Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Pasar Papringan: Dulu Tempat Sampah, Kini Wisata Budaya Internasional
5 November 2017 16:04 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:14 WIB
ADVERTISEMENT
Siapa sangka, awal tahu lalu, area hutan bambu di Dusun Ngadiprono, Desa Ngadimulyo, Kecamatan Kedu, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, ini hanyalah tempat pembuangan sampah ilegal bagi warga setempat. Namun kini, area tersebut disulap menjadi wisata budaya yang selalu ramai dikunjungi wisatawan domestik maupun internasional setiap bulannya.
ADVERTISEMENT
Lebih dari 70 lapak berderet di kiri dan kanan area pasar yang diadakan setiap Minggu Wage (berdasarkan penanggalan Jawa) mulai pukul 06.00 WIB hingga 12.00 siang. Lapak-lapak tersebut sesungguhnya hanya terdiri dari meja bambu sederhana, namun cukup kokoh.
Sesuai namanya, papringan, yang dalam bahasa Jawa berarti kebun bambu, seluruh produk yang dijual di sini erat hubungannya dengan alam. Jadi, jangan harap menemukan benda atau jajanan berbungkus plastik dan mengandung perisa buatan.
Aneka jajanan lokal tradisional yang mungkin sudah langka seperti sega jagung kuning, lontong mangut, gono jagung, bajingan kimpul, tiwul, dawet ireng, wedang ronde, jamu hingga wedang pring ikut dijajakan di sini.
Serba-serbi jajanan tersebut disajikan dalam piring gerabah, batok kelapa, daun pisang, dan bahkan ada yang dibungkus dalam anyaman bambu. Plastik pembungkus dan kantong belanja haram hukumnya digunakan di pasar ini. Sebagai gantinya, disediakan keranjang dari anyaman bambu yang bisa digunakan untuk membawa belanjaan.
Tidak hanya makanan, pasar ini juga menawarkan aneka kerajinan dan hasil pertanian dari desa setempat. Bahkan, Magno, produsen radio kayu dan sepeda bambu Spedagi, yang produknya sudah tenar di Mancanegara pun ikut memamerkan karyanya di pasar ini.
ADVERTISEMENT
Keunikan lainnya dari Pasar Papringan ini adalah mata uang yang digunakan di pasar ini bukanlah rupiah, melainkan uang pring. Uang ini terbuat dari lempengan bambu atau kayu berbentuk bulat persegi. Jadi, wajib bagi para pengunjung untuk mengantri di area penukaran uang sebelum masuk pasar.
Nilai uang pring sendiri adalah Rp 2 ribu per kepingnya. Uang yang sudah ditukar ini tidak bisa ditukar kembali menjadi rupiah, namun pengunjung masih bisa menggunakannya di kunjungan berikutnya atau menyimpannya sebagai souvenir.
Untuk meramaikan pasar, disediakan pula arena permainan tradisional seperti egrang, dakon, dan bakiak, yang pasti akan kembali membawa pengunjung bernostalgia. Selain itu, kelompok kesenian kuda lumping yang menjadi kesenian andalan Temanggung, juga siap meramaikan pasar yang berdiri di antara rerimbunan hutan bambu.
ADVERTISEMENT
Meski berada di kampung, pasar ini terbukti mampu menjadi magnet baru bagi wisatawan domestik dan mancanegara. Pasalnya, suasana yang begitu unik, bersih, dengan hawa sejuk khas pegunungan, bisa membawa pengunjung kembali ke tradisional.
Bagi pengunjung yang berasal dari luar Temanggung, tidak perlu khawatir melewatkan pasar unik yang dibuka di pagi hari ini. Pengunjung bisa menikmati sensasi menginap di rumah panggung bambu yang terletak di tengah sawah, milik Homestay Spedagi.
Selain menikmati suasana desa, pengunjung juga bisa berkeliling dengan menggunakan sepeda bambu Spedagi dan melihat aneka workshop kerajinan bambu. Bahkan, saat Pasar Papringan tiba, pengunjung akan mendapatkan 10 keping uang pring yang bisa digunakan untuk sarapan di pasar papringan.