Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.100.8
29 Ramadhan 1446 HSabtu, 29 Maret 2025
Jakarta
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
ADVERTISEMENT

Pernahkah kamu mendengar istilah Nomadic Tourism? Ya, Nomadic Tourism merupakan bentuk konsep wisata baru yang telah diusulkan sejak 2018 lalu oleh Kementerian Pariwisata.
ADVERTISEMENT
Dan kini Nomadic Tourism merupakan salah satu cara jitu untuk pengembangan pariwisata Indonesia dan juga untuk memenuhi target 20 juta wisatawan mancanegara (wisman).
Menurut Ketua Tim Percepatan Nomadic Tourism Kementerian Pariwisata, Waizly Darwin, ada beberapa tantangan yang harus dihadapi terkait hal tersebut.
"Tantangan kita saat ini adalah bagaimana tahun ini kita punya target 20 juta kunjungan wisatawan mancanegara dan juga untuk mengantisipasi adalah wisman milenial yang semakin banyak yang datang ke Indonesia," ujar Waizly saat dihubungi kumparan pada Jumat (29/3).
Karena menurut Waizly, sekitar 50 persen wisatawan yang datang ke Indonesia di antaranya adalah kaum milenial yang pada lima tahun ke depan diperkirakan wisatawan milenial ini akan semakin mendominasi.
ADVERTISEMENT
Para milenial ini memiliki kebutuhan sendiri, ekspetasi sendiri, ketika mereka traveling dan dari segi amenitas, atraksi dan segi akses.
"Yang kita pikirkan itu adalah akses yang baru, atraksi yang baru, dan amenitas baru yang sesuai dengan mereka. Sesuai dengan apa yang mereka mau," kata Waizly.
Hal inilah yang membuat Nomadic Tourism merupakan salah satu cara yang tepat untuk menjembatani keinginan para wisatawan milenial.
"Jadi ketika customernya berubah, kita juga harus lihat produk kita ini berubah atau enggak. Nah produk yang cocok itu seperti apa dan kita ingin membuat produk yang memberikan authentic experience. Nah, Nomadic Tourism adalah salah satu jawaban untuk kita menjawab kebutuhan itu," tambah Waizly.
Selain itu, untuk mewujudkan hal ini, salah satu caranya dengan bagaimana caranya mempercepat pembangunan di 10 Destinasi Bali Baru.
ADVERTISEMENT
"Kita harus punya solusi yang bisa mengakselerasi pengembangan di 10 bali baru itu. Nah, lewat apa? Lewat konsep yang sementara, solusi yang sementara sebagai solusi yang selama itulah yang kita maksud sebagai Nomadic Tourism," tambah Waizly.
Ia juga mengungkapkan salah satu cara yang dibangun dari konsep yang sementara dengan mengikuti perkembangan yang ada di dunia milenial sekarang.
Nomadic Tourism untuk nafas baru pariwisata Indonesia
Jika melihat ke belakang, Nomadic Tourism yang ada di Indonesia bukanlah hal mengada-ngada. Karena memang dari dulu sampai zaman sekarang orang yang datang ke sini adalah mereka yang 'nomad' atau para pengembara.
Misalnya saja mereka mengembara di Indonesia itu mau mencari ombak atau cari surfing spot yang bagus atau mau mencari spot menyelam yang ada di Indonesia.
ADVERTISEMENT
"Mereka (wisman) yang datang ke sini dari zaman dulu sampai zaman sekarang yang dibutuhkan sama mereka bukan permanent structure, bahkan ada di antara mereka yang datang ke sana itu ketika tempat itu belum ada bandaranya, hotel yang bagus tapi mereka tetap dateng ke situ. Dan pengalaman itulah yang dicari oleh milenial jaman sekarang," ungkap Waizly.
Ketika ditanyai mengenai daerah mana saja di Indonesia yang tepat untuk pengembangan konsep Nomadic Tourism. Ia mengatakan bahwa seluruh daerah di Indonesia memiliki potensinya masing-masing.
Wizly mencontohkan Danau Toba, bahkan akan ada sebuah resort baru yang dibangun di sana.
"Badan Otorita Danau Toba (BODT) pada tanggal 4 April 2019 mendatang, rencananya akan diresmikan The Kaldera yang ada di dalam kawasan Toba Kaldera Resort," kata Waizly.
ADVERTISEMENT
The Kaldera ini merupakan proyek perintisan Nomadic Tourism yang dikembangkan oleh Kementerian pariwisata melalui BODT, dengan konsep amenitas premium berupa glamping, cabin, dan bubble hotel, dan tempat parkir untuk Camper Van atau Karavan.
