Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Rekomendasi 5 Destinasi Wisata di Yogyakarta Dekat Malioboro
18 Oktober 2018 11:26 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:05 WIB
ADVERTISEMENT
Bicara Yogyakarta memang tak pernah ada habisnya, mulai dari budaya, masyarakat, hingga kulinernya semuanya memiliki pesona yang memikat. Salah satu yang menjadi daya tarik Kota Pelajar adalah kawasan Malioboro.
ADVERTISEMENT
Di sana berjejer para pedagang yang menjual berbagai souvenir hingga makanan khas Kota Gudeg. Di sekitar Malioboro juga terdapat objek wisata lainnya yang tidak kalah menarik.
Salah satunya adalah Taman Sari yang populer sebagai spot foto dengan nuansa sejarahnya. Tapi selain itu, ada pula destinasi wisata lainnya yang tidak kalah menarik. Apa saja? Yuk, simak!
1. Taman Sari
Pertama ada Taman Sari yang merupakan bekas taman Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Dibangun pada masa Sultan Hamengkubuwono I, yakni pada 1757, dulu taman itu luasnya mencapai 10 hektare.
Taman Sari dahulu juga dijadikan tempat beristirahat dan santai sejenak oleh Sultan Yogyakarta dan kerabat istana. Kolam pemandiannya juga digunakan untuk tempat rekreasi bagi sultan dan penghuni keraton. Oleh karenanya, Taman Sari disebut sebagai Pesanggarahan atau tempat beristirahat.
ADVERTISEMENT
Meski sudah berumur lebih dari 200 tahun, sisa bangunan Taman Sari masih menyisakan kemegahannya. Kolamnya juga masih diisi air dan diganti secara berkala.
Oleh karenanya, Taman Sari kini populer sebagai spot hunting foto bernuansa sejarah. Mulai dari kolam, anak tangga, hingga lengkung bangunan menjadi angle yang sering diambil.
2. Titik Nol Kilometer
Selanjutnya ada Titik Nol Kilometer yang berada di persimpangan antara Kantor Pos Besar, Bank BNI 46, dan Bank Indonesia. Lokasinya selalu ramai dilewati orang yang berlalu lalang atau kendaraan yang hilir mudik.
Bangunan yang berada di perempatan ini juga bergaya art deco, sekaligus menjadi landmark. Cocok untuk yang gemar hunting foto atau penikmat keindahan arsitektur bangunan.
ADVERTISEMENT
Berkunjung ke kawasan Titik Nol Kilometer juga seakan mengajak wisatawan untuk kembali ke Yogyakarta pada masa lalu. Pasalnya, di daerah sekitar merupakan tempat penting pada masa lalu hingga kini.
3. Benteng Vredeburg
Kemudian ada Benteng Vredeburg yang dibangun pada 1760 oleh Sri Sultan Hamengku Buwono I atas permintaan Belanda. Tak seperti sekarang, dahulu saat dibangun, bentuknya masih sangat sederhana. Bagian tembok hanya terbuat dari tanah yang diperkuat dengan tiang penyangga dari kayu pohon kelapa dan aren, serta bangunan di dalamnya terdiri dari bambu dan kayu dengan atap ilalang.
Benteng pun diperbaiki dan namanya diubah menjadi 'Vredeburg', yang berarti benteng perdamaian. Nama ini digunakan sebagai manifestasi hubungan Belanda dan keraton yang tidak saling serang. Hingga akhirnya pada 23 November 1992 secara resmi Benteng Vredeburg menjadi Museum Khusus Perjuangan Naisonal dengan nama Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta.
ADVERTISEMENT
4. Tugu Yogyakarta
Berdiri di tengah perempatan antara Jalan Mangkubumi, Jalan Jendral Sudirman, Jalan A.M Sangaji, dan Jalan Diponegoro, ikon Kota Pelajar ini juga wajib untuk dikunjungi. Sepanjang hari, ada banyak wisatawan asing maupun lokal yang mengambil foto di sekitarnya.
Tak hanya menjadi spot foto atau ikon kota saja, karena ada sejarah panjang dibalik megahnya Tugu Jogja. Bangunan ini menggambarkan filosofi Jawa, yaitu Manunggaling Kawula Gusti yang berarti semangat persatuan rakyat dan penguasa untuk melawan penjajahan.
Semangat itu terlihat dari bentuk bangunan, yaitu silinder atau giling, dengan puncak berbentuk bulat atau golong. Maka dari itu, Tugu Jogja juga disebut Tugu Golong-Giling.
5. Pasar Beringharjo
Pasar Beringharjo juga bisa disambangi sehabis berkeliling Malioboro. Di sini wisatawan akan disuguhkan kios yang menjual aneka batik dengan harga yang ramah di kantong.
ADVERTISEMENT
Nama Beringharjo sendiri diberikan setelah bertakhtanya Sri Sultan Hamengku Buwono VIII pada 1925. Kala itu beliau memerintahkan agar semua instansi di bawah naungan Kesultanan Yogyakarta menggunakan Bahasa Jawa.
Maka dari itu, nama Beringharjo dipilih karena memiliki arti wilayah yang semula hutan beringin (bering) yang diharapkan dapat memberikan kesejahteraan (harjo). Selain itu, nama Beringharjo sendiri dinilai tepat karena lokasi pasar merupakan bekas hutan beringin dan pohon beringin merupakan lambang kebesaran dan pengayoman bagi banyak orang.