suku Dayak Ngaju untuk mengantarkan jiwa atau roh yang telah meninggal dunia.
Suku Dayak Foto: Antara Foto/Zabur Karuru
Masyarakat Dayak Ngaju memiliki kepercayaan jika mereka tidak melakukan prosesi Tiwah untuk keluarganya, maka arwah orang yang meninggal akan tetap berada di dunia dan tidak dapat menuju ke tempat asal. Biasanya, dalam melakukan perburuan, mereka akan mengincar kepala pria suku lawan yang paling kuat.
ADVERTISEMENT
Konon, semakin kuat buruannya, ritual Tiwah akan berlangsung dengan lancar. Sedangkan, bagi Suku Dayak Kenyah, tradisi Ngayau berkaitan dengan tradisi Mamat. Mamat adalah sebuah tradisi untuk menyambut para prajurit yang kembali dari perburuan dan berhasil mengalahkan musuh.
Mamat juga diartikan sebagai pesta pemotongan kepala, yang mengakhiri masa perkabungan dan menyertai upacara inisiasi untuk memasuki sistem status bertingkat yang disebut Suhan, untuk para prajurit perang. Jadi, Mamat merupakan upacara untuk merayakan peningkatan status sosial atau jabatan di suatu adat atas pencapaiannya dalam perburuan.
Suku Dayak Foto: Antara Foto/Zabur Karuru
Bagi individu yang berhasil memenggal kepala musuh, diberi kehormatan untuk memakai gigi macan kumbang di telinganya, hiasan kepala dari bulu burung enggang, dan sebuah tato dengan desain khusus.
ADVERTISEMENT
Perburuan kepala dilakukan oleh kelompok kecil yang terdiri dari 10 hingga 20 orang laki-laki dari Suku Dayak yang dilakukan dalam sebuah misi rahasia. Pada masa lalu, Suku Dayak Kenyah dilaporkan sebagai pemburu kepala yang paling terkenal di Kalimantan.
Sedangkan pada Suku Dayak Iban, tradisi berburu kepala ini disebut Gawai. Upacara ini bersifat religius, tetapi juga diselingi dengan pesta mewah dengan minum-minum dan berkumpul bersama.
Suku Dayak Foto: Antara Foto/Zabur Karuru
Namun, tradisi mengerikan itu ditinggalkan beberapa suku Dayak pada 1874. Saat itu, Damang Batu, Kepala Suku Dayak Kahayan mengumpulkan sub-sub Suku Dayak untuk mengadakan musyawarah yang diberi nama Tumbang Anoi.
Isi pertemuan itu adalah perjanjian mengakhiri tradisi Ngayau, karena dianggap menimbulkan perselisihan di antara suku Dayak. Tetapi pada 2001 saat bentrokan di Sampita antara Suku Dayak dengan Suku Madura yang merupakan pendatang, tradisi mengerikan itu seperti kembali dilakukan.
ADVERTISEMENT
Hasilnya ratusan korban berupa tubuh tanpa kepala berjatuhan akibat perburuan yang tiada henti. Praktik tersebut tidak meluas dan berlanjut, sehingga hanya pada konteks perselisihan kedua suku tersebut saja. Kini tradisi tersebut sudah punah dan tidak dilakukan lagi.