Overtourism, Kota Ini Larang Penggunaan Kotak Kunci dan Pengeras Suara

8 Desember 2024 9:04 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Kota Florence di Italia. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Kota Florence di Italia. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Overtourism atau pariwisata yang berlebihan menjadi momok kota-kota di dunia. Di Spanyol misalnya, baru-baru ini warga setempat melakukan demo untuk menentang pariwisata massal atau overtourism, di antaranya di Barcelona, Pulau Mallorca, dan Kepulauan Canary.
ADVERTISEMENT
Namun, enggak hanya Spanyol, kota lain di Italia, yaitu Florence juga tengah menghadapi permasalahan serupa, yakni overtourism. Untuk mengurangi dampak pariwisata yang berlebihan, Kota Florence baru-baru ini mengeluarkan kebijakan terbaru yang melarang penggunaan kotak kunci atau key boxes bagi para pemilik penginapan, serta pengeras suara (loud speaker) bagi para tour guide atau pemandu wisata.
Ilustrasi Kota Florence di Italia. Foto: Shutterstock
Dilansir CNN Travel, kotak-kotak kunci yang digunakan pemilik penginapan untuk memudahkan tamu check-in, akan dibatasi di pusat kota. Akhir-akhir ini, kotak-kotak tersebut menjadi sasaran vandalisme, dan membuat penduduk setempat yang frustrasi menutupnya dengan lakban merah.
Hal ini dikarenakan jumlah wisatawan meningkat drastis dalam beberapa tahun terakhir, menyebabkan reaksi keras dari penduduk yang tidak mampu membeli rumah.
ADVERTISEMENT
Selain itu, pembatasan juga dilakukan untuk kendaraan tertentu, seperti mobil golf yang kerap kali digunakan pemandu wisata untuk membawa wisatawan berkeliling kota. Keputusan tersebut juga melarang penggunaan amplifier, atau pengeras suara bagi pemandu wisata.
Menurut pernyataan resmi yang dirilis oleh dewan kota setempat, langkah-langkah ini diambil untuk menjadikan Ibu Kota Tuscany tersebut sebagai "kota yang hidup dan unik", baik bagi pengunjung dan juga penduduknya.

Pariwisata Florence yang Tidak Lagi Berkelanjutan

Ilustrasi Kota Florence di Italia. Foto: Shutterstock
Dewan Kota Florence mengatakan bahwa pembatasan tersebut didorong oleh masuknya pariwisata yang tidak lagi berkelanjutan, bagi penduduk yang tinggal secara permanen di sana. Dikatakan bahwa lebih dari 7,8 juta orang telah mengunjungi Florence dalam sembilan bulan pertama tahun 2024.
"Kota ini tidak lagi mampu mendukung, tanpa melemahkan nilai warisan budayanya dan melihat dampak buruk terhadap kelayakan huni secara keseluruhan, banyaknya aktivitas dan sarana untuk keperluan wisata eksklusif yang terkonsentrasi hanya di wilayah sebesar 5 kilometer persegi," ujar Dewan Kota dalam pernyataan resminya.
ADVERTISEMENT
Florence baru-baru ini dilanda banyak insiden wisatawan yang berperilaku buruk. Musim panas ini, seorang wisatawan wanita terekam sedang menirukan adegan seks di patung Bacchus.
Pada bulan Januari, Kepala Museum Galleria dell’Accademia menyebut kota itu sebagai "pelacur", karena terpuruk akibat pariwisata yang berlebihan.
Piazza della Signoria, salah satu alun-alun populer di Firenze, Italia. Foto: Vivida Photo PC/Shutterstock
Florence bukanlah destinasi pertama yang menerapkan pembatasan akibat overtourism. Minggu lalu, situs arkeologi Pompeii mengumumkan akan membatasi jumlah pengunjung harian hingga 20 ribu orang, dan mewajibkan tiket khusus.
Selain itu, Venesia juga mengumumkan akan kembali mengenakan biaya masuk pada tahun 2025 selama puncak pariwisata yang ramai.
"Di Roma, Air Mancur Trevi akan membatasi akses pengunjung ke air mancur tersebut, setelah pekerjaan renovasi selesai pada bulan Desember," kata Wali Kota Roma kepada CNN.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, Menteri Pariwisata Italia, Daniela Santanche, yang akan menjadi tuan rumah KTT G7 yang berlangsung minggu ini, berpendapat bahwa alih-alih mengekang jumlah wisatawan, negara tersebut seharusnya menambah jumlah pengunjung hingga 50 juta orang per tahun.
Ia berpendapat bahwa pariwisata yang berlebihan di Italia merupakan produk dari salah urus.
"Saya tidak setuju dengan kata ini, pariwisata yang berlebihan. Namun, saya memahami bahwa kita memiliki wilayah yang jumlah penduduknya terlalu banyak," katanya, dalam KTT Pariwisata yang digelar beberapa waktu lalu jelang G7.