Di sini juga ada beberapa yang akan disimulasikan oleh BODT selaku pengembang kawasan yaitu helitour keliling geopark danau toba, dan coffee trail ke salah satu lokasi perkebunan kopi terbaik di dunia. Selain itu, nomadic trip ke geopark dan juga Taman Nasional Leuser adalah salah satunya.
Selain pengembangan di destinasi 10 Bali Baru, ia juga menjelaskan jika ada beberapa tipe pengembara. "Kita menyebutnya ada tiga yaitu Milenial Nomad, Luxurious Nomad, dan Digital Nomad," jelas Waizly.
Milenial Nomad adalah mereka yang mengembara untuk mencari tempat yang instagramable. Yang kedua Luxurius Nomad adalah para pengembara yang datang ke sini, traveling untuk ibaratnya melupakan dunia.
"Jadi mereka ke Nihiwatu, Sumba atau mereka ke Labuan Bajo pakai live boat yang mahal yang harganya sekitar 15 ribu Dolar AS per trip misalnya untuk dia aja. Ibaratnya untuk melupakan dunia," tambah Waizly.
ADVERTISEMENT
Sedangkan yang ketiga ada yang namanya pengembara digital atau kita menyebutnya 'Digital Nomad'. Mereka ini biasanya datang ke Indonesia untuk work, live, and play. Kerja sambil menetap sementara dan juga main-main.
"Banyak orang yang kita lihat kerjanya mungkin di Eropa atau di Amerika. Tapi karena mereka bisa kerja di mana saja mereka ke Bali ke Canggu dan dia kerja dari sana selama sebulan gitu misalnya, sembari dia bisa surfing sembari dia bisa main-main," cerita Waizly.
Selain itu, menurutnya Flores, NTT ,juga memiliki banyak hal yang bisa dikembangkan. Labuan Bajo itu kan sangat luas bukan cuma komodo bukan cuma diving. Ada banyak sekali yang bisa dikembangkan di sana.
Jadi misalnya mereka sudah pernah ke Pulau Komodo, mereka sudah tau bahwa memang spot divingnya bagus tapi kan ada banyak lagi di Flores yang bisa dibangun misalnya ada Desa Wae Rebo sebuah situs bersejarah di NTT," kata Waizly.
Ia juga menambahkan salah satu cara yang dapat dilakukan untuk pengembangan Nomadic Tourism dengan membangun resort bertipe glamping.
ADVERTISEMENT
"Karena menurutnya glamping justru lebih mudah pembangunannya. Glamping itu juga mudah dari segi operasionalnya dan harga jualnya bisa lebih mahal atau bahkan sama seperti di hotel," jelas Waizly.
"Kita juga sedang mencoba memetakan tempat-tempat itu semua. Mulai dari mana, dari 10 Bali Baru. Ini kan kita harus mencoba untuk buat standardnya dulu. Setelah itu ekosistem pariwisata itu bisa ikutan untuk meng-copy apa yang sudah dibangun di tempat-tempat yang memang strategis ini," ujar Waizly.
Ia juga menambahkan bahwa pengembangan Nomadic Tourism ini dapat lebih cepat melihat tren yang terjadi saat ini.
"Saya rasa kalau saya melihat dari tren yang dilakukan oleh pemerintah sekarang apa yang dilakukan oleh ekosistem pariwisata apa yang ada di tren di wisatawan milenial ini take off-nya bisa lebih cepat dari lima tahun ya.
Jadi saya lihat tiga tahun ke depan itu banyak perubahan yang bisa kita coba lihat. Di ekosistem pariwisatanya sendiri kalau selama ini mereka membangun amenitas yang konvensional saya rasa tiga tahun ke depan semakin banyak orang yang memang mencoba masuk ke amenitas 10 Destinasi Bali Baru," jelas Waizly.
ADVERTISEMENT
Lebih lanjut, diperlukan sinergitas yang baik antara lembaga terkait, kita juga harus melihat peranan dari masing-masing daerah dan komitmen dari CEO daerah.
"Kita juga sangat senang melihat bagaimana masing-masing respons Bupati, Wali Kota, ketika kita katakan konsep ini bisa memang betul-betul konsep yang memang siapa saja bisa membangun dan apalagi ketika mereka tau value preposition-nya bahwa ini lebih murah mudah dan cepat itu jadi sesuatu yang mereka pikirkan juga. Yang terpenting adalah bagaimana kita bisa circledown untuk mengempower masyarakat terkait Nomadic Tourism ini," tandasnya.
Bagaimana menurutmu?