Potensinya Besar, APPBI Sebut Wisata Belanja di Indonesia Belum Maksimal

20 Agustus 2024 18:02 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) Alphonzus Widjaja dalam Rakernas Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) di Grand Hyatt Jakarta, Kamis (23/2/2023). Foto: Narda Margaretha Sinambela/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) Alphonzus Widjaja dalam Rakernas Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) di Grand Hyatt Jakarta, Kamis (23/2/2023). Foto: Narda Margaretha Sinambela/kumparan
ADVERTISEMENT
Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) menyebutkan wisata belanja atau shopping tourism di Indonesia belum tergarap maksimal.
ADVERTISEMENT
Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI), Alphonzus Widjaja, mengatakan hal ini terlihat dari kunjungan wisatawan ke Indonesia yang meski mengalami kenaikan, rupanya tidak dibarengi dengan naiknya nilai penjualan ritel di pusat perbelanjaan.
"Kalau pariwisata meningkat atau jumlah turis meningkat di Indonesia itu, belum tentu serta merta meningkatkan penjualan ritel," kata Alphonzus, saat ditemui kumparan di acara closing ceremony Indonesia Shopping Festival (ISF) 2024 yang digelar di Mal Living World Kota Wisata Cibubur, Senin (19/8).
Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI), Alphonzus Widjaja (kiri) beserta jajaran dalam acara closing ceremony Indonesia Shopping Festival (ISF) 2024 yang digelar di Mall Living World Kota Wisata Cibubur pada Senin (19/8/2024). Foto: Gitario Vista Inasis/kumparan
Alphonzus menilai, alasan lesunya transaksi atau penjualan ritel di destinasi wisata adalah karena kurangnya spot-spot wisata belanja di Indonesia. Sebagai contoh, ketika masyarakat liburan ke luar negeri seperti Singapura atau Malaysia, ada destinasi yang sudah populer jadi destinasi untuk berbelanja.
ADVERTISEMENT
"Contohnya kalau kita ke Singapura semua orang sudah tahu Orchard Road. Kalau kita ke Kuala Lumpur, Malaysia, semua orang sudah tahu itu ada Bukit Bintang. Kalau kita ke Hong Kong, pasti Tsim Tsa Tsui. Lalu ke Tokyo, Ginza, Akibahara, dan sebagainya. Nah, di Indonesia ini kurang, bahkan tidak ada spot-spot destinasi untuk belanja," ungkapnya.

Tantangan Wisata Belanja di Indonesia

Ilustrasi Lippo Mall Kemang. Foto: E Dewi Ambarwati/Shutterstock
Selain kurangnya destinasi wisata belanja, tantangan lainnya adalah kurang terintegrasinya antara destinasi wisata, transportasi, dan juga pusat-pusat ritel.
"Kalau destinasi wisata belanjanya terintegrasi dengan destinasi wisata dan transportasi, saya kira itu akan menjadi peluang bagus bagi industri ritel dalam hal pariwisata. Satu contoh lagi dengan sektor transportasi pun belum terintegrasi, Jakarta punya MRT, itu belum terintegrasi sepenuhnya dengan pusat belanja. Apalagi kota-kota lain di luar Jakarta, potensi ada, tapi PR-nya masih banyak sekali," papar Alphonzus.
Ilustrasi belanja menggunakan kartu kredit. Foto: Shutterstock
Untuk itu, Alphonzus menegaskan diperlukan adanya kolaborasi antara pemerintah, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf), dan juga stakeholder terkait.
ADVERTISEMENT
"Saya rasa itu harus ada campur tangan pemerintah, karena swasta kemampuannya saya kira untuk integrasikan seluruh sektor saya kira sulit ya, itu harus campur tangan pemerintah. Saya kira ini adalah PR bersama," katanya.
Padahal di sisi lain, Alphonzus mengatakan bahwa potensi wisata belanja di Indonesia sangat besar. Menurutnya, hal ini bisa dilihat dari kunjungan wisatawan yang datang ke Indonesia.
"Sebetulnya potensinya besar sekali, jumlah wisatawan Indonesia pernah mencapai 14 juta. Pariwisata ini sebetulnya potensi atau menjadi kesempatan dari industri ritel untuk bisa mendapatkan sales (penjualan) dari wisatawan," pungkasnya.